bar-merah

Sepakbola kini tak hanya soal tendangan, tapi juga soal pemanfaatan data

Ilustrasi dari https://towardsdatascience.com

ZONAUTARA.com – Klub sepakbola Red Star Belgrade mencari pemain untuk memperkuat timnya. Alih-alih mencari di pasar transfer, klub asal Serbia ini berkonsultasi dengan 21st Club.

21stClub adalah perusahaan software yang mengumpulkan data dan menganalisisnya. Apa hubungannya dengan keinginan Red Star untuk mendapatkan pemain sepakbola?.

Perusahaan ini menciptakan PIRLO (Predictive Intelligence Research and Learning Outputs), sebuah mesin analitik dengan data 150.000 pemain.

PIRLO mengamati dan memantau talenta-talenta sepakbola yang mungkin tidak terpantau radar pembelian klub. Dari analisis PIRLO, 21stClub merekomendasikan Lorenzo Ebecilio.

Atas dasar rekomendasi yang dihasilkan dari analisis data itu, Ebecilio kemudian dibeli oleh Red Star, dan dia tampil saat melawan Liverpool dan Paris Saint-Germain di Liga Champions.

Kini sepakbola tak melulu hanya soal sepakan, kocekan, sundulan dan kegesitan. Sepakbola semakin modern dan memanfaatkan big data.

Berbagai klub raksasa dan kaya telah memperkerjakan ahli di bidang data untuk membantu pengamatan pemainnya. Analisis para ahli ini kemudian digunakan oleh manager klub untuk menentukan susunan pemain, pemaian cadangan, bahkan hingga urusan pembelian pemain.

The Guardian melaporkan, semua 20 klub di Liga Premer Ingris kini telah mengaji ahli data untuk memanfaatkan data yang terkumpul. Chelsea bahkan telah punya departemen analisis sendiri sejak 2008.

Arsenal menggunakan jasa perusahaan statistik StatDNA untuk keperluan analisis pemainnya. Manchester City bahkan punya 11 data analis yang bekerja mengevaluasi performa tim lewat data.

Pada 2012, klub Liverpool mempekerjakan Ian Graham, seorang profesor di bidang fisika. Banyak orang kala itu mempertanyakan keputusan itu. Dan bukan tidak mungkin kesuksesan Liverpool serta klub-klub Inggris di ajang Liga Champions karena mereka sudah sangat maju memanfaatkan data.

Selain StatDNA yang digunakan oleh Arsenal, Opta juga populer dimanfaatkan banyak klub sepakbola. Perusahaan statistik ini menghasilkan rata-rata 1.500 jenis data dari setiap laga yang dipantaunya.

Dan Graham yang direkrut Liverpool itu membangun softwarenya sendiri. Sistem yang dibuat oleh Graham dapat memantau 100.000 pemain dari seluruh dunia.

Liverpool pun tidak kesulitan menyaring siapa saja pemain yang potensial yang akan dibelinya. Klub ini pun menggondol Piala Champions tahun ini.

Analisis data yang dihasilkan lewat angka-angka statistik itu bisa mengukur penampilan seorang pemain, apakah ia memang seorang penyerang yang subur, biasa saja, atau hanya untung-untungan.

Komprasi data pemain antar klub yang diamncil dari whoscroed.com

Data analisis itu juga sangat berguna bagi klub yag sedang mencari talenta baru, yang mungkin tidak terpantau lewat publikasi yang luas. Bakat-bakat terpendam itu, muncul secara gamblang pada hasil anailis data.

Sistem Prozone yang dipakai oleh Southampton memantau setiap pemain dengan meletakkan delapan kamera di sekitar lapangan. Kamera itu mengambil data pergerakan pemain setiap 0,1 detik dan memberikan suplai rata-rata 3.000 data sentuhan bola per laga.

Hasil dari data yang besar ini kemudian dianalisis dan memberikan dasar bagi keputusan manager Southampton pada laga berikutnya.

Prozone juga dipakai oleh 19 dari 20 klub di Liga Inggris pada tahun 2014. Para ahli statistik di Prozone dapat melihat bagaimana sebuah klub bisa mengalami kemenangan dan kekalahan.

Selain metode seperti yang digunakan Prozone, metode yang disebut wearable juga dimanfaatkan untuk mengumpulkan data dari setiap pemain.

Teknologi ini memiliki sebuah perangkat cerdas yang dikenakan oleh pemain ditubuhnya. Para pemain Leicester misalnya, mengenakan wearable dari Catapult Sport dan OptimEye S5.

Perangkat yang dikenakan pemain memiliki sensor yang mengukur akselerasi, arah, posisi dan bahkan dampak tabrakan. Setiap detiknya, sensor itu mengumpulkan setidaknya 800-900 data per detik.

Dan para manager serta pembantunya di tepi lapangan, dapat melihat secara real time data yang dikumpulkan, sehingga bisa dengan tepat mengambil keputusan kapan seorang pemain harus ditarik keluar lapangan.

Dengan teknologi wearable, pemain juga dapat terhindar dari cedera yang serius, karena sensor yang dikenakan dapat juga mengukur penurunan fisik seorang pemain.

Perkembangan penggunaan berbagai alat modern untuk mengumpulkan data ini, telah membuat Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional (IFAB) mengumumkan rencana untuk memgembangkan standar global Sistem Elektronik Pelacakan Kinerja.

IFAB adalah organisasi yang bertanggungjawab membuat dan menyetujui aturan sepakbola.

Banyak perusahaan kini telah menyediakan alat pemantau seperti ini. Produk StatSports seperti Apex Pro dan Apex Athlete adalah sistem pod dan rompi yang dapat melacak posisi para pemain secara real time, serta memantau jarak total, kecepatan, akselerasi, indeks kelelahan, beban stres, keseimbangan langkah, dan impak.

Sistem StatSports digunakan oleh Manchester City, Arsenal, Liverpool FC, Asosiasi Sepak Bola Wales, New York City FC, Timnas AS, dan masih banyak lagi.

Namun walaupun berbagai perangkat cerdas kini telah dipakai luas dalam industri sepabola, namun hasil akhir sebuah pertandingan sepakbola tetaplah ditentukan oleh berbagai variabel.

Sistem yang sangat cerdas bisa saja dikalahkan oleh kesalahan pemain, keputusan wasit yang kontroversial, dan yang tak kalah penting faktor keberuntungan.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com