Para terdakwa yang diadili dalam serangan di Brussel tahun 2016 pada hari Rabu (12/4) menceritakan kemarahan yang mereka rasakan atas pengeboman terhadap kelompok Negara Islam (ISIS) oleh koalisi internasional.
Sembilan terdakwa kini diadili atas serangan bom bunuh diri pada 22 Maret 2016, yang diklaim oleh kelompok jihad itu, yang menewaskan 32 orang di bandara Brussel dan kereta bawah tanah di kota itu.
Para penyelidik yakin sel ISIS di balik serangan itu terkait dengan kelompok yang melakukan serangan di Paris pada November 2015, yang menewaskan 130 orang.
Sofien Ayari, yang telah dijatuhi hukuman 30 tahun penjara dalam serangan di Paris, berperang di pihak ISIS pada tahun 2014 sebelum terluka dan dirawat di kota Raqqa, Suriah. Dia mengklaim para pemimpin Barat “tidak mempertimbangkan nyawa manusia” di wilayah ISIS.
Ayari melarikan diri setelah serangan di Paris, tetapi kemudian ditangkap di ibu kota Belgia itu tepat sebelum pengeboman di Brussel.
Terdakwa Salah Abdeslam, satu-satunya anggota unit yang masih hidup yang melakukan serangan di Paris, mengaitkan tindakannya dengan “keputusan bencana” yang diambil oleh kepala koalisi anti-ISIS.
Seperti Ayari, Abdeslam ditahan pada hari serangan di Brussel dan membantah terlibat.
Tersangka lain Bilal El Makhoukhi, seorang mantan petarung ISIS Belgia-Maroko berusia 34 tahun, mengatakan bahwa di Suriah ia telah menghabiskan “saat-saat terbaik dalam hidupnya, meskipun itu sulit.”
Interogasi terhadap para terdakwa akan berlangsung hingga Kamis (13/4) malam. (lt/ss)
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia