Mahkamah Internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (19/7) menegaskan bahwa pendudukan Israel atas wilayah dan permukiman Palestina adalah ilegal. Mereka mendesak agar tindakan tersebut segera dihentikan, berdasarkan temuan terkuat mengenai konflik Israel-Palestina.
Pendapat yang dikeluarkan oleh para hakim di Mahkamah Internasional (ICJ), yang sering disebut sebagai Pengadilan Dunia, tidak bersifat mengikat. Namun, pendapat tersebut memiliki bobot hukum internasional dan berpotensi mengurangi dukungan terhadap Israel.
“Pemukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, serta rezim yang terkait dengannya, telah dibangun dan dipertahankan dengan melanggar hukum internasional,” ungkap Presiden Nawaf Salam saat membacakan temuan panel yang terdiri dari 15 hakim.
Pengadilan mengatakan kewajiban Israel termasuk membayar ganti rugi atas kerugian dan “evakuasi semua pemukim dari permukiman yang ada.”
Dengan cepat, Kementerian Luar Negeri Israel menolak pendapat tersebut. Mereka menyebutnya keputusan itu “salah secara mendasar” dan sepihak. Mereka menegaskan kembali bahwa solusi politik di kawasan hanya dapat dicapai melalui negosiasi.
“Bangsa Yahudi tidak bisa menjadi penjajah di tanahnya sendiri,” kata kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah pernyataan.
Pendapat tersebut juga memicu kemarahan di kalangan pemukim Tepi Barat dan politisi seperti Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang partai keagamaan nasionalisnya memiliki kedekatan dengan gerakan pemukim dan tinggal di pemukiman Tepi Barat.
“Jawaban untuk Den Haag – Kedaulatan sekarang,” ujarnya dalam sebuah unggahan di platform media sosial X, yang tampaknya merupakan seruan untuk secara resmi mencaplok wilayah Tepi Barat.
Israel Gantz, Ketua Dewan Regional Binyamin, salah satu dewan pemukim terbesar, mengatakan pendapat ICJ “bertentangan dengan Alkitab, moralitas dan hukum internasional.”
Tanpa Keterlibatan
Pendapat ICJ juga menegaskan bahwa Dewan Keamanan PBB, Majelis Umum, dan seluruh negara memiliki kewajiban untuk tidak menganggap pendudukan itu sah. Mereka juga diharapkan tidak memberikan “bantuan atau dukungan” untuk mempertahankan keberadaan Israel di wilayah yang diduduki.
Amerika Serikat adalah sekutu dan pendukung militer terbesar Israel.
Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut pendapat tersebut “bersejarah” dan mendesak negara-negara untuk mematuhinya.
“Tidak ada bantuan. Tidak ada dukungan. Tidak ada keterlibatan. Tidak ada uang, tidak ada senjata, tidak ada perdagangan… tidak ada tindakan apa pun untuk mendukung pendudukan ilegal Israel,” kata utusan Palestina Riyad al-Maliki di luar pengadilan di Den Haag.
Kasus ini bermula dari permintaan pendapat hukum dari Majelis Umum PBB pada 2022, sebelum perang di Gaza yang dimulai pada bulan Oktober.
Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur – wilayah bersejarah Palestina yang diinginkan Palestina untuk dijadikan negara – dalam Perang Timur Tengah 1967. Sejak saat itu, Israel membangun permukiman di Tepi Barat dan terus memperluasnya.
Para pemimpin Israel berpendapat bahwa wilayah tersebut tidak dianggap sebagai pendudukan secara hukum karena berada dalam status sengketa. Namun, PBB dan sebagian besar komunitas internasional menganggap wilayah tersebut sebagai wilayah yang diduduki.
Pada Februari, lebih dari 50 negara menyampaikan pandangan mereka di hadapan pengadilan, sementara perwakilan Palestina meminta pengadilan untuk memutuskan agar Israel menarik diri dari seluruh wilayah yang diduduki dan membongkar pemukiman ilegal.
Israel hadir berpartisipasi dalam sidang tatap muka langsung, tetapi mengajukan pernyataan tertulis yang memberitahu pengadilan bahwa mengeluarkan pendapat nasihat akan “merugikan” upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Mayoritas negara yang berpartisipasi meminta pengadilan untuk menyatakan bahwa pendudukan tersebut ilegal, sementara beberapa negara, termasuk Kanada dan Inggris, berpendapat bahwa pengadilan harus menolak untuk memberikan pendapat nasihat.
Amerika Serikat meminta pengadilan untuk tidak memerintahkan penarikan pasukan Israel tanpa syarat dari wilayah Palestina.
AS berpandangan bahwa pengadilan tidak boleh mengeluarkan keputusan yang dapat merugikan perundingan menuju solusi dua negara berdasarkan prinsip “tanah untuk perdamaian”.
Pada 2004, ICJ mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa tembok pemisah Israel di sekitar sebagian besar Tepi Barat adalah ilegal. Mereka mengatakan pemukiman Israel didirikan dengan melanggar hukum internasional. Israel menolak putusan tersebut. [ah/ft]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia