Tambang pasir besi CV Indah Sari ancaman pembangunan Bandara Bolmong

Marshal Datundugon
Penulis Marshal Datundugon



LOLAK, ZONAUTARA.com – Lebih dari sepekan aktivitas CV Indah Sari lumpuh sejak dihentikan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) bersama aparat kepolisian yang dipimpin langsung Bupati Yasti Soepredjo Mokoagow, Senin (01/08/2019).

Menurut Bupati Yasti, perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan pasir besi yang terletak di Desa Lalow, Kecamatan Lolak itu, tidak lagi mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Izin yang sebelumnya dimiliki perusahaan yang diduga menjadi penyuplai bahan baku pembuatan semen ke PT Conch North Sulawesi Cement (CNSC) itu sudah berakhir 2017 lalu.

“Aktivitas perusahan pasir ini tidak berizin. Saya tegaskan untuk dihentikan. Saya sudah cek di provinsi, ini tidak berizin. Dan kalau ada izinnya, maka silakan tempel di depan,” kata Yasti kepada salah satu pekerja yang mengaku karyawan CV Indah Sari, kala itu berada di lokasi perusahaan.

Saat itu juga, Yasti memerintahkan Camat Lolak untuk memalang kendaraan truk yang mengangkut material pasir.

“Jangan ada mobil keluar dari sini, kecuali (keadaan) kosong,” tegasnya.

Selain tak lagi memiliki izin usaha, wilayah konsesi CV Indah Sari seluas 18 hektar juga tepat berada di dekat lokasi pembangunan bandara Raja Loloda Mokoagow yang sementara dikerjakan. Keberadaan perusahaan, menurut Yasti, sangat mempengaruhi bandara. Apalagi, dalam waktu dekat ini, proses land clearing atau pembersihan lahan bandara akan dilakukan.

“Bandara sudah mau dibangun, masih saja ini beroperasi. Kawasan ini mau jadi bandara. Land clearing area mulai Senin depan, dan perusahaan ini masih saja beroperasi,” sahutnya dengan nada tinggi.

Yasti menegaskan, jika perusahaan itu masih beroperasi, juga akan mengganggu penyerapan anggaran bandara.

“Kami sudah berjuang hingga ke presiden untuk pembangunan bandara ini. Perusahaan ini adalah salah satu obstacle (hambatan) yang musti dibereskan sebelum kita bangun bandara,” ujarnya.

Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bolaang Mongondow Zulfadli Binol menambahkan, keberadaan tambang pasir besi di dekat lokasi bandara, tak hanya mempengaruhi tahapan pembangunan tapi juga membahayakan. Jika terus menerus ada aktivitas penggalian di pesisir pantai, maka dipastikan terjadi abrasi.

“Itu akan berdampak ke bandara. Khususnya untuk runway.  Begitu juga saat bandara selesai dibangun dan mulai digunakan dan terjadi air pasang akibat abrasi yang terus terjadi, maka pesawat tidak bisa mendarat,” jelas Zulfadli.

Dalam hal perencanaan pembangunan bandara harus diperhitungkan untuk jangka panjang.

“Jadi hari ini kita bicara ekspektasi untuk jangka panjang. Agar proses pembangunan bandara berjalan lancar dan tanpa hambatan, maka hari ini, sedini mungkin kita clear-kan,” ujarnya.

Di sisi lain, pada proses revisi peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2014-2034 yang sementara berlangung, pihaknya juga akan meminta status kawasan pertambangan diubah menjadi kawasan pembangunan bandara. Tidak lagi menjadi wilayah pertambangaan.

Hasil konsultasi juga ke pihak Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Bandar Udara, juga menyebutkan tidak boleh ada kegiatan lain di kawasan bandara. Apalagi pertambangan. Karena secara standar kawasan keselamatan operasi  penerbangan (KKOP) harusnya 15 kilo meter dari bandara tidak ada aktivitas, apalagi perusahaan pertambangan.

“Jadi kalau hari ini pihak perusahaan mengaku sudah ada perpanjangan izin dari pemerintah provinsi, maka harus ada kajian teknis bersama instansi-instansi terkait lainnya termasuk dinas pehubungan. Karena saat ini di situ sudah ada lokasi pembangunan bandara,” kata Zulfadli.

Terpisah, Kepala Bidang Tata Ruang, Dinas PUPR Kabupaten Bolaang Mongondow, Layana Mokoginta menyebutkan, kawasan konsesi CV Indah Sari memang  merupakan wilayah pertambangan berdasarkan RTRW. Tapi menurut Layana, status tersebut bisa direvisi dan peralihan ke wilayah pembangunan bandara.

Menurutya, harus berdasarkan usulan dari instansi teknis terkait dalam hal ini dinas perhubungan, disertai dengan kajian serta rekomendasi dari Kementerian terkait. Saat ini sementara dalam tahap revisi RTRW untuk 2014-2034. Baru selesai FGD tingkat kecamatan. Dalam waktu dekat akan digelar FGD antar OPD. Target, revisi ini ditetapkan 2020 mendatang.

“Nah, saat FGD bersama dengan OPD kemudian dari pihak Perhubungan mengusulkan perubahan status wilayah pertambangan menjadi kawasan bandara berdasarkan kajian, maka kita siap menyesuaikan dengan apa yang menjadi rekomendasai dari pihak perhubungan,” jelas Layana.

Dugaan Pelanggaran UU Lingkungan

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bolaang Mongondow Abdul Latief melalui Kepala Bidang Penataan, Penaatan, Perlindungan, Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peningkatan Kapasitas Adriana Ginoga mengatakan bahwa perusahaan dengan kapasitas produksi 15 ribu ton per tahun itu kerap melanggar apa yang menjadi kewajibannya sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.

