bar-merah

Serangan terhadap Warga Muslim di AS Meningkat, Polisi Dorong Untuk Berani Melapor

Dampak perang Hamas-Israel yang berlangsung sejak 7 Oktober lalu mulai meluas. Aparat keamanan Amerika Serikat (AS) dan Dewan Hubungan Amerika-Islam (Council on American-Islamic Relation/CAIR) mulai menerima laporan tentang intimidasi, pelecehan dan serangan terhadap warga Muslim.

Di Harrisburg-Pennsylvania, sekitar 300 orang pengunjuk rasa “Rally for Palestine” yang sedang memprotes pengeboman tanpa pandang bulu yang dilakukan Israel, di dekat gedung Kongres negara bagian itu pada umat (13/10), didatangi seorang warga kulit putih yang meneriakkan hinaan rasial dan kemudian mengacungkan pistol ke arah kerumunan pengunjuk rasa. Polisi bertindak cepat dalam menangkap laki-laki itu.

Di Dearborn-Michigan, polisi pada Kamis (12/10) menangkap seorang laki-laki warga Farmington Hills karena menyampaikan ancaman nyata di media sosial bahwa ia “ingin memburu warga Palestina di Dearborn.” Dewan Hubungan AS-Islam di Michigan menyerukan polisi untuk menggunakan UU Intimidasi Etnis yang baru diberlakukan awal Oktober lalu untuk mendakwanya. Aturan hukum yang baru itu menyatakan bahwa ancaman penyerangan terhadap seseorang atau sekelompok orang dalam upaya untuk mengintimidasi atau melecehkan berdasarkan asal negara atau agama, merupakan suatu kejahatan.

Pendukung Palestina berbaris dengan mengibarkan bendera dan spanduk serta meneriakkan protes akibat perang Israel-Hamas di Timur Tengah, Jumat 13 Oktober 2023, di New York. (Foto: AP)

Laporan Intimidasi dan Pelecehan terhadap Siswa Muslim

Sementara di Maryland, hingga Jumat (13/10) CAIR menerima sedikitnya tujuh pengaduan dari siswa Muslim dan Arab, di tingkat sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Mereka melaporkan terjadinya insiden di mana seseorang atau sekelompok orang meneriakkan hinaan rasial, mengambil foto dan memvideokan mereka sepulang dari sekolah atau keluar dari masjid.

Oknum individu atau kelompok tersebut juga mengancam akan memasang data pribadi mereka di media sosial (doxing), mengomentari pesan mereka di media sosial dengan hinaan rasial atau pesan yang menciptakan rasa permusuhan dan lainnya.

Hal tersebut terjadi karena para siswa atau mahasiswa itu mengenakan atribut yang mencerminkan agama mereka, atau menyampaikan dukungan terhadap urgensi hak asasi manusia bagi warga Palestina. Demikian disampaikan Direktur CAIR-Maryland, Zainab Chaudry, saat ditemui VOA di Washington DC pada Jumat (13/10).

Direktur CAIR-Maryland, Zainab Chaudry, menyerukan pada warga yang mengalami intimidasi & serangan karena menunjukkan dukungan pada Palestina, untuk melapor pada polisi. (Foto VOA)

Direktur CAIR-Maryland, Zainab Chaudry, menyerukan pada warga yang mengalami intimidasi & serangan karena menunjukkan dukungan pada Palestina, untuk melapor pada polisi. (Foto VOA)

“Ada sekelompok siswa Arab sedang berdiri di halte bis, tiba-tiba sebuah mobil berhenti dan berteriak pada mereka “kalian layak mendapat serangan!” Ini tampaknya merujuk pada serangan Israel ke Gaza. Ada laporan seorang mahasiswa mendapat surat ancaman bahwa ia akan di-doxing karena menyampaikan dukungan pada warga Palestina di Gaza dalam diskusi di kelas. Ada juga mahasiswi di salah satu kampus dihina sebagai teroris hanya karena ia mengenakan baju kaos dengan bendera Palestina di salah satu sudutnya. Ini beberapa contoh nyata,” papar Zainab.

Dorong Warga Muslim Untuk Melapor

Untuk itu Zainab menyerukan kepada semua orang yang mengalami intimidasi untuk segera melapor ke aparat keamanan atau ke CAIR.

“Kami mendorong semua orang yang mengalami tindakan intoleran dalam bentuk apapun, pelecehan, kefanatikan, diskriminasi, perundungan, meskipun tidak yakin seratus persen bahwa hal ini karena apa yang terjadi di Palestina, untuk tetap mengontak kantor kami dan melaporkannya,” katanya.

“Hal ini akan membantu kami mengkaji realitas di lapangan, dan juga memastikan agar kami dapat meminta pertanggungjawaban pejabat-pejabat sekolah. Kami ingin memastikan bahwa pejabat dan administrator sekolah menciptakan lingkungan yang aman bagi siswa di sekolah dan kampus, dan meminta pertanggungjawaban pelaku serangan. Perlu ada sanksi disiplin untuk mencegah serangan serupa di kemudian hari,” imbuh Zainab.

