Stella Christie soroti ketakutan masyarakat dikalahkan AI, ungkap 4 fakta unik kecerdasan buatan

David Sumilat
Penulis: David Sumilat Editor: david
Wamen Dikti Stella Christie (kanan) saat bersama CEO NVIDIA, Jensen Huang. (Instagram.com/@prof.stellachristie)

ZONAUTARA.com – Belakangan ini, muncul kekhawatiran yang meluas di kalangan masyarakat mengenai dampak perkembangan teknologi terhadap sumber daya manusia (SDM).

Banyak orang mulai mempertanyakan apakah peran mereka dalam dunia kerja akan tergantikan oleh inovasi teknologi.

Bahkan, ada yang merasa takut bahwa kehidupan mereka di masa depan akan dikendalikan sepenuhnya oleh teknologi.

Kekhawatiran ini tidaklah tanpa dasar. Dalam berbagai bidang pekerjaan, kita sudah menyaksikan bagaimana teknologi mampu mengambil alih tugas-tugas yang sebelumnya hanya dapat dilakukan oleh manusia.

Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar: apakah manusia akan kalah bersaing dengan mesin?

Perubahan besar dalam dunia kerja mulai terlihat dengan kemunculan teknologi otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), dan robotika.

Teknologi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga secara signifikan mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia di beberapa sektor.

Advertisment:

Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi (Wamen Dikti) bidang Sains dan Teknologi, mengungkapkan pandangannya dalam sebuah siniar YouTube Kick Andy pada 5 Januari 2025.

Ia menyoroti bahwa percepatan teknologi saat ini memang menunjukkan realitas yang tidak terhindarkan: manusia semakin tertinggal dalam beberapa aspek tertentu dibandingkan teknologi.

Lantas, apa saja hal yang disoroti Wamen Dikti itu terkait kekhawatiran masyarakat dalam dunia teknologi masa kini yang berkembang pesat? Berikut ini ulasan selengkapnya.

1. AI Jauh Lebih ‘Ingat’ daripada Manusia

Dalam kesempatan yang sama, Stella memberi contoh tentang keberadaan artificial intelligence (AI) dalam bidang teknologi.

“Sebenarnya, melihat keadaan sekarang dalam beberapa bidang kita (manusia) sudah kalah (dengan teknologi),” tuturnya.

Wamen Dikti RI itu menyebut salah satunya tentang AI yang memiliki kemampuan lebih ketimbang manusia dalam hal memori atau ingatan.

“Misalnya, kalau kita lihat tentang memori atau ingatan tentu saja AI dan teknologi jauh lebih ingat daripada manusia yang sering lupa,” tuturnya.

2. Tabungan Pengetahuan Manusia Terbatas

Stella menjelaskan manusia memiliki kemampuan terbatas dalam mengumpulkan pengetahuannya dalam berbagai bidang kehidupan.

Sementara teknologi yang kini telah berkembang pesat, mampu ‘menabung’ pengetahuan manusia itu untuk memudahkan mereka melihat kembali hal-hal yang sebelumnya telah terjadi.

“Kita lihat ‘tabungan’ pengetahuan atau repository knowledge,” ujar Stella.

“Apa yang ada di otak kita, karena kita acapkali lupa dan tidak ingat semua hal, itu lebih terbatas secara jumlah daripada internet, chat gpt, dan lainnya,” jelasnya.

3. Manusia Tidak Sepenuhnya Kalah dari Teknologi

Wamen Dikti RI membeberkan tentang kekuatan teknologi masa kini juga tidak membuat manusia sepenuhnya kalah.

Stella meredam kekhawatiran masyarakat itu dengan menyebut AI dapat menguntungkan bagi manusia apabila pandai dalam penggunaannya.

“Tapi kalau kita meyakini manusia kalah telak dengan teknologi, menurut saya jawabannya 100 persen tidak,” ungkapnya.

Seperti kekhawatiran masyarakat tentang AI, Stella menilai teknologi tersebut hanyalah sebuah alat.

“AI itu adalah alat, teknologi itu adalah alat, kalau kita pintar-pintar menggunakan alat itu kita tidak akan kalah,” tegasnya.

Di sisi lain, Stella juga mengingatkan jika manusia tidak pandai menggunakan AI, maka manusia akan kalah.

“Tapi tentu saja, jika kita tidak bisa menggunakan alat itu kita akan kalah,” tandasnya.

4. Kelebihan Manusia Ketimbang Teknologi: Segalanya Tidak Harus Diingat

Dalam kesempatan yang sama, Stella menyebut manusia memiliki kelebihan tersendiri daripada teknologi.

“Seperti soal ingatan, kita sebenarnya memiliki kelebihan bahwa semua hal tidak mesti diingat,” ucapnya.

Stella menjelaskan untuk sebagian hal tertentu justru lebih bagus agar manusia tidak mengingatnya.

“Malah ada hal yang membuat kita untuk tidak mengingatnya, yang tidak penting-penting, lupa hal yang tidak baik itu juga bagus” jelasnya.

Terkait hal itu, Stella menerangkan pandangan dari sisi psikologi tentang seseorang yang depresi memiliki ingatan yang lebih tepat daripada orang normal.

“Ini dari ilmu psikologi, sebenarnya orang yang depresi itu ingatannya lebih tepat daripada yang normal,” terang Stella.

“Itulah sebabnya, mengingat segala sesuatu seperti yang ditampakkan teknologi saat ini tidak baik juga,” tandasnya.

***



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Follow:
Pewarta yang menggeluti jurnalisme data, lingkungan, dan lainnya, telah menjelajahi berbagai aspek jurnalistik selama lebih dari 10 tahun.
Leave a Comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.