ZONAUTARA.com – Kasus perdagangan anak di bawah umur terkuak di Kota Kotamobagu, setelah Satuan Resmob Polres Kotamobagu melakukan penggerebekan di sebuah hotel di Kotamobagu, My Hotel, Rabu (31/7/2024).
Dalam operasi tersebut, polisi menemukan tiga anak di bawah umur bersama Surti, seorang lelaki yang menyamar sebagai supir bentor (becak motor) dan diduga berperan sebagai mucikari.
Ketiga anak tersebut masih berstatus pelajar SMP dan mengaku sering melayani pelanggan yang diatur oleh Surti.
Mereka juga melaporkan sering mendapat tekanan dari Surti jika setoran tidak sesuai. Saat ini, Surti dan ketiga anak tersebut masih dalam proses penyelidikan awal di Polres Kotamobagu.
“Karena baru tiba, maka kami baru akan mempersiapkan pemeriksaan,” ujar Penyidik TPA Polres Kotamobagu, Yani Maringka, Rabu (31/7).
Merespon kasus tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kotamobagu, Sofyan Mokoginta, mengatakan, Pemkot akan segera mengadakan rapat koordinasi dengan dinas-dinas terkait untuk menangani permasalahan ini.
“Dengan adanya laporan ini, hal pertama yang akan kami lakukan adalah segera melaksanakan rapat bersama OPD-OPD terkait untuk menindaklanjuti. Kami juga akan melakukan razia serta meninjau perizinan hotel ataupun penginapan yang diduga menjadi tempat transaksi penjualan anak di bawah umur tersebut. Jika terbukti, akan ada tindakan tegas,” tegas Sofyan.
Sebagai langkah pencegahan, Pemkot Kotamobagu berencana mengeluarkan surat edaran untuk mencegah anak di bawah umur menginap di hotel tanpa pengawasan orang tua.
“Nantinya, kami akan membuat edaran di setiap hotel maupun penginapan untuk melarang anak di bawah umur menginap sendiri atau bersama teman-teman tanpa orang tua. Hal ini untuk meminimalisir terjadinya perdagangan anak di bawah umur serta hal-hal negatif lainnya,” jelas Sofyan.
Selain itu, Pemkot juga akan menghimbau pemerintah kecamatan, desa, dan kelurahan untuk mensosialisasikan bahaya perdagangan anak serta pentingnya pengawasan orang tua terhadap anak-anak mereka.
“Terkait dengan hal ini, kami mengimbau kepada pemerintah setempat mulai dari camat, sangadi, dan lurah untuk mensosialisasikan tentang trafficking dan memberikan edukasi kepada keluarga tentang bagaimana menjaga anak-anak mereka, terutama yang sudah putus sekolah,” tutupnya.
Sedangkan, saat ditemui ZONAUTARA.com pada 1 Agustus 2024, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Sarida Mokoginta mengaku baru mengetahui prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur ini. Ia mengatakan terlalu dini jika menyebut kasus tersebut sebagai perdagangan orang.
“Torang juga ndak bisa bilang bahwa dorang juga itu penjual atau pembeli (Kita belum bisa mengatakan bahwa mereka penjual atau pembeli). Sekarang kami sedang koordinasi dengan Polres untuk mendalami kasus ini seperti apa, yang jelas data ketiga anak tersebut beserta satu orang yang ditahan sudah ada,” jelas Sarida.
Sarida mengatakan bahwa DP3A UPTD-PPA Kotamobagu akan mendampingi apabila ada korban, terutama yang di bawah umur.
Menanggapi kejadian ini, Nurhasanah dari LSM Swara Parangpuang Sulawesi Utara angkat bicara. Menurutnya, kasus prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur sudah jelas adalah tindakan yang salah dan tidak bisa dibenarkan apapun alasannya.
“Kita tahu, bahkan di UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPO) yang mengatur tentang penanganan, pencegahan, dan pemberantasan perdagangan orang, yakni UU No. 21 Tahun 2007, ada tiga unsur termasuk persetujuan, tapi untuk anak di bawah umur tentu berbeda,” jelas Nurhasanah, Jumat, (2/8) saat dihubungi Zonautara.com.
Nurhasanah mengatakan, dalam konteks perdagangan orang, persetujuan atau consent dari anak-anak tidak dianggap sah karena anak-anak belum memiliki kapasitas hukum atau pemahaman yang memadai untuk mengetahui dan mengevaluasi konsekuensi dari apa yang mereka setujui.
Dalam hukum internasional dan banyak yurisdiksi nasional, anak-anak dianggap sebagai individu yang memerlukan perlindungan khusus karena keterbatasan usia dan perkembangan kognitif mereka.
“Oleh karena itu, dalam kasus perdagangan orang yang melibatkan anak-anak, setiap bentuk persetujuan yang diberikan oleh anak tersebut tidak diakui. Perlindungan terhadap anak-anak dalam hal ini sangat ketat, dan siapa pun yang terlibat dalam eksploitasi atau perdagangan anak akan dikenai hukuman berat tanpa memandang adanya persetujuan dari anak tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak dan protokol-protokol tambahan lainnya yang bertujuan untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi dan kekerasan,” kata Nurhasanah.
Ia berharap agar kasus seperti ini tidak ada lagi, dan Pemerintah Kotamobagu dalam upaya menangani dan mencegah kasus perdagangan anak, tidak hanya sebatas retorika, dan juga melibatkan masyarakat terutama media.
“Programnya harus nyata, misalnya pendidikan, di sekolah harus apa? harus bagaimana?. Semua pihak yang terkait, merumuskan tupoksi kerja serta libatkan unsur lapisan masyarakat. Sebab tindak pidana perdagangan orang, terutama pada anak-anak itu kompleks dan tidak bisa dilihat dari satu sisi saja,” kata Nurhasanah.