MANADO, ZONAUTARA.com – Hujan deras yang mengguyur Kota Bitung, Sulawesi Utara, menyebabkan 94 kepala keluarga (KK) terdampak banjir, Selasa (10/12/2019).
Camat Maesa Sefferson Sumampouw mengatakan, puluhan KK terdampak banjir berada di tiga kelurahan di Kecamatan Maesa.
“Sebanyak 55 KK di Kelurahan Kakenturan Satu, 10 di Pateten Tiga, dan 29 di Bitung Barat Dua,” kata dia kepada Zonautara.com, Rabu (11/12/2019).
Dia menjelaskan, banjir yang merendam rumah warga di Kecamatan Maesa, juga terjadi pada Minggu (8/12/2019).
Selain karena hujan deras, banjir disebabkan imbas dari pembangunan proyek jalan Tol Bitung-Manado.
Pihak Jasa Marga, kata dia, siap bertanggungjawab terhadap kejadian bencana banjir dengan membersihkan saluran drainase dari pasir dan penyebab meluapnya air.
“Jasa Marga berjanji akan mengganti barang-barang warga yang rusak paling lambat tujuh hari usai data verifikasi diterima,” ujarnya.
Sefferson menjelaskan, agar pendataan valid dan penyaluran bantuan tepat sasaran, akan dibentuk tim gabungan yang terdiri dari Jasa Marga, pemerintah, dan perwakilan masyarakat.
Sementara, kata dia, terkait bantuan tanggap darurat kepada warga sesuai hasil pendataan diberikan oleh Dinas Sosial.
“Agar tidak berulang lagi, maka Dinas PU Kota Bitung akan membantu mengawasi perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh pihak Jasa Marga,” ujar dia.
Banjir yang melanda Kecamatan Maesa mendapat perhatian juga dari tiga legislator Sulut, Melky Jakhin Pangemanan (MJP), Nick A Lomban, dan Braein Waworuntu.
Mereka turun langsung menemui warga yang terdampak banjir di Kelurahan Kakenturan Satu, Maesa, Kota Bitung.
MJP mengatakan, DPRD Provinsi Sulut sangat menyesalkan kejadian itu dan prihatin dengan keadaan warga yang terdampak banjir.
“Kami sepenanggungan bersama warga, dan akan membawa peristiwa banjir tersebut, serta menindaklanjutinya sesuai dengan tugas dan fungsi kami,” kata Melky.
Sementara Nick mengatakan, bahwa ia mendukung pembangunan Jalan Tol Manado-Bitung. Namun, ia berharap pembangunan Tol Manado-Bitung harus melakukan kajian terkait dampak kepada masyarakat.
“Harus ada kajian AMDAL yang diperbaharui setiap enam bulan. Agar jangan sampai masyarakat jadi korban dari pembangunan yang tidak disertai kajian,” ujar Nick. (K-02)