RSUD Kotamobagu dituding tidak mampu memberikan pelayanan penyediaan obat secara maksimal kepada peserta BPJS Mandiri. Pasien sering diminta menebus resep obat di apotek pelengkap dan harus membayar lebih dulu, bahkan harus menitipkan ponsel sebagai jaminan.
ZONAUTARA.com – Ketidakrelaan terpancar dari wajah Gunawan Paputungan. Warga Kecamatan Kotamobagu Selatan ini terpaksa harus menitipkan ponsel di apotek pelengkap yang ada di RSUD Kota Kotamobagu. Gunawan menceritakan, pukul 00.30 tanggal 2 Januari 2025, dirinya diminta menebus obat untuk istrinya, Inarli Daun, yang sedang dirawat inap di ruangan isolasi di RSUD Kotamobagu.
Istrinya masuk rumah sakit pada 29 Desember 2024 dengan fasilitas pasien BPJS Kesehatan Mandiri kelas 3. Saat itu Gunawan tidak memegang uang. Oleh petugas apotek pelengkap dia diminta membayar tunai. Ia memelas diberi keringanan untuk membayar resep pada pagi hari, karena tidak ada orang lain saat itu selain dirinya.
“Saya sudah bermohon kiranya ada kebijakan. Sebab, istri saya harus mendapatkan obatnya. Saya bolak-balik minta tolong, apakah bisa uangnya nanti pagi. Sudah larut malam dan keluarga saya semua ada di rumah,” kata Gunawan, saat ditemui Zonautara.com, Kamis (2/1/ 2025).
Gunawan beradu argumen dengan petugas apotek. Dia bersikeras sebagai pasien BPJS Kesehatan, semestinya dia mendapatkan obat tanpa harus membayar. Dia baru bisa menebus resep ketika dia menitipkan ponselnya sebagai jaminan, dan mengancam akan mengadukan kejadian tersebut ke media massa.
“Mereka tidak ada rasa kemanusiaan sama sekali. Nanti saya berteriak-teriak dan mengancam akan melaporkan ini ke media, baru kemudian saya mendapat obatnya,” keluh Gunawan.
Karena bersitegang tersebut, istri Gunawan baru bisa mendapatkan obat pada pukul 04.00 dini hari. Sebagai peserta BPJS Kesehatan Mandiri, ia dan istrinya merasa terzalimi. Ia mempertanyakan haknya sebagai peserta jaminan kesehatan nasional, sebab ia merasa telah memenuhi kewajibannya. Tak hanya dirinya, Gunawan melihat juga banyak pasien BPJS yang dirawat segedung dengan istrinya, mengeluhkan hal serupa.
“Syukur kalau ada uang di tangan, kalau tidak ada bagaimana? Meski pihak rumah sakit bisa mengembalikan uang kita, tapi itu tetap memberatkan,” keluh salah satu keluarga pasien lainnya, yang sempat ditanyai Zonautara.com saat berkunjung ke RSUD Kotamobagu.
Rumah Sakit harus menyediakan obat
Apa yang dialami Gunawan dan dikeluhkan pasien BPJS Kesehatan lainnya di RSUD Kota Kotamobagu, cukup mengejutkan pihak BPJS Kota Kotamobagu. Saat ditemui Zonautara.com di kantornya, Rabu (8/1/2025), Kepala BPJS Kesehatan Kota Kotamobagu, Raegen Richard Polii, menjelaskan bahwa sebagai pelaksana program jaminan kesehatan, pihak mitra dalam hal ini RSUD Kota Kotamobagu seharusnya tahu jika jaminan BPJS Kesehatan itu meliputi semuanya yakni meliputi pelayanan, obat, konsultasi, termasuk ruangan.
“Misalnya, satu resources patient yang digunakan untuk melayani pasien itu sampai dengan dinyatakan sembuh pulang, termasuk obat, itu sudah semua ditanggung BPJS,” jelas Reagen.
