Sebelum kita masuk lebih jauh kita harus tahu terlebih dahulu apa sih fraktur itu? Fraktur atau biasa disebut juga dengan patah tulang. Patah tulang merupakan terputusnya sambungan tulang karena akibat stress pada tulang yang berlebihan.
Dalam definisi lain, patah tulang adalah hilangnya hubungan atau sambungan antar tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang keseluruhan. Ada juga definisi lain, yaitu patah tulang adalah rusaknya hubungan atau sambungan tulang yang disebabkan tekanan dari luar yang datang lebih besar dari yang dapat diserap atau diterima oleh tulang.
Patah tulang dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Trauma atau kekerasan. Trauma atau kekerasan ini terbagi atas dua yaitu:
- Trauma atau kekerasan secara langsung: benturan keras yang terjadi pada tulang yang mengakibatkan patah tulang pada area yang terjadi benturan.
- Trauma atau kekerasan secara tidak langsung : benturan tidak patah tulang pada titik yang terjadi benturan, melainkan patah tulang pada daerah yang jauh dari titik benturan. Yang patah biasanya pada daerah yang lemah pada jalur hentaran getaran akibat benturan.
2. Fraktur patologis (penyakit). Patah tulang yang biasanya terjadi karena adanya penyakit osteoporosis (tulang keropos), kanker tulang dan lain-lain.
3. Degenerasi (kemunduran). Patah tulang yang terjadi karena adanya kemunduran kinerja dari jaringan itu sendiri seperti pada usia lanjut (lansia). Saat terjadi patah tulang ada beberapa tanda dan gejala yang dapat kita lihat, yakni:
- Nyeri lokal atau nyeri yang terjadi pada daerah fraktur
- Pembengkakkan/edema
- Kulit kemerahan
- Peningkatan suhu
- Pergerakan yang tidak normal
- Memar atau kebiruan
- Hilang sensasi atau hilang rasa
- Pemeriksaan Rontgen tidak normal
Setelah kita mengetahui tanda dan gejala yang biasa terjadi pada seseorang yang patah tulang kita akan masuk pada cara penanganan dari patah tulang.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pada saat seseorang mengalami patah tulang, yaitu:
1. Rekognisis
Rekognisis ini adalah tahap awal dalam penanganan patah tulang, yaitu tahap pengenalan patah tulang. Kita harus tahu terlebih dahulu apa penyebab terjadinya patah tulang itu sendiri dan seberapa parah patah tulang yang dialaminya?
Juga, bagaimana jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri? Sehingga jika kita sudah mengetahuinya kita bisa tahu apa masalah yang diderita oleh orang tersebut serta cara penanganan yang tepat untuk diberikan sehingga kita tidak salah melakukan tindakan penanganan.
2. Reduksi/manipulasi/reposisi
Upaya untuk memanipulasi bagian tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan bagian tulang pada kesejajaranÂnya. Reduksi tertutup, traksi atau tarikan, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk memanipulasi patah tulang.
Metode tertentu yang dipilih tergantung pada sifat dari patah tulang itu sendiri, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan manipulasi patah tulang sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat iatau penyusutan karena edema (pembengkakkan) dan perdarahan.
Ekstremitas (anggota gerak) yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut Reduksi tertutup. Sehingga biasanya diberikan atau dipasangkan gips untuk mengurangi pergerakan pada tulang yang patah.
3. Retensi
Setelah patah tulang dimanipulasi, bagian tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadinya penyatuan. Immobilisasi atau dibatasi pergekannya dengan dilakukan dengan fiksasi eksterna (luar) atau interna (dalam).
Metode fiksasi eksterna meliputi gips, pembalut, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara melakukan ROM atau latihan gerak sendi secara aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Menghindari atropi (penurunan massa otot) dan kontraktur (kekakuan) dengan fisioterapi.
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Manipulasi dan pembatasan pergerakkan harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (sistem saraf dan pembuluh darah) misalnya pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan dipantau dan ahli bedah ortopedi (tulang) diberitahu segera bila ada tanda gangguan pada sistem saraf dan pembuluh darah.
Kegelisahan, kecemasan dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan misalnya meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgeti (obat antinyeri) Latihan isometric dan setting otot, diusahakan untuk meminimalkan atrofi otot (penurunan masa otot) dan meningkatkan peredaran darah.
Referensi
- Jawantasari, Neno. “Makalah Fraktur”. 2015
- Muhri, Astuti, dkk. “Makalah Fraktur”. 2012.
- Alfisahtiara. “Makalah fraktur”. 2015
Penulis: Prayshe G.I. Wantah
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Unika De La Salle Manado