MANADO, ZONAUTARA.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia terus melakukan desakan kepada Presiden RI Joko Widodo dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.
AJI mendesak agar pemerintah segera mencabut pemberian remisi yang diberikan kepada I Nyoman Susrama, pembunuh wartawan Radar Bali A.A. Gde Bagus Narendra Prabangsa.
Sebelumnya AJI Indonesia dan seluruh AJI Kota melakukan aksi turun ke jalan serta menggelar berbagai diskusi tentang hal ini.
Kini AJI membuat petisi pencabutan online dengan menargetkan tandatangan 50.000 orang. Petisi yang dibuat oleh Ketua AJI Indonesia Abdul Manan itu, kini telah ditandatangani oleh 47.861 orang (per tanggal 8 Februari 2019, pukul 11.00 WITA.
Ketua Divisi Advokasi AJI Indonesia Sasmito memastikan petisi daring itu akan sampai ke meja Presiden Jokowi melalui Kementerian Hukum dan HAM.
“Jumlah pendukung petisi ini mencerminkan keputusan remisi diprotes banyak orang. Jadi, sudah sepatutnya Presiden Jokowi mencabut remisi tersebut,” kata Sasmito.
Tak hanya petisi daring, sejumlah elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Surabaya mengirimkan surat terbuka kepada Jokowi yang berisikan tuntutan pencabutan remisi bagi Susrama.
Sejumlah perwakilan institusi yang ikut menandatangani surat tersebut adalah Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Redaksi Jawa Pos, Human Rights Law Studies (HRLS) Universitas Airlangga Surabaya, AJI Surabaya, dan lainnya.
Ketua AJI Manado Lynvia Gunde menjelaskan bahwa AJI Manado juga turut serta dalam desakan peninjauan remisi tersebut. Saat ini AJI Manado sedang mempersiapkan aksi yang juga akan dilakukan terkait dengan sikap penolakan pelaksanaan Hari Pers Nasional (HPN).
“Pemberian remisi itu menciderai rasa keadilan publik,” ujar Lynvia, Jumat (8/2/2019).
Ketua AJI Surabaya Miftah Faridl berpendapat bahwa pemberian remisi kepada Susrama sama saja dengan praktik impunitas. Ini sama saja membenarkan kasus kekerasan kepada jurnalis.
Padahal semestinya penegakan hukum terhadap Susrama dapat menjadi momen penting bagi kebebasan pers di Indonesia. Sebab, dari sepuluh kasus pembunuhan terhadap jurnalis yang tercatat sejak 1996, baru kasus Prabangsa yang bisa terungkap.
Di Manado sendiri, kasus pembunuhan terhadap wartawan Harian Metro, Ryo Linggotu pada November 2012 hingga kini masih menggantung.
Meski pelaku pembunuhan terhadap Ryo telah dipenjara, namun AJI berpendapat ada otak intelektual dibalik kasus kekerasan terhadap Ryo yang belum terungkap.
Momentum peringatan HPN 2019 yang akan digelar di Jawa Timur, akan digunakan oleh AJI Indonesia bersama jejaringnya untuk terus memperkuat desakan kepada pemerintahan Jokowi mengungkap kasus kekerasan jurnalis serta koreksi remisi pembunuh Prabangsa.
Menanggapi desakan itu, Direktur Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami mengakui bahwa pihaknya lalai karena tidak melakukan pengecekan satu persatu profil yang diajukan untuk menerima remisi.
Sri Puguh kemudian mengusulkan jalan keluar dengan menulis surat keberatan kepada Presiden berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Kini AJI Indonesia bersama AJI Kota seluruh Indonesia sedang mempersiapkan surat keberatan tersebut yang akan dikirimkan secara kolektif kepada Presiden.
Presiden Jokowi sendiri pada kesempatan mengunjungi Kantor Jawa Pos di Surabaya pekan lalu mengisyaratkan bahwa remisi kepada Susrama bisa dibatalkan.
“Ini masih dalam kajian kembali. Lima hari lalu saya sudah perintahkan Menkum HAM,” kata Jokowi waktu itu.
Editor: Ronny Adolof Buol