Reagen mengaku tidak tahu menahu terkait persoalan tersebut. Padahal menurutnya, pihak BPJS memiliki petugas pelayanan pemberi informasi di setiap rumah sakit mitra, termasuk poster yang menyertakan nomor telepon yang bisa dihubungi. Selain itu, BPJS Kesehatan juga memiliki layanan administrasi yang bisa diakses via WhatsApp yang bernama PANDAWA (Pelayanan Administrasi Melalui WhatsApp).
Dirinya juga menekankan, semestinya, jika terjadi kekosongan obat di apotek rumah sakit, adalah kewajiban rumah sakit untuk mencari obat, dan bukan pasien dengan status BPJS aktif. Dia berjanji, pihaknya akan mencari tahu kronologi kejadian ini.
“Mekanismenya, bukan pasien yang mencari obat, atau mengambilnya dari mana dulu, bukan seperti itu. Secepatnya akan kami tindak lanjuti ke rumah sakit, dalam hal ini pihak managemen rumah sakit, apakah itu direktur-kah atau tata usaha,” kata Raegen.
Pihaknya juga menegaskan bahwa pihak BPJS selalu melakukan evaluasi ke mitra, termasuk ke RSUD Kota Kotamobagu. Evaluasi UR (utilization review) atau metode untuk menjamin mutu pelayanan di rumah sakit dengan mengevaluasi perawatan pasien.
“Di sana kami tampilkan potret pelayanan rumah sakit, apa saja diagnosa yang tinggi, termasuk hal-hal seperti kasus ini. Atau misal, ada kunjungan pasien selama empat kali dalam seminggu, padahal ada ketentuan jika seminggu hanya boleh sekali kunjungan. Jadi, jika mitra tidak melakukan pelayanan sesuai prosedur, kami memiliki mekanisme evaluasi,” jelasnya.
Hal yang sama ditegaskan oleh Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar. Timboel yang dihubungi Zonautara.com pada Jumat (10/1/2025) menjelaskan bahwa hak pasien BPJS Kesehatan harus dipenuhi oleh mitra BPJS.
“JKN menjamin obat dan seharusnya disediakan di apotek rumah sakit. Tapi kalau memang tidak ada maka diarahkan ke apotek di luar rumah sakit. Apotek rumah sakit seperti Kimia Farma sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, sehingga apotek hanya menerima resep tanpa meminta bayaran apalagi menahan handphone. Itu tidak benar menahan handphone pasien,” tegas Timboel melalui pesan WhatsApp.
Timboel menyarankan, jika ada peserta BPJS Kesehatan yang mengalami kendala dalam hal pelayanan di rumah sakit dapat melapor ke BPJS SATU yang ada di rumah sakit.
Klarifikasi apotek pelengkap
Ditemui pada Kamis (2/1/2025), pihak Apotek Kimia Farma Pelengkap RSUD Kotamobagu yang menahan ponsel Gunawan sebagai jaminan tebusan resep, mengakui bahwa mekanisme pengambilan obat pasien BPJS tidak seperti sekarang yang harus bayar di depan. Menurut mereka aturan itu baru berlaku sejak Agustus 2024.
“Sebelumnya tidak begini, rumah sakit ada utang (pada apotek),” kata Devita Kurniasari, salah satu petugas jaga di Apotek Kimia Farma Pelengkap RSUD Kotamobagu, Kamis (2/12025).
Sementara itu, Penanggung Jawab Pelayanan Apotek Kimia Farma Pelengkap RSUD Kotamobagu, Fazrul Amin Utama, yang ditemui pada waktu yang sama mengatakan, sebenarnya tidak ada masalah menjaminkan ponsel. Menurutnya, mungkin pasien yang meminta kebijakan.
“Hanya saja teman-teman di sini mungkin bingung, karena sebenarnya tidak ada jaminan,” kata Fazrul.
Fazrul tidak mau berkomentar lebih, sebab dirinya hanya sebatas penanggung jawab pelayanan.
