JAKARTA, ZONAUTARA.com – Kini diperlukan tindakan segera dan kolaborasi yang lebih kuat dalam mengatasi perubahan iklim di negara-negara berkembang, terlepas dari kemunduran yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Seruan tersebut disampaikan para ilmuwan iklim di seluruh Asia, serta United Nations Climate Change Conference atau yang dikenal dengan singkatan COP26 dan perwakilan iklim PBB.
Ketua Jaringan APIK Indonesia (Jaringan Pakar Indonesia untuk Perubahan Iklim dan Kehutanan), Mahawan Karuniasa, dalam konferensi virtual internasional yang diselenggarakan Rabu (30/09/2020), mengungkapkan perlunya pemulihan rendah karbon dan berkelanjutan dari pandemi.
“Belajar dari Covid-19, kami perlu memperkuat keterlibatan pemangku kepentingan, membangun solidaritas yang lebih baik, dan menerapkan tindakan berbasis sains dalam menghadapi krisis iklim,” kata Mahawan.
Dalam konferensi yang dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Ruandha Sugardiman, Ken O’Flaherty, Duta Besar Regional COP26 untuk Asia-Pasifik dan Asia Selatan, mengatakan bahwa dunia masih belum berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris.
“Lima tahun ke depan sangat penting, kita harus bekerja sama dan bertindak segera,” ujar Ken.
Negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Bangladesh sangat rentan terhadap dampak iklim dengan sumber daya yang terbatas untuk mendukung tindakan yang diperlukan.
Sebagai tanggapan, konferensi ini berfokus pada Nationally Determined Contributions (NDC) dan National Adaptation Plans (NAP) dari negara-negara berkembang, dan bagaimana implementasi yang tepat, kolaborasi, dan pengarusutamaan upaya iklim di lapangan dapat membantu memenuhi tujuan Perjanjian Paris.
Direktur Pusat Internasional untuk Perubahan Iklim dan Pembangunan di Bangladesh Prof Saleemul Huq menyampaikan bahwa selain kepatuhan, lebih penting untuk mengontekstualisasikan NDC dan NAP dalam perencanaan nasional dan daerah serta memastikan bahwa kami melakukan hal yang benar di lapangan dalam hal mitigasi dan adaptasi.
Lourdes Tibig, ilmuwan iklim Philipina sekaligus pakar teknis dari Komisi Perubahan Iklim Philipina dan anggota pendiri Jaringan Asia Climate Experts (ACE), menyampaikan perlunya champions di tingkat nasional dan lokal agar perubahan iklim bisa kita tanamkan dalam perencanaan pembangunan.
“Harmonisasi kebijakan dan sumber daya juga sangat penting, ”ujarnya.
Felino Lansigan, dekan Fakultas Seni dan Ilmu Pengetahuan Universitas Philipina Los Baños dan anggota pendiri Jaringan ACE menambahkan, meskipun mereka berbicara dalam berbagai bahasa di seluruh Asia, secara kolektif mereka memiliki kapasitas manusia, keahlian, dan pengalaman dalam menangani perubahan iklim dan dampaknya.
“Saat kami bekerja sebagai tim, kami meraih lebih banyak dan mudah-mudahan, kami mencapainya lebih cepat,” kata Felino.