bar-merah

Gandeng berbagai pihak, BKSDA Sulut gelar diseminasi SRAK Yaki

Diseminasi dokumen SRAK Monyet Hitam Sulawesi yang digelar BKSDA Sulut turut melibatkan berbagai stakeholder hingga ke tingkat pemerintah desa dan masyarakat. (Foto: Zonautara.com/marshal datundugon)

MANADO, ZONAUTARA.COM – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara menggelar diseminasi dokumen Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) atau yang lebih dikenal dengan sebutan yaki, di Aston Hotel Manado, Kamis, 22 Februari 2023.

Dalam kegiatan yang dibuka langsung Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG) Kemen LHK, secara virtual tersebut, BKSDA Sulut turut melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang berkaitan dengan upaya konservasi Monyet Yaki. Sebut saja, Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Balai Taman Nasional Bunaken, GAKKUM, Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulut, SATGAS PPSTL Bitung, Dinas Lingkungan Hidup Bitung, Biro SDA kabupaten/kota se Sulut, BAPPEDA Provinsi Sulut, Sinode GMIM, KPHP, akademisi, NGO, jurnalis, dan sejumlah lurah.

Pemaparan dokumen SRAK Yaki disampaikan oleh Kepala BKSDA Sulut, Askhari Dg. Masikki. Menurut Askhari, kegiatan ini bertujuan untuk menyebarkan informasi tentang adanya dokumen SRAK yang telah disahkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sebagai dokumen nasional, serta terbangunnya sinergi dalam mencapai tujuan di dalam dokumen dimaksud.

“Tujuan kegiatan ini adalah diseminasi dokumen SRAK kepada stakeholder terkait. Kemudian untuk mengetahui perkembangan sejauh mana keterlibatan stakeholder dalam implementasi SRAK. Lalu yang tidak kalah pentingnya adalah menyusun rencana tindak lanjut. Dengan harapan terbangunnya komitmen berkolaborasi antara stakeholder untuk mencapai tujuan konservasi Monyet Yaki,” kata Askhari.

Kepala BKSDA Sulut, Askhari Dg. Masikki memaparkan dokumen SRAK Yaki. (Foto: Zonautara.com/Marshal datundugon)

Dokumen SRAK dilatarbelakangi oleh kondisi monyet Yaki, atau Macaca Nigra yang merupakan salah satu dari 919 jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi di Indonesia. Keberadaan spesies ini tidak hanya menciptakan daya tarik ekowisata yang dapat meningkatkan pendapatan daerah, tetapi secara simultan memberikan manfaat ekologis sebagai indikator kesehatan ekosistem daerah.

Sayangnya, kata Askhari, kehilangan habitat, perburuan dan perdagangan satwa liar ilegal menyebabkan penurunan populasi yang sangat signifikan, sehingga spesies ini berada pada ancaman kepunahan. Kehilangan suatu spesies sebagai entitas ekologi berdampak pada terganggunya kestabilan (rantai makanan) sebuah ekosistem dan terancamnya spesies lain.

“Tidak hanya itu, peran penting monyet yaki yang berkontribusi pada pemulihan hutan dan keberlanjutan lingkungan, serta dampak ekonomi masyarakat, menjadikannya sebagai aset tak ternilai dalam pemeliharaan keanekaragaman hayati dan kekayaan alam Indonesia,” paparnya.

Sementara itu, Yunita Siwi dari Yayasan Selamatkan Yaki juga memaparkan terkait kondisi terkini potensi dan permasalahan dan upaya perlindungan Yaki di Sulawesi Utara. Yunita menyebut, praktik perburuan dan perdagangan yaki masih ada. Hal itu dibuktikan dengan masih kerap ditemukannya daging yaki yang dijual di pasar.

“Sekitar pekan lalu, tim kami sempat menemukan daging yaki dijual di pasar Motoling, Minahasa Selatan. Ini bukti bahwa perburuan yaki masih ada. Meski trennya relatif menurun,” ungkap Yunita Siwi.

FGD tentang update keterlibatan dalam kegiatan konservasi monyet yaki dipandu oleh Dr Johny Tasirin. (Foto: Zonautara.com/Marshal datundugon)

Terkait dokumen SRAK Yaki, pada medio Mei 2013, Yayasan Selamatkan Yaki memfasilitasi BKSDA Sulawesi Utara dalam lokakarya multi-stakeholder yang menghasilkan rencana aksi untuk Macaca nigra. Proses pelaksanaan rencana aksi konservasi tersebut terus berlanjut dan mengalami tahap pengembangan hingga menjadi SRAK Monyet Yaki (Macaca nigra) Tahun 2019 – 2028.

Di sesi ketiga, acara dilanjutkan dengan focus group discussion (FGD) tentang update keterlibatan dalam kegiatan konservasi monyet yaki dari stakeholder terkait. FGD yang dipandu oleh Dr Johny Tasirin terbagi dalam lima kelompok. Masing-masing, kelompok dari LSM, akademisi, masyarakat, BKSDA dan kelompok gabungan dari pemerintah daerah.

Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan dan selanjutnya memaparkan soal apa saja yang sudah dan yang akan dilakukan kedepan oleh stakeholder, berdasakan dokumen SRAK monyet yaki.

Di sisi lain, Johny Tasirin yang juga merupakan akademisi sekaligus pakar konservasi dari Unsrat Manado itu menyebut, pihaknya bersama mahasiswa Fakultas Kehutanan Unsrat pernah melakukan penelitian soal monyet yaki. Mulai dari konflik antara manusia dan yaki yang masuk di kawasan perkebunan warga. Perburuan dan perdagangan satwa liar termasuk yaki.

“Nah kedepan, kami di Unsrat akan mencoba membuat database tentang yaki. Jadi begitu orang cari informasi soal yaki maka semua ada di database itu. Semua informasi, baik sosial sains maupun citizen science. Termasuk warga bisa turut berkontribusi dalam memberikan berbagai informasi tentang yaki lewat database,” pungkas Dr Johny Tasirin.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com