Cerita Foto: Keteguhan Serli di balik gunung sampah

Serli dan suaminya sedang memilah sampah (Foto: Zonautara.com/Yegar Sahaduta)

ZONAUTARA.com- Di balik tumpukan sampah yang menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Poyowa Kecil, Kotamobagu, ada kisah keteguhan dan kebanggaan. Serli Laluyan, perempuan berusia 56 tahun, bersama suaminya, adalah saksi bisu dari sejarah panjang TPA ini.

Mereka adalah pemulung pertama yang hadir sejak TPA dibuka, menorehkan cerita hidup mereka di tengah bau menyengat dan rongsokan sampah.

Setiap Senin hingga Sabtu, sejak pukul 8 pagi hingga sore, pasangan ini menjalani rutinitas mereka. Di tengah gemuruh truk sampah yang lalu lalang, mereka menyusuri lautan limbah, memilah dan mengumpulkan sampah-sampah yang bernilai. Sampah plastik, karung, kaleng, hingga sisa makanan untuk ternak mereka, semua mereka kumpulkan dengan teliti.

Di salah satu sudut TPA, Serli dan suaminya mendirikan tempat peristirahatan sementara. Sebuah gubuk sederhana dari terpal, seng dan kayu bekas menjadi tempat berteduh ketika hujan, panas dan sekaligus tempat mereka memasak air panas serta berteduh saat makan siang. Di sini juga mereka mengumpulkan sampah yang sudah disortir, menyiapkannya untuk dijual ke pengepul.

“Kenapa kita harus malu, sedangkan ini adalah pekerjaan halal,” ujar Serli dengan tegas.

Senyum bangga terpencar dari wajahnya yang keriput, menandakan keteguhan hati yang tak mudah goyah oleh pandangan miring orang lain. Baginya, pekerjaan sebagai pemulung bukanlah aib, melainkan sumber penghidupan yang jujur.

Namun, di balik senyum itu, ada tantangan yang tak bisa diabaikan. Serli mengaku, sakit kepala kadang menghampirinya, terutama setelah berjam-jam bekerja di bawah terik matahari atau terpapar bau menyengat sampah. Ketika hujan deras turun, pekerjaan memilah sampah lebih sulit dan repot, membuat harus berjuang lebih keras.

Advertisment:

Meskipun begitu, Serli dan suaminya tak pernah menyerah. Mereka terus bekerja dengan semangat, menantang kerasnya hidup dengan tangan dan hati yang tak pernah lelah.

Kisah mereka adalah bukti nyata bahwa martabat dan kebanggaan tidak diukur dari jenis pekerjaan, melainkan dari ketulusan dan kejujuran dalam menjalani hidup.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



TAGGED:
Share This Article