bar-merah

Pemimpin Taiwan Tegaskan China Tidak Berhak Menghukum Negara Itu

Presiden Taiwan, Lai Ching-te, Senin (24/6), mengatakan China “tidak memiliki hak untuk menghukum” rakyat negara itu, atas pandangan atau pembelaan mereka. Pernyataan itu disampaikan setelah China memperingatkan bahwa pendukung “garis keras” kemerdekaan negara pulau itu, bisa menghadapi hukuman mati.

China mengklaim Taiwan yang demokratis sebagai bagian dari wilayahnya, dan menolak mengesampingkan penggunaan kekuataan untuk membawa negara itu berada di bawah kendali mereka.

China juga telah meningkatkan tekanan terhadap Taiwan dalam beberapa tahun terakhir, dan menggelar latihan militer di sekitar pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu, hanya beberapa hari setelah pelantikan Lai bulan lalu.

Pemimpin Taiwan Tegaskan China Tidak Berhak Menghukum Negara Itu

Pada Jumat, China mempublikasikan pedoman peradilan baru yang memasukkan hukuman mati untuk kasus-kasus “sangat serius” yang melibatkan para pendukung “garis keras” kemerdekaan Taiwan, demikian laporan media pemerintah.

Ketika diminta untuk berkomentar atas pedoman itu, Lai mengatakan: “Saya ingin menekankan bahwa demokrasi bukanlah sumber kejahatan. Otokrasi adalah kejahatan.”

“China tidak memiliki hak untuk menghukum rakyat Taiwan, hanya karena apa yang mereka bela. China tidak memiliki hak untuk melakukan tuntutan lintas batas terhadap rakyat Taiwan,” kata dia.

Lai memperingatkan bahwa hubungan antara dua pihak itu akan menjadi “semakin terasing” jika China tidak “menghadapi eksistensi dari Republik China, yang merupakan nama resmi Taiwan, dan menyelenggarakan pertukaran serta dialog dengan pemerintah Taiwan yang dipilih secara demokratis dan sah.

“Ini adalah cara yang benar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di kedua negara” di selat Taiwan, kata dia.

Partai Progresif Demokratik pimpinan Lai telah lama menegaskan kedaulatan Taiwan, dan China tidak melakukan komunikasi tingkat tinggi dengan Taiwan sejak 2016, ketika pendahulu Lai, yaitu Tsai Ing-wen berkuasa.

China telah menyebut Lai sebagai seorang “separatis yang berbahaya” dan mengecam pidato pelantikannya sebagai sebuah “pengakuan kedaulatan Taiwan”.

Dalam pidatonya itu, Lai mengisyaratkan sebuah keterbukaan untuk melanjutkan dialog dengan China, mendesak kedua belah pihak meningkatkan pertukaran.

Meski begitu, China nampaknya menolak tawaran itu.

China terus mempertahankan kehadiran kapal-kapal angkatan laut dan pesawat tempur mereka di sekitar pulau itu, dan militer Taiwan mengatakan pada Senin bahwa 23 pesawat tempur China serta tujuh kapal angkatan lautnya telah dideteksi dalam 24 jam terakhir. [ns/ab]

Selengkapnya baca di VOA



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat




Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia
TAGGED:
Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com