bar-merah

G7 Peringatkan Ketidakpastian Global di Tengah Ancaman Krisis Utang AS


Para pemimpin keuangan negara-negara kaya yang tergabung dalam Kelompok Tujuh (Group of Seven/G7) memperingatkan tentang meningkatkan ketidakpastian ekonomi global saat menutup pertemuan yang berlangsung selama tiga hari pada Sabtu (13/5).

Pertemuan itu dibayangi kebuntuan negosiasi kenaikan plafon utang Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan dampak dari invasi Rusia ke Ukraina.

Pertemuan di Kota Niigata, Jepang, berlangsung karena kekhawatiran atas gagal bayar AS memicu ketidakpastian atas prospek global, yang suram akibat inflasi yang sangat tinggi dan kegagalan bank AS.

“Perekonomian global telah menunjukkan ketahanan terhadap berbagai guncangan, termasuk pandemi COVID-19, perang agresi Rusia melawan Ukraina, dan tekanan inflasi terkait,” kata para pemimpin dalam komunike setelah pertemuan.

“Kita harus tetap waspada dan tetap gesit dan fleksibel dalam kebijakan ekonomi makro kita di tengah meningkatnya ketidakpastian tentang prospek ekonomi global.”

Komunike itu tidak menyebut kebuntuan pembicaraan mengenai pagu utang Pemerintah AS, yang melanda pasar saat biaya pinjaman meningkat akibat pengetatan moneter secara agresif oleh bank sentral di AS dan di negara-negara Eropa.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan pada Jumat (12/5) bahwa dia akan bertemu dengan para bankir senior Wall Street pada pekan depan mengenai kemungkinan akan gagal membayar utang untuk pertama kali sejak 1789.

“Jelas, tekanan di ekonomi terbesar dunia itu akan berdampak negatif bagi semua orang,” kata Presiden Bank Dunia, David Malpass, kepada Reuters di sela pertemuan G7 pada hari yang sama.

“Dampaknya akan buruk jika tidak segera diselesaikan.”

Mengenai masalah di sektor perbankan, komunike itu mengatakan para pembuat kebijakan akan menangani “kesenjangan data, pengawasan, dan peraturan dalam sistem perbankan.”

Mereka mempertahankan penilaian yang dibuat pada April bahwa sistem keuangan global “ulet” berkat reformasi peraturan yang dibuat setelah krisis keuangan global pada 2008.

Para bank sentral G7 memperingatkan bahwa inflasi masih akan tetap “tinggi” dan menekankan komitmen terhadap stabilitas harga serta menjaga agar ekspektasi inflasi berlabuh dengan baik, kata komunike tersebut.

China juga menjadi perhatian utama para pemimpin keuangan. Jepang, yang menjadi tuan rumah pertemuan tahun ini, memimpin upaya untuk mendiversifikasi rantai pasokan dan mengurangi ketergantungan dari perekonomian kedua terbesar di dunia.

Para pemimpin keuangan G7 menetapkan akhir tahun sebagai tenggat peluncuran skema baru untuk mendiversifikasi rantai pasokan global.

Berdasarkan skema itu nanti, G7 menawarkan bantuan kepada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah sehingga mereka dapat memainkan peran yang lebih besar dalam rantai pasokan untuk produk-produk terkait energi, seperti dengan memurnikan mineral dan memproses peralatan manufaktur. [ft/ah]

Source link



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat




Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia
TAGGED:
Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com