Ingatkan Urgensi Melapor, Polisi Bicara Selepas Kotbah Jumat

Seruan serupa juga disampaikan petugas Kepolisian Montgomerry County di Maryland, Sherif Almigabber. Yang menarik ia berbicara di atas mimbar khutbah selepas salat Jumat di IMAAM Center.

“Jika ada di antara Anda – laki-laki atau perempuan – yang mengalami isu terkait yang terjadi di Gaza dan membutuhkan polisi, telepon! Jika tidak ingat telepon darurat polisi di tempat Anda, telepon 911,” kata Almigabber.

Sharif Almigabber, petugas Kepolisian Montgomerry County di Maryland, yang berbicara pada jemaah seusai kotbah salat Jumat di IMAAM Center pada Jumat (13/10). (Foto: VOA)

Sharif Almigabber, petugas Kepolisian Montgomerry County di Maryland, yang berbicara pada jemaah seusai kotbah salat Jumat di IMAAM Center pada Jumat (13/10). (Foto: VOA)

“Ketika menelepon buat pernyataan dengan kalimat dalam bahasa Inggris yang menarik perhatian polisi seperti, saya takut akan terjadi sesuatu pada saya. Saya khawatir telah didiskriminasi sebagai seorang warga Muslim. Itu “kata-kata khusus” yang akan membuat polisi siaga. Jangan menelepon dan hanya mengatakan “saya diikuti seseorang.” uat pernyataan awal bahwa Anda takut akan terjadi sesuatu. Tanggapan yang diberikan akan berbeda. Perhatian yang diberikan akan lebih cepat,” ujarnya.

Lebih jauh Almigabber, yang keturunan Mesir, juga menyerukan warga untuk melapor insiden yang dialami ke masjid atau rumah ibadah.

“Jika mengalami insiden seperti ini, tolong laporkan juga ke masjid. Karena setiap kali Anda melapor kepada polisi, akan dibuat suatu laporan, sehingga ada bukti telah terjadinya aksi kekerasan dan intimidasi terhadap warga Muslim. Dan nantinya kita dapat meminta anggaran untuk keamanan, menambah kamera polisi di lokasi, atau mungkin akan ada lebih banyak polisi yang datang untuk mengecek lokasi di mana insiden itu dilaporkan,” katanya.

IMAAM Center. (Foto: VOA)

IMAAM Center. (Foto: VOA)

Dalam wawancara dengan VOA, Almiggaber yang bertugas di Kepolisian Montgomerry County di Maryland, mengatakan selama ini lebih banyak menerima laporan pelecehan dan intimidasi dari warga Yahudi dan lainnya karena kebanyakan warga Muslim percaya pada konsep “tawakal” atau berserah diri pada Tuhan. Suatu hal yang baik menurutnya, tetapi dalam situasi seperti sekarang, siapa pun yang mengalami intimidasi, pelecehan dan serangan sedianya melapor kepada polisi.

Setuju dengan Seruan Polisi

Salah seorang jemaah, Talha Ahmeed, pemuda imigran asal Pakistan yang sudah tujuh tahun tinggal di AS, mengatakan sangat setuju dengan seruan polisi.

“Saya kira ia sangat benar. Kita warga Muslim harus tahu hak-hak kita. Warga Yahudi bukan satu-satunya yang mengalami pelecehan. Kita warga Muslim juga mengalami hal yang sama. Jadi kita harus tahu apa yang sedang terjadi sekarang ini dan tidak bersikap masa bodoh,” tuturnya.

Fadwa Hassan, warga Palestina yang lahir dan dibesarkan di AS, mengatakan seringkali warga Muslim merasa rendah diri dan merasa tidak penting, sehingga jika mengalami suatu kejadian tidak melaporkan hal tersebut kepada pihak berwenang.

“Saya orang Palestina, dan saya lihat seringkali warga Muslim merasa kita tidak dinilai penting. Padahal nyawa kita juga penting. Dan polisi tadi mengatakan pada kita, jika kita dilecehkan dalam hal apapun, telepon mereka. Kami (polisi -red) akan melindungi Anda juga, katanya. Mereka (polisi -red) akan melindungi setiap orang karena nyawa setiap orang berharga.” kata Hassan.

Hingga laporan ini disampaikan, selain intimidasi terhadap warga Muslim, sedikitnya dua masjid di negara bagian Maryland telah mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari sekelompok orang. Polisi bertindak cepat begitu menerima laporan dari petugas di kedua masjid itu.

Sentimen Anti-Yahudi Juga Meningkat

Sementara itu sentimen anti-Yahudi juga dilaporkan meningkat di AS. Komunitas Yahudi di New York hingga London dan Sydney melaporkan lonjakan anti-semitisme. Salah seorang pendiri Global Project Against Hate and Extremism Heidi Beirich mengatakan pada VOA, “Ini adalah fakta yang menyedihkan bahwa setiap kali konflik muncul antara Israel dan Palestina, orang-orang Yahudi di seluruh belahan dunia akan mengalami kekerasan kebencian.” [em/aa]

Source link



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat




Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia
Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com