ZONAUTARA.com – Dalam mitologi Jawa, Rahwana ditokohkan sebagai penjahat atau sisi hitam, sedangkan Rama ditokohkan sebagai pahlawan dan mewakili sisi putih. Pemahaman ini sudah menyebar luas dan tertanam dalam benak masyarakat Indonesia.
Tapi benarkan hanya sesederhana itu tema kisahnya? Pernahkah anda mengulik kisah Rama dan Shinta lebih dalam lagi?
Mari kita lihat terlebih dari sisi Rahwana yang telah terlanjur mendapat stigma buruk itu. Rahwana merupakan sosok yang sedang dilanda asmara kepada Dewi Shinta.
Rahwana sesungguhnya memegang teguh cintanya pada seorang perempuan saja. Ia adalah istrinya sendiri, yaitu Dewi Setyawati. Namun Dewi meninggal dunia dan dipercaya menitis pada Dewi Shinta.
Rahwana memegang erat cinta di hatinya hingga akhirnya bertemu dengan Dewi Shinta. Sialnya, Dewi Shinta adalah istri Rama, raja Ayodya. Rama mendapatkan Shinta setelah memenangi sebuah sayembara di kerajaan Mantili.
Seketika Rahwana Cuma disodorkan dua pilihan. Pilihan pertama, merelakan Shinta karena telah menjadi milik Rama. Pilihan kedua, atas nama cintanya, ia harus merebut Shinta dengan taruhan apapun, meski semahal nyawa.
Rahwana akhirnya memilih pilihan kedua. Shinta diculiknya dan dibawa pulang ke Alengka. Selama tiga tahun Rahwana mengurung Shinta. Namun anehnya, Rahwana tak pernah memaksa ataupun memerkosa Shinta demi cintanya diterima. Ia malah memerlakukan Shinta layaknya mahkota yang patut dijaga.
Padahal kalau dipikir, Shinta ada dalam genggamannya. Apapun yang ingin dilakukan raja Alengka hanya semudah membalikkan telapak tangan. Rahwana tidak memilih jalan tidak terhormat itu.
Rahwana sadar betul bahwa cinta yang sejati tak bisa dipaksa. Memaksa berarti mengkhianati cinta. Maka ia tak pernah menodai Shinta. Rahwana hanya bisa menunggu dan terus menunggu entah sampai kapan agar hati sang dewi tak terluka.
Rahwana sadar betul, bila Shinta adalah titisan Setyawati, maka ia akan setia lahir bathin kepada suaminya. Rahwana setiap kali mendatangi Shinta, ia melantunkan beragam puisi. Taman Argasoka juga dipersembahkan sebagai tanda cinta Rahwana yang melebihi Alengka, kerajaan yang dipimpinnya.
Shinta tak bergeming. Ia benar-benar titisan Setyawati yang teguh pada seorang suami. Setyawati yang dalam wujud Shinta, hanya setia pada Rama seorang.
Memang perlahan hati Shinta mulai mengagumi betapa tulusnya cinta Rahwana pada dirinya sebagai titisan Setyawati. Gambaran tentang Dasamuka yang merupakan raksasa kasar dan jahat mulai sirna dari kepalanya.
Karena di sisi lain, suaminya Rama tak kunjung datang untuk membuktikan kebesaran cinta dengan menyelamatkannya dari genggaman tangan Rahwana. Shinta mulai tergoda. Tapi untuk mengkhianati suaminya, masih berhasil dihindarinya.
Mereka lalu saling bicara. Shintalah yang menegaskan isi hatinya kepada Rahwana.
“Aku sebenarnya juga mencintaimu. Namun aku terikat dengan Rama. Jika kamu mencintaiku, tolong relakanlah aku dan kembalikanlah aku.”
Ucapan Shinta itu membuat Rahwana merasa bahwa langit telah ambruk menimpanya. Ia harus menantang Rama. Agar kalaupun harus mati, ia mati sebagai kesatria yang membawa pergi seluruh rasa cintanya ke ruh yang jauh.
Hingga suatu waktu, tibalah Rama bersama banyak balatentara. Hanoman ada di antara pasukan Rama. Ia tidak gentar. Diproklamirkannya dengan suara keras kepada segenap orang, termasuk kepada Rama, bahwa ia mencintai Shinta.
Dibantu Hanoman, Rama berhasil mengalahkan Rahwana dan membunuhnya. Semua rasa cinta yang seteguh iman itupun terbang melayang ke alam ruh.
Rama mencurigai Shinta telah ternoda. Shinta berkali-kali jujur bahwa kesuciannya masih terjaga deng kokoh. Rama sama sekali tak juga percaya. Shinta heran mengapa Rama, suaminya yang sangat dicintainya itu, tak mudah percaya pada kejujuran dan kesucian cintanya.
Shinta pun nekat membuktikan kesuciannya dengan menceburkan diri ke bara api. Hanya karena Shinta benar-benar masih suci, api tak bisa membunuhnya. Barulah setelah itu Rama mau menerimanya kembali.
Di suatu sudut waktu, Shinta terlihat menangisi kepergian Rahwana. Sosok yang sangat menghormati ketulusan itu telah pergi ke alam ruh. Tak ada lagi kesatria yang mendatanginya dengan puisi ataupun taman Argasoka, yang memanjakannya seperti derajat seorang ratu yang sesungguhnya dan bukan tawanan.
Sosok yang mencintainya tanpa tapi itu telah menghilang dari harapan. Air matanya tak lagi mampu membasuh kisah takdir yang telah berakhir.