Tim SAR berhasil menyelamatkan bayi berusia 10 hari dan ibunya yang terperangkap di reruntuhan sebuah bangunan di Turki pada Jumat (10/2). Mereka juga berhasil mengeluarkan beberapa penyintas dari lokasi lain setelah Presiden Tayyip Erdogan mengatakan pihak berwenang seharusnya bereaksi lebih cepat dalam menghadapi gempa besar pada minggu ini.
Empat hari setelah gempa meluluhlantakkan Turki dan Suriah, korban tewas yang dikonfirmasi mencapai lebih dari 23.700 di seluruh Turki selatan dan Suriah barat laut. Gempa tersebut disebut sebagai gempa paling mematikan dalam dua dekade terakhir.
Lebih dari ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal dan mengalami kekurangan makanan di tengah kondisi musim dingin. Pemimpin di kedua negara menghadapi pertanyaan tentang aksi tanggap darurat mereka terkait bencana tersebut.
Presiden Suriah Bashar al-Assad dilaporkan melakukan perjalanan pertamanya ke daerah yang terkena dampak sejak gempa terjadi. Ia mengunjungi sebuah rumah sakit di Aleppo bersama istrinya Asma, menurut media milik pemerintah Suriah.
Pemerintah Bashar al-Assad juga menyetujui pengiriman bantuan kemanusiaan di garis depan negara yang telah mengalami perang saudara selama 12 tahun itu. Langkah tersebut disebut dapat mempercepat bantuan bagi jutaan penduduknya dari negara luar. Program Pangan Dunia mengatakan sebelumnya bahwa pihaknya kehabisan stok pangan di Suriah barat laut yang dikuasai pemberontak karena keadaan perang mempersulit datangnya bantuan.
Gempa bumi, yang terjadi pada Senin (6/2) dini hari, merupakan bencana alam paling mematikan ketujuh pada abad ini. Dampak gempa tersebut lebih parah dari dampak gempa dan tsunami Jepang pada 2011 dan mendekati 31.000 orang tewas akibat gempa di negara tetangga Iran pada 2003.
Advertisment:
Erdogan pada Jumat (10/2) mengunjungi Provinsi Adiyaman Turki. DAlam kunjungan itu, dia mengakui tanggap darurat pemerintah tidak secepat yang seharusnya.
“Meskipun kami memiliki tim pencarian dan penyelamatan terbesar di dunia saat ini, kenyataannya upaya pencarian tidak secepat yang kami inginkan,” katanya.
Dia juga mengatakan penjarahan toko telah terjadi di beberapa daerah.
Korban tewas akibat gempa berkekuatan 7,8 magnitudo dan beberapa gempa susulan yang juga kuat di kedua negara itu telah memakan jumlah korban yang lebih besar dibandingkan saat bencana gempa melanda Turki barat laut pada 1999.
Menteri Kesehatan Turki mengatakan jumlah kematian di negara itu naik menjadi 20.213 pada Jumat (10/2). Di Suriah, lebih dari 3.500 jiwa dinyatakan telah tewas. Namun jumlah orang yang terperangkap di bawah reruntuhan diperkirakan lebih dari itu.
Harapan di Bawah Reruntuhan
Tim penyelamat, termasuk tim dari puluhan negara, bekerja keras siang dan malam di reruntuhan ribuan bangunan yang rusak untuk menemukan korban selamat yang terkubur. Dalam suhu yang sangat dingin, mereka secara teratur meminta yang lain untuk diam saat mendengarkan suara kehidupan yang terdengar sayup-sayup dari gundukan beton yang hancur.
Di distrik Samandag di Turki, Tim SAR berjongkok di bawah lempengan beton dan membisikkan “Insya Allah.” Mereka dengan hati-hati meraih puing-puing dan mengambil bayi baru lahir berusia 10 hari yang terperangkap di bawahnya.
Dengan mata terbuka lebar, bayi Yagiz Ulas dibungkus dengan selimut termal dan dibawa ke rumah sakit. Pekerja darurat juga membawa ibunya, yang terlihat linglung dan pucat, tetapi tetap sadar di atas tandu, berdasarkan rekaman sebuah video.
Di Diyarbakir di timur, Sebahat Varli, 32 tahun, dan putranya Serhat berhasil diselamatkan dan dibawa ke rumah sakit pada Jumat (10/2) pagi, 100 jam setelah gempa terjadi. Seorang ibu dan kedua putrinya diselamatkan dari puing-puing sebuah blok apartemen di Kota Kahramanmaras pada Jumat (10/2) malam. Penyiar CNN Turk menyiarkan petugas penyelamat membawa mereka bertiga secara berurutan.
Di seberang perbatasan Suriah, tim penyelamat dari kelompok White Helmets menggunakan tangan mereka untuk menggali plester dan semen sampai menggapai kaki telanjang seorang gadis muda. Ia masih mengenakan piyama merah muda, terlihat kotor, tetapi hidup.
Namun harapan bahwa lebih banyak penyintas lagi yang akan ditemukan hidup semakin memudar.
Di Kota Jandaris, Suriah, Naser al-Wakaa terisak di atas tumpukan puing dan beton bengkok yang menjadi rumah keluarganya. Ia membenamkan wajahnya di pakaian bayi milik salah satu anaknya.
“Bilal, oh Bilal,” ratapnya sambil meneriakkan nama salah satu anaknya yang telah meninggal.
Kepala Yayasan Bantuan Kemanusiaan Turki Bulent Yildirim pergi ke Suriah untuk melihat dampaknya di sana. “Seolah-olah sebuah rudal telah dijatuhkan di setiap gedung,” katanya.
Pejabat Turki dan PBB mengatakan sekitar 24,4 juta orang di Suriah dan Turki di wilayah yang membentang sekitar 450 km dari Adana di barat hingga Diyarbakir di timur merasakan dampak gempa itu. [ah/ft]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia