Oleh: Dila Karinta
Pandemi Covid-19 membuat indeks saham negara-negara Association of South East Asian Nations (ASEAN) mengalami koreksi tajam. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, hanya Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) Malaysia yang paling cepat pemulihannya.
Sedangkan Straits Times Index (STI) Singapura terperosok paling dalam, terlebih pasca-resesi. Riset Lifepal.co.id mencatat, rata-rata kinerja seluruh indeks saham negara-negara ASEAN sejak Januari hingga 30 Agustus 2020 adalah -12,51 persen. Bisa dikatakan bahwa tidak ada satupun indeks saham di negara anggota ASEAN yang bergerak positif dalam rentang waktu delapan bulan belakangan ini.
Seperti diketahui, pasar saham negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini rontok karena sentimen buruk Covid-19 tepat pada Maret 2020. Sebagai informasi, rata-rata kasus Covid di negara ASEAN per 30 Agustus 2020 adalah 50.428 kasus.
Tidak satupun bursa di ASEAN dalam keadaan sehat
Hingga kini, tercatat sudah empat negara di kawasan ASEAN, yaitu Singapura, Malaysia, Philipina, dan Thailand yang resmi masuk ke jurang resesi di kuartal-II 2020. Kontraksi ekonomi di empat negara itu terjadi akibat serangan pandemi virus corona atau Covid-19 yang sudah melanda sejak awal tahun 2020.
Data di atas menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 ini juga telah memicu pertumbuhan negatif pada semua bursa saham di negara-negara ASEAN.
Index Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia bergerak menunjukan arah tren ke arah yang positif. Berdasarkan riset sebelumnya pada sampai tanggal 13 Juli 2020, IHSG menunjukkan kinerja terburuk di antara bursa saham Asia Tenggara lainnya.
Tercatat pada sampai 13 Juli 2020, pergerakan IHSG dari awal tahun sudah bergerak -19,46 persen yang membuat IHSG menjadi yang terlemah di antara bursa bursa asia tenggara lainnya. Menurut data terbaru sampai 30 Agustus 2020, IHSG kini berada pada posisi ke 6 dengan angka melemah -15,36 persen dari awal tahun 2020.
STI terbelakang
Akibat resesi yang melanda Singapura, kinerja bursa saham Singapura, STI, terperosok amat dalam. Hingga kini jadi yang paling lemah se-ASEAN. Tercatat dari awal tahun 2020, hingga 30 Agustus 2020, Strait Times Index sudah jatuh sedalam 22,03 persen.
Jatuhnya ekonomi Singapura disebabkan oleh melorotnya sektor manufaktur Singapura yang bergantung pada aktivitas ekspor serta terpukulnya sektor pariwisata dan belanja ritel.
Bicara soal penanganan Covid-19, Singapura tidak pandang bulu dalam menerapkan denda terkait pelanggaran pembatasan kegiatan. Seluruh penduduk termasuk pejabat negara bisa disanksi.
Singapura pun melakukan pengawasan ketat terhadap seluruh kawasan perbatasan. Termasuk di antaranya adalah pelabuhan.
KLSE mencatatkan kinerja terbaik
Riset data menunjukkan bahwa bursa Malaysia menunjukan kinerja terbaik di antara negara ASEAN lainnya, walaupun tercatat pertumbuhannya masih negatif. Terhitung sejak Januari 2020 hingga 30 Agustus 2020, kinerja bursa Malaysia tercatat hanya -3,86 persen.
Tentu saja kinerja baik ini tidak terlepas dari dibukanya kembali aktivitas ekonomi dan sosial di Malaysia sejak tanggal 10 Juni 2020. Tepat pada pembukaan lockdown, indeks KLSE mengalami penurunan selama 2 minggu, sebelum kembali rebound setelahnya.
Selama lockdown diterapkan, Malaysia sempat mendapat pujian soal penanganan kasus Covid-19. Malaysia terus melakukan langkah preventif, antisipatif, dan kuratif dalam melawan pandemi dengan mekanisme Perintah Kawalan Pergerakan (PKP).
PKP juga didukung dengan landasan hukum yang jelas, yakni Akta Pencegahan dan Pengawalan Penyakit Berjangkit 1988 dan Akta Polis 1967. Jika dilanggar, hukumannya enam bulan penjara atau denda RM 1.000.
Sementara itu, Kerajaan Malaysia juga membuat paket kebijakan ekonomi dengan mengalokasikan dana sebesar 250 miliar Ringgit, untuk merangsang kegiatan bisnis, serta tunjangan ke tenaga kesehatan, keamanan, imigrasi, bea cukai, dan lain-lain.
