ZONAUTARA.com – Peringati Word Wildlife Day 2024, atau Hari Satwa Liar se-Dunia, Program Selamatkan Yaki melakukan pelepasliaran 16 individu chick maleo (Macrocephalon maleo), Jumat, 15 Maret 2024. Chick atau anak maleo yang baru menetas yang dilepasliarkan tersebut, berasal dari Sanctuary Maleo Tambun dan Pusian.
Pelepasliaran terlaksana atas kerjasama Program Selamatkan Yaki dengan Project Combatting Illegal Wildlife Trade, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, United Nations Development Program (UNDP) Indonesia, Global Environment Facility (GEF) dan Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (BTNBNW).
Kegiatan yang diikuti oleh anak-anak muda sekitar kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), terdiri atas siswa-siswi SMK Negeri 2 Dumoga, SMK Kristen Dumoga di Pinompiaan, perwakilan mahasiswa, Perempuan Inspiratif Mitra Polhut, Duta Yaki dari Manado, serta beberapa pemuda gereja yang ada di Dumoga ini, diawali dengan sosialisasi penyadartahuan terhadap berbagai satwa liar, terutama yang dilindungi yang berada di kawasan TNBNW kepada para peserta di ruang pusat informasi Sanctuary Maleo Tambun.
Dalam sambutannya, Kepala Balai TNBNW, Anis Suratin, yang turut hadir, mengatakan, “penting bagi peserta yang notabene merupakan generasi Z, yang memiliki semangat lebih tinggi, untuk tetap melakukan aksi lokal terutama dalam melindungi satwa liar di sekitar taman nasional, meski sudah berfikir global.”
“Sebagai generasi muda yang lebih mandiri karena lebih cepat menerima informasi dari media sosial, adik-adik harus tetap melakukan aksi-aksi di sekitar Dumoga, di Bolaang Mongondow ini. Mungkin adik-adik belum tahu apa saja isi atau yang kita miliki di Taman Nasional Bogani Wartabone, namun paling tidak bisa mulai mendengar dan memahami dulu,” kata Anis.
Menurutnya, penting bagi peserta untuk mengetahui apa saja satwa liar yang ada di sekitar mereka, dan apa sebenarnya fungsi satwa liar terhadap kehidupan terutama satwa-satwa endemik Sulut.
“Tidak hanya yaki, tapi ada babirusa, anoa, dan burung maleo yang akan kita lepasliarkan nanti, akan kita kembalikan ke habitat. Selain itu, tentu ada banyak sekali liar satwa lainnya, yang unik dan memiliki keistimewaannya,” jelas Anis.
Terpisah, Programme Supervisor Program Selamatkan Yaki, Yunita Siwi mengungkap jika saat ini pihaknya mulai berkolaborasi untuk menaruh perhatian terhadap satwa lain selain yaki, demi mempertahankan ekosistem dan kekayaan Sulawesi Utara (Sulut). Sehingga, dalam rangka Word Wildlife Day pihaknya mencoba mendorong anak muda untuk ikut berperan.
“Ini baru pengenalan tentang maleo dan TNBNW, salah satu kawasan terbaik bagi habitat satwa liar di semenanjung Sulawesi bagian utara. Hutan di kawasan ini juga menjadi lokasi yang cocok bagi pelepasliaran satwa liar yang secara asal, genetik, dan kebutuhan habitat. Pelepasliaran maleo merupakan salah satu upaya pemulihan populasi,” jelas Yunita.
Yunita berharap, dengan kegiatan ini para anak muda yang ada di sekitar TNBNW bisa lebih mengenal satwa khas atau endemik di daerah mereka, dan timbul rasa bangga dan rasa memiliki sehingga para anak muda mulai menghindari kegiatan-kegiatan yang merusak lingkungan.
“Walau mungkin mereka bukan pelaku perusak lingkungan, tapi setidaknya mereka bisa memberikan informasi kepada keluarga terdekat, atau teman-teman yang berkegiatan di sekitar TNBNW, agar ancaman baik untuk habitat atau isinya bisa berkurang,” ujar Yunita.
Sementara itu, salah satu peserta, Issabel Mokoagow, siswi kelas X SMKN 2 Dumoga, mengaku senang bisa berkesempatan mengikuti kegiatan. Sebab menurutnya tak hanya seru, kegiatan ini dapat membuatnya terinspirasi untuk bisa menjaga dan merawat alam sekitar termasuk hewan di sekitarnya.
“Saya belum pernah melihat maleo sebelumnya, jadi ketika pertama melihatnya saya senang, maleo begitu istimewa dan unik. Semoga saya bisa kembali untuk melihat perkembangan burung maleo.
Sebagai anak muda Sulut yang tinggal di dataran Dumoga, Issabel mengaku mulai sadar jika ia dan anak muda lainnya memegang peranan kunci dalam upaya melindungi satwa liar. Hal ini disadari betul oleh Program Selamatkan Yaki.
“Mereka bukan hanya menjadi sumber daya masa depan, melainkan juga menjadi kekuatan perubahan yang dapat membawa dampak positif dalam pelestarian lingkungan,” kata Yunita.
Sebagaimana yang diungkap Yunita, Program Selamatkan Yaki tidak hanya memberi perhatian terhadap yaki dan (saat ini) maleo, tetapi juga satwa lain. Satwa-satwa liar di Sulut khususnya yang endemik.
“Kalau yang sekarang sasarannya anak muda, tetapi sebenarnya kita juga ada kegiatan dengan pemburu, dengan religius leader di mana kami melibatkan tokoh-tokoh ulama dan pendeta dalam rangka penyadartahuan. Jadi memang untuk Program Selamatkan Yaki, kami fokus di penyadartahuan.