MANADO, ZONAUTARA.com – Tiba-tiba banyak orang Manado atau Minahasa mengakui kalau sehari-hari mereka berkomunikasi dengan dialek atau bahasa yang kasar. Itu dipicu dengan terbitnya terjemahan Alkitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Manado. Frasa ‘setang pe bos’ dalam salah satu ayat pada terjemahan itu dinilai kasar dan tidak pantas ada dalam alkitab, buku suci nan sakral itu.
Demikian yang dikatakan budayawan Sulawesi Utara Denni Pinontoan. Sesuai amatannya, dalam diskusi yang terus bergulir di jejaring sosial Facebook, orang-orang yang menolak terjemahan itu kemudian menunjukkan kata, frasa, dan kalimat lain yang makin memperkuat alasan penolakan mereka bahwa tidak pantas alkitab diterjemahkan ke dalam bahasa atau dialek yang kasar.
“Sesungguhnya belum satu abad orang-orang Kristen di Minahasa membaca alkitab dalam bahasa Indonesia ejaan modern. Di pertengahan abad 19 para zendeling pernah mengusahakan penerjemahan alkitab ke dalam bahasa Tontemboan dan Tombulu atau bahasa subetnis lain. Namun, mereka tidak pernah dapat menerjemahkan semua kitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Kitab-kitab tertentu yang diterjemahkan sepertinya dipahami sebagai uji coba, baik kualitas terjemahannya maupun penerimaan pembaca. Rupanya, upaya penerjemahan ke dalam bahasa etnis dinilai gagal sehingga tidak dilajutkan,” terang Denni.
Di tahun 1907, jelasnya, pernah terbit alkitab dalam bahasa Tontemboan, ‘Koekoea An Ta’ar Oere wo N Ta’ar Weroe’ yang dikerjakan M Adriani – Gunning dan J Regar. Tapi rupanya terjemahan ini tidak banyak digunakan oleh orang-orang Kristen berbahasa Tontemboan. Alkitab yang umum dipakai dalam ibadah-ibadah adalah terjemahan dalam bahasa Melayu yang sudah diusahakan sejak beberapa waktu sebelumnya.
Lalu kemudian, alkitab dalam bahasa Indonesia yang dikerjakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) yang melewati sebuah proses yang panjang. Hingga sekarang, tim LAI masih bekerja menyempurnakan terjemahannya.
“Saya pribadi, seorang yang pernah atau lebih tepatnya masih terus belajar ilmu teologi yang juga bersentuhan dengan ilmu tafsir alkitab, secara positif menyambut penerjemahan alkitab ke dalam bahasa daerah, terutama yang terakhir ini alkitab Perjanjian Baru Bahasa Manado,” ujarnya.
Menurut Denni, alasannya, secara teologis alkitab adalah dokumentasi tertulis dari upaya manusia yang terikat dengan kebudayaannya menanggapi kehadiran Allah. Alkitab adalah tulisan-tulisan berisi refleksi iman manusia-manusia yang berupaya mengenal Allah. Bahasa asli alkitab terikat dengan kebudayaannya. Maka ketika kekristenan sudah menyebar ke banyak kebudayaan sedunia, ia perlu diterjemahkan ke dalam bahasa setempat. Prinsipnya untuk mendekatkan makna alkitab kepada pembacanya yang hidup dalam kosmologi dan bahasa khas.
“Kemudian, bahasa Manado adalah alat komunikasi yang sangat dikenal oleh orang-orang Minahasa dan orang Manado pada umumnya. Jenis bahasa ini lebih tua dari bahasa Indonesia modern, sehingga ia telah membentuk kultur linguistik sendiri dan penuturnya telah sangat terikat dan mengenal setiap kata, frasa dan kalimatnya. Lalu, bahasa itu bukan proses sekali jadi, demikian halnya dengan penerjemahan alkitab. Kalau pada sebuah produk terjemahan alkitab masih terdapat kekurangan, itu bukan berarti, misalnya alkitab dalam bahasa Manado tidak memiliki keabsahan teologis.
Dikatakannya lagi, bahasa Manado adalah jenis bahasa yang terbentuk dari saling pengaruh dan saling isi antar banyak bahasa. Sering juga disebut Melayu Manado, karena dianggap karena dominan di pengaruhi oleh Bahasa Melayu sebagai lingua franca di nusantara sejak beberapa abad lampau. Namun yang jelas, bahasa Manado menerima sumbangan dari bahasa Portugis, Spanyol, Belanda, Ternate, Minahasa dan lain sebagainya selain sudah jelas Melayu.
“Nah, sebagai bahasa komunikasi lisan dalam relasi sosial dan ekonomi, bahasa Manado telah menjadi bahasa tutur yang mengikuti kultur orang-orang dagang dan juga karakter khas kebanyakan masyarakat terbuka dan egaliter yang relatif tidak ketat dengan struktur sosial. Maka, bahasa Manado menjadi bahasa yang tidak berbasa-basi dengan kesopanan tapi juga tidak polos-lugu. Dalam hal ini harus dikatakan, bahasa Manado sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang pada banyak hal menyembunyikan ‘keterusterangan’ dalam kata atau frasa yang halus yang tidak langsung mengungkapkan maksud,” papar Denni.
Pada banyak alkitab terjemahan, imbuhnya, bahasa yang digunakan memang diusahakan umum atau aktif digunakan dalam berkomunikasi. Maksudnya, saya kira jelas agar alkitab dapat dimengerti oleh semua kalangan sehingga dapat diminimalisir wacana tunggal seperti pengalaman masa gereja abad pertengahan. Hal yang substansial pula, agar teks alkitab dapat masuk ke dalam kosmologi pembacanya.
“Dengan alasan itulah maka Martin Luther, reformator gereja, menerjemahkan alkitab ke dalam bahasa Jerman. Jadi, penerjemahan alkitab ke beragam bahasa, termasuk bahasa Manado adalah juga bagian dari menerjemahkan spirit reformasi,” tandas Denni.
Editor: Rahadih Gedoan