Pertumbuhan rata-rata kasus Covid-19 terus bertambah, pemulihan IHSG peringkat ke-6 dari 9 negara-negara ASEAN
Bank Dunia memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan mengalami kemerosotan 5,2 persen karena Covid-19. Hal itu disebabkan karena pandemi ini bisa melumpuhkan segala aktivitas perekonomian di seluruh negara, termasuk Indonesia.
Sementara itu, kurva pertumbuhan kasus Covid-19 di Indonesia memang masih terlihat terus meningkat hingga kini. Lain halnya dengan Vietnam, Kamboja, atau Laos yang sempat diklaim menang melawan Covid-19.
Rata-rata pertumbuhan kasus Covid-19 per hari di Indonesia terus bertambah, dari Maret yang saat itu 59 kasus per hari, meningkat di April dengan 295 kasus per hari, bulan Mei menjadi 516 kasus per hari, Juni dengan 977 kasus per hari, hingga Agustus dengan 2.095 kasus per hari.
Hingga laporan ini dibuat, kasus Covid-19 di Indonesia kini sudah ada di angka 169.196 secara nasional. Kebijakan pelonggaran pembatasan aktivitas pada awal Juni tentunya tidak bisa dikecualikan sebagai salah satu faktor terus bertambahnya kasus Covid-19 di Indonesia.
Bahkan, jauh sebelum itu, sudah dilakukan pelonggaran dari sisi transportasi, yakni sejak 7 Mei 2020 di mana pemerintah membuka seluruh moda transportasi, hanya dua pekan setelah diberlakukannya larangan mudik. Jelang seminggu setelah pengumuman itu, muncul pula kabar mengenai padatnya antrean di bandara.
Dalam riset Lifepal.co.id sebelumnya mengenai risiko Covid-19 di aktivitas sehari-hari, Pakar Epidemiologi FKM UI Dr. Tri Yunis Miko Wahyono, Msc. telah mengategorikan aktivitas bepergian dengan kendaraan umum, pesawat terbang, maupun mendatangi stasiun atau terminal bandara, tergolong dalam aktivitas yang tinggi risiko terpapar Covid-19.
Apakah IHSG akan pulih tahun depan?
Seperti diketahui, pada kuartal I 2020, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,97 persen, atau terendah sejak 2001. Sementara itu, kontraksi atau pertumbuhan negatif terjadi di kuartal II 2020. Jadi dengan negatifnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020, Indonesia sudah setengah jalan menuju resesi ekonomi.
Resesi dapat didefinisikan sebagai kondisi perekonomian sebuah negara yang mengalami pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang negatif selama dua kuartal berturut-turut. Maka, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali negatif pada kuartal III 2020, Indonesia resmi bisa dikatakan masuk dalam resesi.
Demi menopang pertumbuhan RI, Bank Indonesia pun memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin agar mendorong masyarakat melakukan konsumsi. Di sisi lain, pemerintah juga mengucurkan dana sebesar Rp22,95 triliun dengan relaksasi pajak untuk dunia usaha dan karyawan.
Namun Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya mengatakan bahwa hingga akhir 2020, pemulihan ekonomi Indonesia hanya berkisar antara 40 hingga 60 persen, dan pemulihan ekonomi secara total dipastikan baru akan berlangsung pada kuartal I 2022.
Bersamaan dengan itu, pertumbuhan rata-rata jumlah kasus Covid-19 di Indonesia juga semakin bertambah yang bisa memicu ketidakpastian ekonomi di RI.
Besar kemungkinan ini akan menjadi penyebab mengapa investor enggan menaruh uang di pasar modal. Imbasnya, pemulihan IHSG pun bisa berjalan lambat dibanding indeks bursa di negara-negara ASEAN lainnya.
Catatan penulis
Untuk membuat laporan ini, Lifepal.co.id menganalisis data pergerakan indeks harga saham negara-negara anggota ASEAN dan pertumbuhan kasus Covid-19 di negara tersebut.
Adapun satu negara yang tidak kami masukkan ke dalam riset ini adalah Brunei Darussalam. Negara penghasil minyak itu merupakan salah satu negara berdaulat yang tidak memiliki bursa efek.
Olah data menggunakan data organization software dan dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis. Ketika mengambil, menyadur, atau mengutip informasi dalam rilis ini diharapkan memberikan link ke artikel sumber agar memudahkan pembaca mendapatkan informasi selengkapnya.