Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kotamobagu tahun 2025 mencapai 77,49 dan masuk kategori tinggi, bahkan unggul di BMR. Namun di balik angka yang tampak gemilang itu, banyak perempuan pekerja informal di pasar tradisional masih berjuang dari hari ke hari. Mereka berjualan di emperan jalan, tanpa akses kredit, tanpa jaminan sosial, dan tanpa ruang aman untuk berkembang.
Pemerintah memang sudah menjalankan sejumlah program: penambahan kuota BPJS untuk warga kurang mampu, kelompok usaha perempuan, hingga pelatihan pengarusutamaan gender. Meski begitu, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemajuan belum sepenuhnya merata.
Kemajuan sejati bukan cuma angka statistik. Ia harus terasa sampai ke pedagang kecil, ibu-ibu di pasar, dan para pekerja yang menjaga nadi ekonomi kota.
Mari terus mengawasi, mengingatkan, dan mendorong agar pembangunan manusia tidak meninggalkan siapa pun.
Selengkapnya baca di: https://zonautara.com/2025/11/14/ipm-kotamobagu-unggul-nasib-perempuan-pasar-masih-di-pinggir/
#ipm
#kotamobagu
#pembangunan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kotamobagu tahun 2025 mencapai 77,49 dan masuk kategori tinggi, bahkan unggul di BMR. Namun di balik angka yang tampak gemilang itu, banyak perempuan pekerja informal di pasar tradisional masih berjuang dari hari ke hari. Mereka berjualan di emperan jalan, tanpa akses kredit, tanpa jaminan sosial, dan tanpa ruang aman untuk berkembang.
Pemerintah memang sudah menjalankan sejumlah program: penambahan kuota BPJS untuk warga kurang mampu, kelompok usaha perempuan, hingga pelatihan pengarusutamaan gender. Meski begitu, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemajuan belum sepenuhnya merata.
Kemajuan sejati bukan cuma angka statistik. Ia harus terasa sampai ke pedagang kecil, ibu-ibu di pasar, dan para pekerja yang menjaga nadi ekonomi kota.
Mari terus mengawasi, mengingatkan, dan mendorong agar pembangunan manusia tidak meninggalkan siapa pun.
Selengkapnya baca di: https://zonautara.com/2025/11/14/ipm-kotamobagu-unggul-nasib-perempuan-pasar-masih-di-pinggir/
#ipm
#kotamobagu
#pembangunan
...
Greenpeace, bersama lebih dari 1.900 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Climate Action Network (CAN), secara tegas menolak “Belém 4x Pledge”. Inisiatif global untuk melipatgandakan produksi bahan bakar berkelanjutan (biofuel) hingga empat kali lipat dalam satu dekade mendatang ini dinilai sebagai ancaman serius bagi hutan dan masyarakat adat, serta berpotensi memperparah kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia dengan dalih energi hijau.
Penolakan yang disuarakan dari Belém dan Jakarta ini menyoroti kekhawatiran bahwa ambisi biofuel, termasuk proyek biodiesel dan bioetanol di Indonesia, justru akan mengorbankan ekosistem vital dan hak-hak masyarakat adat.
Kepala Kampanye Solusi untuk Hutan Global Greenpeace, Syahrul Fitra, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia sudah berniat mengorbankan hutan dan masyarakat adat demi memuluskan proyek-proyek tersebut, yang disebutnya “solusi iklim palsu.”
“Tanpa Belém 4x Pledge pun, pemerintah Indonesia sudah berniat mengorbankan hutan dan aasyarakat adat demi memuluskan proyek biodiesel dan bioetanol yang jelas-jelas solusi iklim palsu,” tegas Syahrul Fitra.
Salah satu proyek bioetanol yang menjadi sorotan adalah di Merauke, Provinsi Papua Selatan, yang bersumber dari perkebunan tebu. Proyek ini, tercakup dalam daftar Proyek Strategis Nasional, telah membabat 4.912 hektare hutan adat Suku Yei hingga Agustus 2025, berdasarkan catatan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.
Selengkapnya baca di: https://zonautara.com/2025/11/17/greenpeace-dan-ribuan-organisasi-tolak-ikrar-belem-4x-proyek-biofuel-ancam-hutan-dan-masyarakat-adat-indonesia/
#cop30
#justcop
#hutan
Greenpeace, bersama lebih dari 1.900 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Climate Action Network (CAN), secara tegas menolak “Belém 4x Pledge”. Inisiatif global untuk melipatgandakan produksi bahan bakar berkelanjutan (biofuel) hingga empat kali lipat dalam satu dekade mendatang ini dinilai sebagai ancaman serius bagi hutan dan masyarakat adat, serta berpotensi memperparah kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia dengan dalih energi hijau.