“Yang berhubungan itu antara pusat dan pihak rumah sakit, kami tahunya hanya mengikuti perintah. Yang pasti arahnya ke utang, tapi lebih dalam saya tidak bisa berkomentar mungkin tanya ke pihak manajemen RSUD. Kaitan dengan kebijakan pasti kami ada batasan juga, tapi mungkin itu langsung dari pihak atasan kami di Manado dengan pihak RSUD,” jelas Fazrul.
Fazrul juga menjelaskan jika dirinya sedang tidak berada di apotek saat Gunawan memohon hingga sampai menitipkan ponsel.
Namun bagi Gunawan ia tidak mau tahu persoalan yang terjadi antara pihak RSUD Kotamobagu dengan apotek pelengkap. Yang ia tahu, bahwa sebagai pasien BPJS Kesehatan istrinya harus mendapatkan pelayanan dan obat, tidak dipersulit seperti ini.
“Kan itu telah menjadi hak kami. Kami susah payah membayar kewajiban kami secara mandiri, tapi pelayanan yang kami dapat justru seperti ini. Seandainya istri saya terlambat dapat obat dan terjadi sesuatu, apakah para pihak ini tidak berpikir? Tidak ada hati nurani,” keluh Gunawan.
Pasien harus mendapat haknya
Saat ini, meski ponsel Gunawan telah dikembalikan pihak apotek pelengkap dan istrinya sudah dibolehkan pulang ke rumah, namun ia masih menyimpan kesedihan dan tak habis pikir. Ia terbayang nasib pasien BPJS lain yang tidak memiliki keberanian seperti dirinya. Banyak sekali keluhan pasien lain yang ia dengar saat menemani istri di RSUD.
“Untung keluarga saya masih di Kotamobagu. Dan saya masih sedikit paham. Tapi bagaimana dengan orang-orang yang tidak paham dan tidak berani bertanya. Tidak semua orang yang datang ke rumah sakit pegang uang, kasihan,” ujar Gunawan.
Hingga berita ini ditayangkan, apa yang dialami oleh Gunawan belum mendapat tanggapan dari pejabat RSUD Kota Kotamobagu. Saat Zonautara.com berkunjung, Direktur RSUD Kotamobagu, Fernando Mongkau, sedang tidak berada di tempat. Zonautara.com berusaha menghubunginya lewat aplikasi perpesanan, pada Kamis (9/12025). Meski pesan terkirim dengan status centang dua, tapi Fernando enggan merespon.
Namun Kepala Seksi Pelayanan Medis RSUD Kotamobagu, dr. Angel Yecylia yang berhasil ditemui Zonautara.com sebelum menghubungi Direktur RSUD, berharap, apapun masalah yang terjadi bisa segera selesai. Ia juga setuju dan membenarkan pernyataan Kepala BPJS Ksehatan Kotamobagu, bahwa jika terjadi kekosongan obat, sudah seharusnya pihak rumah sakitlah, sebagai mitra, yang menyediakan atau melakukan pengadaan obat tersebut. Bukan meminta pasien BPJS untuk mencarinya di luar, sekalipun itu di apotek pelengkap.
Di sisi lain, Kepala BPJS Kesehatan Kotamobagu, Raegen Richard Polii, mengimbau peserta BPJS Kesehatan mandiri untuk membayar iuran secara rutin. Bayar di bawah tanggal 10 bulan berjalan untuk mencegah risiko terkena denda atau terjadi kendala di rumah sakit karena kartu tidak aktif.
Tak hanya itu, Reagen juga berharap, agar mitra BPJS Kesehatan dalam hal ini rumah sakit, harus memberikan pelayanan terbaik.
“Kami hanya lembaga keuangan yang ditugaskan untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan nasional, berharap fasilitas kesehatan bekerja sama dengan baik. Tentu melakukan pelayanan yang bermutu, jangan beda-bedakan peserta. Mau peserta mandiri atau tanggungan pemerintah harus dilayani sama, jangan ada perbedaan,” imbaunya.
Dengan demikian, Raegen berharap, semua pasien BPJS bisa mendapatkan haknya sebagaimana mestinya, seperti apa yang selama ini menjadi keinginan Gunawan dan pasien-pasien BPJS Kesehatan lainnya.