Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tiba di Washington pada Senin (22/7) malam, sehari setelah Presiden Joe Biden mengumumkan ia mengundurkan diri dari pencapresannya. Keputusan Biden itu semakin menambah ketidakpastian pada hubungan AS-Israel dalam momen penting terkait perang di Gaza.
Dengan tidak tercapainya gencatan senjata, banyak yang mempertanyakan waktu kunjungan Netanyahu ketika diumumkan pada Juni lalu. Kini, dengan adanya perubahan dalam situasi politik Amerika Serikat, pemimpin Israel itu hendak meletakkan dasar bagi pemerintahan Amerika berikutnya.
Seorang pejabat AS mengatakan Biden dan Netanyahu dijadwalkan bertemu pada Kamis (25/7) di Gedung Putih.
“Saya akan mengupayakan dukungan bipartisan yang sangat penting bagi Israel,” kata Netanyahu ketika meninggalkan Israel. “Saya akan memberitahu sahabat saya di kedua partai bahwa siapa pun yang dipilih warga Amerika sebagai presiden berikutnya, Israel tetap menjadi sekutu kuat Amerika yang sangat diperlukan di Timur Tengah.”
Meski secara terbuka Netanyahu ingin tampil netral dalam pertarungan antara kandidat calon presiden dari Partai Demokrat, Wakil Presiden Kamala Harris, dan calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump, tidak diragukan siapa yang didukung Netanyahu, kata Jonathan Rynhold, kepala Departemen Studi Politik dari Universitas Bar-Ilan Israel.
“Partai Republik pada umumnya lebih mendukung agenda keamanan Israel,” katanya kepada VOA. “Mereka lebih menerima pemerintahan sayap kanan Israel dan kebijakannya terhadap Palestina.”
Hal itu terlihat semasa pemerintahan Presiden Trump. Kebijakan pemerintahannya yang pro-Israel “sangat luar biasa” dan “menimbulkan dampak positif” bagi negara itu, kata mantan perunding AS untuk Timur Tengah, Aaron David Miller, yang kini menjadi rekan senior di Carnegie Endowment for International Peace.
Trump menjadi perantara Kesepakatan Abraham yang menormalisasi hubungan diplomatik Israel dengan beberapa negara Arab tetangganya yaitu Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko. Trump juga memindahkan kantor kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui pencaplokan wilayah dataran tinggi Golan.
Dalam kunjungannya kali ini, Netanyahu tengah berupaya untuk bertemu dengan Trump, sebagai bagian untuk menghentikan klaim yang menyebutkan bahwa hubungan keduanya menegang, ujar Nimrod Goren, rekan senior untuk Urusan Israel di Middle East Institute.
Hubungan Trump dan Netanyahu memburuk setelah perdana menteri Israel itu mengucapkan selamat kepada Biden atas kemenangannya pada pemilu 2020. Mantan presiden AS itu juga telah memperingatkan Israel untuk “kembali pada perdamaian dan berhenti membunuh orang-orang.”
Tim kampanye Trump belum merespons permintaan konfirmasi dari VOA terkait permintaan Netanyahu untuk menggelar pertemuan. [ps/ka/rs]
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat
Artikel ini terbit atas kerjasama afiliasi Zonautara.com dengan Voice of America (VOA) Indonesia