Penolakan yang disuarakan dari Belém dan Jakarta ini menyoroti kekhawatiran bahwa ambisi biofuel, termasuk proyek biodiesel dan bioetanol di Indonesia, justru akan mengorbankan ekosistem vital dan hak-hak masyarakat adat.
Kepala Kampanye Solusi untuk Hutan Global Greenpeace, Syahrul Fitra, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia sudah berniat mengorbankan hutan dan masyarakat adat demi memuluskan proyek-proyek tersebut, yang disebutnya “solusi iklim palsu.”
“Tanpa Belém 4x Pledge pun, pemerintah Indonesia sudah berniat mengorbankan hutan dan aasyarakat adat demi memuluskan proyek biodiesel dan bioetanol yang jelas-jelas solusi iklim palsu,” tegas Syahrul Fitra.
Salah satu proyek bioetanol yang menjadi sorotan adalah di Merauke, Provinsi Papua Selatan, yang bersumber dari perkebunan tebu. Proyek ini, tercakup dalam daftar Proyek Strategis Nasional, telah membabat 4.912 hektare hutan adat Suku Yei hingga Agustus 2025, berdasarkan catatan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.
Selengkapnya baca di: https://zonautara.com/2025/11/17/greenpeace-dan-ribuan-organisasi-tolak-ikrar-belem-4x-proyek-biofuel-ancam-hutan-dan-masyarakat-adat-indonesia/
#cop30
#justcop
#hutan
...
Lebih dari seratus tahun lalu, Belanda datang dengan perjanjian kerja sama untuk membangun sentra produksi kopi di wilayah Kerajaan Bolaang Mongondow (Bolmong), tepatnya di distrik Modayag.
Kurang lebih 1500 hektare lahan di wilayah itu ditanami kopi oleh pekerja yang secara khusus didatangkan dari Pulau Jawa.
Saat perusahaan budidaya kopi milik Belanda terpaksa hengkang, para pekerja tetap tinggal dan merawat apa yang menjadi alasan mereka dimobilisasi ke “tanah seberang”.
Setelah Indonesia Merdeka, para pekerja yang tak punya opsi kembali memutuskan untuk mendirikan desa yang diresmikan dengan nama Purworejo.
Dalam perjalanannya, Purworejo kemudian dimekarkan menjadi tujuh desa, yakni Purworejo Induk, Purworejo Tengah, Purworejo Timur, Sumberejo, Liberia Induk, Liberia Timur, dan Candi Rejo.
Sriwidati, Awani dan Kastira merupakan generasi keempat dari pekerja perkebunan kopi yang didatangkan pada awal abad ke-20.
Selengkapnya baca di sini: https://zonautara.com/2025/11/17/potret-perempuan-di-balik-panen-kopi-liberia/
Peliput: @indranesia_08
#kopi
#boltim
#purworejo
Lebih dari seratus tahun lalu, Belanda datang dengan perjanjian kerja sama untuk membangun sentra produksi kopi di wilayah Kerajaan Bolaang Mongondow (Bolmong), tepatnya di distrik Modayag.
Kurang lebih 1500 hektare lahan di wilayah itu ditanami kopi oleh pekerja yang secara khusus didatangkan dari Pulau Jawa.
Saat perusahaan budidaya kopi milik Belanda terpaksa hengkang, para pekerja tetap tinggal dan merawat apa yang menjadi alasan mereka dimobilisasi ke “tanah seberang”.
Setelah Indonesia Merdeka, para pekerja yang tak punya opsi kembali memutuskan untuk mendirikan desa yang diresmikan dengan nama Purworejo.
Dalam perjalanannya, Purworejo kemudian dimekarkan menjadi tujuh desa, yakni Purworejo Induk, Purworejo Tengah, Purworejo Timur, Sumberejo, Liberia Induk, Liberia Timur, dan Candi Rejo.
Sriwidati, Awani dan Kastira merupakan generasi keempat dari pekerja perkebunan kopi yang didatangkan pada awal abad ke-20.
Selengkapnya baca di sini: https://zonautara.com/2025/11/17/potret-perempuan-di-balik-panen-kopi-liberia/
Peliput: @indranesia_08
#kopi
#boltim
#purworejo
...
Sign in to your account
