bar-merah

Data Susenas 2023, Warga Sitaro dengan Penghasilan Rendah Menghisap 83 Batang Rokok Perminggu

Ilustrasi dari Freepik.com

SITARO, ZONAUTARA.COM-Sebanyak 20,26 persen penduduk berumur 15 tahun ke atas di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Provinsi Sulawesi Utara dengan penghasilan terbawah, diketahui lebih banyak menghisap rokok dibanding warga kelas menangah.

Lewat Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), pada Buku Statistik Kesejahteraan Rakyat, Badan Pusat Statistik Tahun 2023 di Kabupaten Kepulauan Sitaro, menunjukan persentase penduduk berusia 15 tahun keatas yang merokok tembakau dan rata – rata jumlah batang rokok yang dihisap perminggu.

Dari data tersebut diperoleh untuk kelompok pengeluaran, kategori 40 terbawah atau disebut juga masyarakat kelas bawah ada sebanyak 20,26 persen warganya menghisap rokok denga rata-rata 83 batang rokok perminggunya.

Sementara kategori 40 persen tengah atau warga kelas menengah sebanyak 25,58 persen dengan rata rata 78 batang rokok perminggunya.

Sedangkan untuk kategori 20 persen ke atas ada sekira 21,89 warganya yang menghisap rokok dengan rata – rata perminggu menghabiskan 96 batang rokok di Kabupaten Kepulauan Sitaro.

“Untuk kelompok pengeluaran dibagi 40 terbawah, 40 menengah dan 20 teratas. Dasarnya ini mengacu pengeluaran kriteria bank dunia ,” kata Kepala BPS Sitaro, Irena Lisniawati.

Irena menjelaskan dari tabel hasil survei Susenas 2023 menunjukkan besaran pengeluaran untuk rokok di kelompok pengeluaran dan kelompok umur. Ternyata jumlah batang rokok yang di hisap oleh kelompok pengeluaran rendah lebih banyak dari kelompok pengeluaran di atasnya.

“Ini artinya yang kelompok pengeluaran di bawah punya pola konsumsi yang cukup bikin geleng-geleng kepala. Padahal untuk memenuhi kebutuhan pokok sudah susah payah, tapi harus dihabiskan lagi untuk rokok,” kata Irena lagi.

Sementara sesuai data pendidikan tertinggi, warga di Kabupaten Kepulauan Sitaro yang pendidikannya dibawa Sekolah dasar menjadi perokok mencapai 24,54 persen dengan rata – rata satu orang menghabiskan 79 batang rokok perminggunya.

Sedangkan SMP ke atas sebanyak 21,85 warga dengan rata-rata perorangnya menghabiskan 86 batang rokok perminggunya.

“Orang berumur 15 tahun ke atas dan merokok dengan pendidikan SD kebawah itu sebanyak 24,54 persen. sementara yang pendidikannya SMP ke atas di usia yang sama dan merokok juga ada sebanyak 21,85 persen,” jelas Irena.

Sumber BPS, Kabupaten Kepulauan Sitaro

ZONAUTARA.com juga mencoba mencari tahu penjualan rokok di sejumlah warung di desa. Salah satunya pemilik warung di Kampung Hiung, Maria Kasumbala yang sudah lebih dari 10 tahun berjualan.

Kendatipun saat ini banyak rokok dengan merek dagang baru, tapi menurut pengakuan Maria tetap laku terjual, dan biasanya sangat laku apalagi kalau harganya lebih murah.

“Kalau ada merek baru biasanya banyak juga yang mencoba dan ketagihan,” kata Maria.

Ia juga mengaku dalam sehari bisa laku sebanyak 25 bungkus rokok dengan berbagai merek dan jumlah batang rokok, baik itu 12 batang maupun 16 batang.

“Biasanya saya belanja itu per tiga hari atau empat hari, untuk stok rokok saja sudah menghabiskan tiga juta rupiah,” ungkap dia.

Seemntara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Kepulauan Sitaro, Agus Tony Poputra ikut menanggapi data ini.

Menurut Poputra semakin tinggi pendapatan masyarakat semakin tinggi kesadaran akan kesehatan. Ini disebabkan mereka ingin lebih sehat untuk menikmati kesejahteraannya.

Rokok sambung Poputra, sering dianggap sebagai penyebab utama penyakit walaupun tidak seharusnya rokok dituduh seperti itu karena makanan instan dan kemasan, minuman kemasan, obat-obatan, polusi kendaraan dan gaya hidup dan lainnya ikut mempengaruhi kesehatan masyarakat.

“Karena pandangan negatif inilah maka orang berpenghasilan lebih tinggi cenderung tidak merokok atau mengkonsumsi dengan jumlah relatif sedikit,” ucapnya.

Sebaliknya orang dengan pendapatan lebih rendah cenderung menghadapi masalah ekonomi, sehingga rokok menjadi tempat pelarian.

Selain itu kesadaran kesehatan umumnya lebih rendah karena dari aspek makanan juga tidak diperhatikan kesehatannya.

“Ini berpengaruh juga dengan respons mereka terhadap rokok,” ungkap Poputra.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com