Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada Sabtu (4/2) menegur salah satu sekretarisnya, yang menegaskan dia tidak ingin tinggal berdampingan dengan pasangan lesbian, gay, biseksual atau transgender (LGBT). Sekretaris Kishida juga mengatakan orang akan meninggalkan Jepang jika pernikahan sesama jenis diizinkan.
Dalam pernyataan yang dilaporkan oleh media lokal pada Jumat (3/2), Masayoshi Arai, mengatakan dia bahkan tidak ingin melihat pasangan sesama jenis. Arai adalah seorang birokrat yang sudah bekerja untuk Kishida sejak Oktober,
“Komentarnya keterlaluan dan sama sekali tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah,” kata Kishida dalam sambutannya yang disiarkan oleh lembaga penyiaran publik NHK.
Kishida mengatakan dia mungkin akan memecat Arai. Arai sudah meminta maaf komentarnya yang “menyesatkan”, yang dilontarkannya setelah Kishida mengatakan di parlemen bahwa pernikahan sesama jenis perlu dipertimbangkan dengan hati-hati karena potensi dampaknya terhadap struktur keluarga.
Kishida menyebut komentar Arai memalukan pada saat dia bersiap untuk menjamu para pemimpin lain dari negara-negara Kelompok Tujuh pada Mei. Tidak seperti Jepang, yang diperintah oleh Partai Demokrat Liberal (LDP) yang konservatif selama hampir tujuh dekade terakhir, negara-negara anggota G7 lainnya mengizinkan pernikahan atau serikat sipil untuk pasangan sesama jenis.
Hal tersebut juga bisa semakin mengikis dukungan publik terhadap dirinya. Jajak pendapat menunjukkan dukungan untuk Kishida anjlok setengahnya sehingga menjadi sekitar 30 persen sejak tahun lalu setelah menyusul serangkaian pengunduran diri pejabat senior.
Advertisment:
Pengunduran diri tersebut termasuk Mio Sugita, seorang wakil menteri urusan dalam negeri dan komunikasi, yang berhenti pada Desember karena komentar tentang orang-orang LGBT, dan tentang komunitas asli Jepang, Ainu.
Dalam survei yang diterbitkan oleh NHK pada Juli 2021, dua bulan sebelum Kishida menjadi perdana menteri, 57 persen dari 1.508 responden mengatakan mereka mendukung pengakuan hukum serikat sesama jenis.
Karena mereka tidak diperbolehkan untuk menikah, pasangan sesama jenis tidak dapat mewarisi aset satu sama lain dan tidak mendapat hak sebagai orang tua untuk anak masing-masing.
Pada November, pengadilan Tokyo menguatkan larangan pernikahan sesama jenis, tetapi juga mengatakan kurangnya perlindungan hukum untuk keluarga sesama jenis melanggar hak asasi mereka. [ah/ft]