Catatan Timboel Siregar*
Nonton berita hari ini, yang menarik adalah berita tentang pembagian sembako yang banyak masalah. Ketua RW mengusulkan 900 KK untuk dapat sembako tapi yang dapat hanya 20 KK. Ada masyarakat mampu di Kelapa Gading malah dibantu, sementara di lain daerah banyak yang tidak kebagian.
Masalah klasik di republik ini adalah pendataan. Pemerintah pusat memberi bantuan, demikian juga pemerintah daerah salurkan bantuan. Dananya ada masing-masing, tapi sepertinya tidak terkoordinasi. Bila mengacu pada Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 8/HUK/2019 tentang Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu tahun 2019, ditetapkan ada sebanyak 31.430.304 keluarga miskin, dan secara individual ada sebanyak 99.359.312 orang miskin di Indonesia.
Mengacu pada jumlah keluarga miskin sebanyak 31.430.304 keluarga miskin, bila asumsi karena covid 19 keluarga miskin bertambah 40% (atau sekitar 12.572.121 rumah tangga) maka total rumah tangga miskin menjadi 44.002.425 rumah tangga miskin.
Anggaran untuk jaring pengaman sosial yaitu PKH, kartu sembako, kartu pra kerja yg dialokasikan Pemerintah total sebesar Rp. 110 Triliun (dari Rp. 405.1 T).
Bila 44.002.425 rumah tangga miskin x Rp.600.000 x 4 bulan = Rp. 105,6 Triliun. Artinya anggaran untuk empat bulan masih masuk di anggaran Pemerintah pusat. Tinggal anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah digabung saja.
Kalau dana pusat dan daerah dikonsolidasi maka akan bisa bertambah keluarga yang diberi bantuan senilai Rp 600.000 selama empat bulan. Dana terkonsolidasi ini bisa memastikan bantuan tepat sasaran dan tidak double.
Penulis Timboel Siregar adalah Koordinator Advokasi BPJS Watch