Manadoku, Kota Berbingkai Keragaman dan Toleransi

Rahadih Gedoan
Penulis Rahadih Gedoan



MANADO, ZONAUTARA.com – Kota Manado berkembang menjadi kota plural unik yang kini jadi percontohan kerukunan umat beragama secara nasional. Jalinan keharmonisan antara masyarakat yang beda agama  terbingkai manis dalam semangat torang samua basudara. Tak heran jika ibukota Sulawesi Utara (Sulut) ini kini dilirik banyak masyarakat sebagai tempat yang cocok untuk berdomisili.

Hal tersebut turut dirasakan Abdul Rasyid. Pria ini meninggalkan kampung halamannya di Desa Sungguminasa, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, sejak 1989 untuk mengadu nasib di Bumi Nyiur Melambai. Kian lama dia tinggal di Kota Manado kian merasa betah. Jadinya, hingga sekarang dia enggan kembali ke kampung halamannya.

“Saya biar Muslim tapi tidak punya masalah dalam interaksi dengan orang lain. Kondisi inilah yang membuat saya betah tinggal di sini karena bisa hidup berdampingan dan rukun dengan pemeluk Nasrani,” ujar Rasyid, sapaan akrabnya.

Anas Nurdin, warga Muslim Kota Manado lainnya, memandang kerukunan di Sulut, terlebih di Kota Manado, merupakan cerminan kerukunan yang dicontohkan Nabi Muhammad, saling menghormati dan saling silaturahim.

“Pada satu kisah Nabi Muhammad sering dilempari kotoran oleh orang yang tidak mengikuti Nabi Muhammad. Satu ketika orang yang melempari itu tidak muncul seperti biasanya, ternyata orang tersebut sakit, dan orang yang pertama kali mengunjungi adalah Nabi Muhammad,” ujar pria yang sehari-harinya bekerja di Balai Bahasa Provinsi Sulut ini.

Hal tersebut, lanjutnya, mengajarkan kita bagaimana akhlak seorang Nabi Muhammad dengan orang yang tidak sepaham dengan Beliau.

“Kami Umat Islam harus menjunjung tinggi toleransi dalam berbagai hal di kehidupan kami. Semoga Idul Fitri ini makin menumbuhkan kesadaran dalam bertoleransi. Semoga Sulut selalu terjaga dalam toleransi yang sudah terajut selama ini,” ungkap Anas.

Sementara, Jeffry, salah seorang pemeluk agama Kristen yang berdomisili di Kelurahan Winangun Kecamatan Malalayang, mengaku dari kecil sudah terbiasa hidup berdampingan dengan warga muslim. Bahkan ia memiliki sahabat sebagai tempat berbagi masalah seorang penganut agama Islam yang taat.

“Dari kecil kami hidup bertetangga dan saling menghormati satu dengan yang lain. Sama-sama tumbuh di satu lingkungan membuat kami menjadi sahabat dekat sampai dewasa. Saya sering menemani dia saat berpuasa, dan dia sering menawarkan buka puasa bersama. Kami saling berbagi bertukar pikiran saat ada masalah. Ini suatu keindahan yang sempurna,” tutur dia.

Kota Manado Dapat Penghargaan Komnas-HAM RI

Tak ada yang meragukan kondisi pluralitas kemasyarakatan di Kota Manado sangat berbeda dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Keharmonisan yang tercipta dengan unik inilah yang membuat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Republik Indonesia (RI) di Jakarta pada 16 Maret 2017 silam, menjadikan Kota Manado sebagai contoh nasional.

Ibukota Provinsi Sulut ini mendapat penghargaan dari Komnas-HAM RI melalui Walikota Manado Godbless Sofcar Vicky Lumentut (GSVL) atas peran dan komitmen yang tinggi dalam melindungi dan menjamin hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Kota Manado.

Dalam momentum penerimaan penghargaan yang bertajuk Kongres Nasional Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan tersebut, GSVL pernah mengungkapkan bahwa terjaganya toleransi kehidupan beragama di Kota Manado tidak terlepas dari peran tokoh agama dan masyarakat yang dikoordinasikan melalui wadah Badan Kerja Sama Antar Umat Beragama (BKSAUA) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

“Kerukunan antar umat beragama di Kota Manado bisa dijaga dengan baik tidak hanya peran pemerintah, tetapi juga peran para rohaniawan atau tokoh agama serta wadah kerukunan umat beragama yang ada yakni BKSAUA dan FKUB. Karena dalam berbagai kesempatan saya selalu katakan ada tiga pilar dalam membangun Kota Manado, yaitu pemerintah, rohaniawan dan pers,” jelas GSVL.

Hal menarik yang dikatakannya waktu itu adalah bahwa di Kota Manado tidak ada yang namanya orang Jawa, orang Makassar, orang Papua, atau orang Batak, dan lain sebagainya.

“Yang ada adalah orang Manado yang berasal dari Jawa atau orang Manado yang berasal dari Makassar, orang Manado berasal dari Papua dan seterusnya,” tegasnya.

 

Editor: Tomy Lasut



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Penulis Rahadih Gedoan
Follow:
Jurnalis, Instruktur Akting, Pelatih Teater, Sastrawan, Ketua Dewan Kesenian Kota Manado.
Leave a comment
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com