Perkasa adalah istilah yang umumnya lekat dengan sebutan untuk seorang pria. Namun, ada begitu banyak perempuan-perempuan dengan mental luar biasa yang patut pula disebut Perempuan Perkasa. Jelas di sini yang dimaksud perkasa bukan melulu soal otot dan fisik yang luar biasa.
Perempuan perkasa adalah orang-orang yang punya kontribusi besar bagi kemanusiaan, peradaban dan kemajuan dunia. Perempuan Perkasa juga adalah mereka yang tetap teguh berjuang menghadapi berbagai tantangan demi kemaslahatan bersama.
Bicara masalah perempuan perkasa, Sulawesi Utara (Sulut) punya sederet nama perempuan yang jasa mereka bagi kaum ibu, serta dedikasi mereka terhadap peradaban dan kemanusiaan tak luput dari catatan sejarah.
Di antaranya, Maria Walanda Maramis, perempuan kelahiran Kema, Minahasa, pada 1 Desember 1872 dari keluarga Maramis-Rotinsulu. Salah satu karya nyatanya yang hingga kini masih ada, yakni organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT), yang didirikan tanggal 8 Juli 1917. Anda bisa menemukan kantor organisasi ini di Jalan Dr Sam Ratulangi No. 88/89, Wenang Utara, Kota Manado, Sulut.
Di artikel berjudul Kaum Wanita Dalam Pergerakan Kebangsaan Indonesia, yang ditulis oleh Hetti Restianti, disebutkan Maria Walanda Maramis lahir dengan nama Maria Yosephine Maramis. Pada usia enam tahun, dia sudah menjadi yatim piatu dan sejak saat itu Maria kecil diasuh oleh pamannya.
Pada masa itu, perempuan-perempuan Minahasa hanya diperbolehkan bersekolah sampai jenjang Sekolah Dasar (SD) saja. Mereka tidak diperbolehkan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, melainkan hanya tinggal di rumah untuk menunggu dinikahi. Mereka, jauh dari gegap gempita kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan. Dan bagi Maria, ini suatu bentuk penindasan yang harus dilawan.
Sosok Maria muda memang berbeda dari perempuan lain pada masanya. Ini tidak lepas dari pergaulannya dengan orang-orang terpelajar. Salah satu sahabatnya Pendeta Ten Hove. Orang yang banyak menularkan pengetahuan baru kepada Marian muda. Jalinan persahabatan dengan orang-orang seperti Ten Hove lah yang membentuk pengetahuan Maria bertambah luas. Dari situ, timbulah cita-cita di dalam jiwanya untuk memajukan kaum wanita Minahasa.
Mendirikan PIKAT
Maria berpikir, perempuan Minahasa haruslah mendapat pendidikan yang cukup agar kelak dapat mengurus rumah tangga dengan baik dan mendidik anak-anak. Cita-cita mulia Maria semakin menemui jalan terang ketika dirinya menikah dengan seorang guru di Hollandsch-Inlandsche School Manado, Yoseph Frederik Calusung Walanda pada tahun 1890. Dengan bantuan suaminya dan beberapa orang terpelajar Manado lainnya, pada Juli 1917, Maria akhirnya bisa mendirikan organisasi PIKAT.
Dalam buku berjudul Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan, karya M Junaedi Al Anshori disebutkan, organisasi PIKAT didirikan Maria saat dirinya berumur 45 tahun. Awalnya, organisasi ini hanya sebuah forum diskusi terkait persoalan tentang pendidikan anak bumi putera di Minahasa.
Lantas, timbul gagasan dari Maria dan rekan-rekannya untuk memerluas misi dan tujuan PIKAT. Yakni, sebagai organisasi yang berfungsi demi memajukan kaum perempuan bumi putera di Minahasa.
Kemunculan PIKAT ikut mendorong kesadaran perempuan di Minahasa dan Sulawesi untuk bergerak memajukan perempuan bumi putera. Memasuki tahun 1920, jumlah perkumpulan perempuan semakin banyak. Di sekitar tahun ini pula muncul perhatian lebih dari berbagai organisasi politik dan pergerakan nasional, yang berujung dibentuknya sayap perempuan.
Dari sini, PIKAT pun berkembang pesat. Sejumlah cabangnya tersebar hingga ke luar pulau Sulawesi, seperti Kalimantan dan Jawa. Di bidang pendidikan, PIKAT mendirikan sekolah bagi anak-anak perempuan bernama Huishound School Pikat yang tidak dipungut bayaran. Selain itu, lewat PIKAT, Maria juga membuka Sekolah Kejuruan Putri lengkap dengan asramanya.
Namun seiring kemajuannya, halangan pun semakin banyak yang dihadapi, terutama soal biaya untuk mengongkosi sekolah. Di masa sulit ini, Maria tidak kendor semangatnya. Dia terus berusaha mengatasi setiap kesulitan. Di tahun 1920, Gubernur Jenderal Belanda mengunjungi sekolah PIKAT dan memberikan sumbangan uang.
Di PIKAT, Maria selalu menanamkan nilai kebangsaan terhadap setiap anggota organisasi. Mereka selalu dianjurkan untuk memakai pakaian daerah. Kecintaan Maria pada bangsanya ia bawa sampai maut menjemput. Di akhir hayat, Maria berpesan kepada anak-anaknya, “Pertahankanlah Bangsamu”.Pesan yang singkat memang, namun jelas mengandung makna yang dalam.
Maria menghembuskan nafas terakhir pada Maret 1924 dan dimakamkan di Maumbi, Sulut. Namun, karyanya untuk memajukan anak bangsa terus menginspirasi perempuan-perempuan Bumi Putera lainnya, tidak hanya di Sulut atau Minahasa, bahkan hingga Pulau Jawa.
Atas jasa-jasanya, Maria pun diangkat sebagai Pahlawan Nasional dari Sulut, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No 012/TK/Tahun 1969, tanggal 20 Mei 1969.
*Artikel ini sudah tayang di zonautara.com dengan judul: Maria Walanda Maramis, Perempuan Perkasa Pendiri Organisasi PIKAT