NATO hari Jumat (3/2) menyatakan prihatin karena Rusia gagal mematuhi perjanjian pengendalian senjata nuklirnya yang masih tersisa dengan AS.
Sementara ketegangan meningkat terkait invasi Rusia terhadap Ukraina, AS menuduh Moskow tidak memenuhi komitmennya di bawah perjanjian START Baru yang berumur satu dekade.
Hari Selasa, Washington mengecam Rusia karena menangguhkan inspeksi berdasarkan perjanjian itu dan membatalkan pembicaraan, tetapi tidak menuduh saingannya dalam Perang Dingin itu memperluas arsenal hulu ledak nuklirnya di luar limit yang disepakati.
“Sekutu-sekutu NATO sepakat bahwa perjanjian START Baru berkontribusi pada stabilitas internasional dengan membatasi kekuatan nuklir strategi Rusia dan AS,” kata aliansi berkekuatan 30 negara itu dalam suatu pernyataan. “Karena itu, kami mencatat dengan prihatin bahwa Rusia gagal mematuhi kewajiban yang mengikat secara hukum berdasarkan perjanjian START Baru.”
Negara-negara anggota NATO mengatakan mereka “meminta Rusia agar memenuhi kewajibannya” dengan mengizinkan inspeksi dan kembali ke pembicaraan.
Rusia telah membalas Washington dengan menuduhnya menghancurkan perjanjian pengendalian senjata antara kedua negara.
Diplomasi antara kedua negara adidaya itu telah mencapai titik minimum selama setahun terakhir karena AS memimpin upaya untuk menjatuhkan sanksi terhadap Rusia dan mempersenjatai Ukraina dengan senjata bernilai miliaran dolar.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengeluarkan ancaman terselubung untuk menggunakan senjata nuklir, menghidupkan kembali ketakutan era Perang Dingin.
Moskow mengumumkan pada awal Agustus lalu mengenai penangguhan inspeksi AS terhadap fasilitas-fasilitas militernya berdasarkan START Baru. Rusia menyatakan menanggapi halangan AS terhadap inspeksi Rusia, tuduhan yang dibantah Washington.
Kremlin kemudian menangguhkan tanpa batas pembicaraan berdasarkan START Baru yang seharusnya dimulai pada 28 November di Kairo, menuduh AS bersikap “tidak menyenangkan dan bermusuhan.”
START Baru, yang ditandatangani presiden ketika itu, Barack Obama, pada tahun 2010, ketika hubungan kedua negara lebih hangat, membatasi Rusia dan AS untuk masing-masing memiliki maksimal 1.550 hulu ledak nuklir strategis – suatu pengurangan hampir 30 persen dari batas yang ditetapkan sebelumnya pada tahun 2002.
Perjanjian itu juga membatasi jumlah peluncur dan bomber berat menjadi 800, tetap saja masih cukup mudah untuk menghancurkan kehidupan manusia di Bumi. [uh/ab]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia