Penambang tradisonal di tengah hijaunya kebun raya

Finneke Wolajan
Penulis Finneke Wolajan
Tenda-tenda para penambang di lokasi Kebun Raya Megawati Soekarnoputri pada Maret 2021. (Foto: Finneke Wolajan)



Bukit Mesel Ratatotok telah berubah wajah setelah dilakukan reklamasi lahan bekas tambang PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR). Kawasan seluas 221 hektar yang dulunya gundul dan gersang, kini telah hijau dengan pepohonan. Kebun Raya Megawati sesuai dengan perencanaannya semestinya memberi manfaat di antaranya konservasi tumbuhan, penelitian, pendidikan, wisata dan jasa lingkungan. Namun rupanya, masyarakat sekitar kebun raya belum merasakan manfaatnya.

Setelah PT NMR angkat kaki dari Ratatotok, makin banyak masyarakat yang jadi penambang tradisional tak berizin di lokasi tersebut. Franky Lendo, warga Ratatotok mengakui setelah reklamasi dan jadi kebun raya, kondisinya sudah jauh berbeda.

“Sangat terasa terasa sekali kesejukkan di area reklamasi itu,” ujar Franky, saat berbincang Maret 2021.

Saat PT NMR masih beroperasi, Franky merupakan karyawan di perusahaan tambang emas ini. Franky bekerja di PT NMR sejak awal perusahaan dibuka hingga penutupan, sehingga ia tahu betul kondisi lokasi saat penambangan dan setelah reklamasi. Franky mengakui, upaya reklamasi hutan ini sangat baik.

“Bayangkan dulunya gersang sekali, sekarang sudah hijau,” akunya.

Namun

Namun fakta lainnya, usai reklamasi lahan bekas tambang tersebut menjadi kebun raya, adalah munculnya para penambang rakyat di dalam kawasan kebun raya dan sekitarnya. Setelah PT NMR hengkang dari Minahasa Tenggara, rupanya peluang penambang tradisional menjadi sangat terbuka. Sebelumnya, masyarakat tak bisa menambang di area tersebut karena dijaga ketat oleh perusahaan. Meski area penambangan itu sudah ada sejak zaman Belanda, dan ada lokasi yang memang sudah lama menjadi lokasi tambang rakyat.

Kandungan emas yang tersisa di area reklamasi dan sekitarnya bak magnet yang menarik penambang rakyat. Akhir 2020 lalu, sejumlah titik di dalam Kawasan Kebun Raya Megawati dan sekitarnya ramai diserbu warga.

zonautara.com
Aktivitas penambangan tradisional di Lubang Nibong. Penambang mengklaim area ini di luar kawasan Kebun Raya. (Foto: Finneke Wolajan)

“Bayangkan waktu itu orang-orang (penambang rakyat) sudah tak tahu dari mana, banyak sekali yang datang. Tapi memang terasa asri saat menambang, ujar Franky yang juga menjadi penambang rakyat ini.

Warga lainnya, Valdy Suak, memberi pengakuan yang sama. Reklamasi hutan di Bukit Mesel Ratatotok ini belum terasa manfaatnya bagi warga sekitar. Meski ia juga mengakui bahwa kawasan yang dulunya gersang dan gundul, kini telah hijau dengan pepohonan. Keuntungan bagi masyarakat dengan adanya reklamasi, adalah karena mereka bisa menambang di area yang kandungan emasnya banyak.

“Kebun raya ini proyek besar, tapi manfaatnya belum dirasakan masyarakat. Kecuali hasil dari tambang rakyat, itu baru jadi sumber ekonomi warga sekitar tambang, maupun warga yang datang dari daerah lainnya,” kata Valdy.

Senada dikatakan warga lainnya Frisa, yang mengakui jika dia belum merasakan dampak reklamasi hutan, dari segi lingkungan. Frisa lebih menyorot bagaimana roda perekonomian berputar di Ratatotok karena hasil tambang rakyat.

“Terasa sekali perekonomian di sini hidup. Saya jualan online, itu cepat laku. Karena banyak masyarakat dapat hasil dari tambang,” kata Frisa yang juga punya usaha jasa foto dan video.

“Usaha jasa foto dan video saya saja laris manis. Warga yang punya penghasilan di tambang, kalau memakai jasa saya, mereka tak lagi menawar. Bahkan meski saya patok harga tinggi, mereka langsung ambil,” katanya. (Bersambung)

Baca Bagian 5 atau kembali ke Halaman Utama

Editor: Ronny A. Buol



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
1 Comment
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com