Selama beroperasi sekitar 10 tahun di Bolaang Mongondow, perusahaan tidak pernah menyampaikan laporan rutin secara berkala setiap Enam bulan ke DLH. Perusahaan tidak memiliki data hasil pemantauan kualitas air dan udara disekitar lokasi.

“Perusahaan juga tidak memiliki izin penyimpanan limbah B3 sesuai dengan Permen LH nomor 18 tahun 2009 tentang tata cara pengelolaan limbah B3 dari bupati bolaang mongondow. Sehingga DLH tidak punya pegangan dalam melakukan fungsi pengawasan,” aku Adriana.

Dari hasil temuan DLH selama melakukan pengawasan dengan turun langsung ke lapangan, selama beroperasi, ada dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan CV Indah Sari. DLH menemukan beberapa fakta di lapangan.

Dalam bidang lingkungan hidup, perusahaan tidak dapat menunjukkan dokumen lingkungan di lokasi kegiatan; perusahaan belum melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan dokumen lingkungan; perusahaan belum mendata jenis, volume dan sumber Limbah B3; dan perusahaan belum  memiliki tempat penyimpanan sementara Limbah B3 (TPS LB3).

Sementara untuk bidang pertambangan, ditemukan bahwa perusahaan tidak memiliki kepala teknik tambang; perusahaan juga tidak pernah memasukkan laporan-laporan baik keselamatan, lingkungan, maupun hasil produksi; maintenance unit di luar workshop (daerah terbuka); lantai workshop tidak dibuat kompak;  tidak terdapat pengganjal ban yang sesuai standar (wheel choke) saat dump truck sedang dilakukan perbaikan; dan terkahir, perusahaan tidak ada oil trap.

Dari hasil temuan tersebut, diduga kuat, perusahaan beroperasi tidak berdasarkan standar lingkungan hidup sebagai mana diatur dalam Undang-undang nomor 32  tahun 2009 pasal 34 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dan peraturan pemerintah nomor 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan.

“Sehingga sangat berpotensi terjadi pencemaran lingkungan,” ungkap Adriana.

Di sisi lain, berdasarkan PP Nomor 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan pasal 48 ayat (3) menyatakan bahwa izin lingkungan berakhir bersamaan dengan berakhirnya izin usaha dan/atau kegiatan.

“Jadi untuk pengajuan perpanjangan izin usaha, maka harus terlebih dahulu mengurus izin lingkungan. Baik itu UKL/UPL  atau AMDAL. Jika tidak ada izin lingkungan, maka pihak pemberi izin usaha tidak dapat menerbitkan IUP,” ujarnya.

Sayangnya, DLH Bolmong tidak memiliki arsip dokumen lingkungan milik perusaahaan CV Indah Sari. Pasalnya, menurut Adriana, izin lingkungan milik CV Indah Sari masih diterbitkan instansi yang saat itu bernama Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda). Sempat beberapa kali pindah kantor. Hingga pada akhirnya juga berubah nomeklatur menjadi DLH.

“Setahu kita, dokumen izin lingkungan dalam hal ini UKL/UPL itu ada. Kemungkinan ada di tumpukan berkas arsip di dalam karung. Kita belum sempat periksa. Tapi itu ada. Yang mengeluarkan saat itu masih Bapedalda. Begitu juga, saat turun lapangan, pihak perusahaan juga tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan izin lingkungan yang diterbitkan instansi terkait,” tandas Adriana.

CV Indah Sari sudah punya IUP baru    

Richard, selaku salah satu pimpinan bagian operasional CV Indah Sari mengklaim bahwa IUP CV Indah Sari sudah diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTDP) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) tertanggal 23 Mei 2019.

“Kita malah ingin mempertanyakan juga apa alasan pemkab dalam hal ini Bupati menutup aktivitas perusahaan. Izin CV Indah Sari sudah terbit sejak 23 Mei 2019. Hanya saja, saat bupati turun memang pengawas tidak bisa menunjukkan bukti karena memang dokumennya disimpan di lemari,” kata Richard.

Dirinya bahkan menyayangkan, langkah Pemkab Bolmong yang langung melakukan penutupan hingga pemasangan garis polisi. Menurut Richard, Pemkab Bolmong harusnya memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk membuktikan.

“Nah, kenapa tidak diberi waktu. Kenapa langsung ditutup dan dihentikan. Makanya kita juga bingung. Kita punya IUP. Resmi itu (legal),” tuturnya.

Sehari setelah penutupan, upaya klarifikasi ke Pemkab Bolmong langsung dilakukan. Richard bersama stafnya mendatangi kantor bupati dengan membawa bukti dokumen IUP. Sayangnya, Bupati sedang tidak berada di tempat.

“Saya sudah bawa bukti izin ke kantor bupati. Saya serahkan ke salah satu staf di situ (ibu-ibu, red), karena katanya bupati sedang tidak ada. Tapi sampai hari ini tidak ada respon apa-apa. Terus kenapa sampai hari ini juga, police line-nya masih ada,” katanya.

Dia juga membantah tudingan DLH yang mengatakan, perusahaan tidak pernah menyampaikan laporan secara berkala.

“Memang beberapa waktu terakhir sempat tidak menyampaikan laporan. Lantaran sempat cukup lama tidak ada aktifitas. Jadi apa yang mau dilaporkan. Tapi bukan tidak pernah melapor. Kami pernah menyampaikan laporan. Setelah izin terbit kembali, maka kami juga sudah koordinasi kembali dengan pihak DLH dan menyampaikan bahwa kami akan memulai kembali aktifitas di perusahaan. Dan untuk pelaporan rutinnya itu akan kami lakukan. Jadi terkait lingkungan hidup itu tidak ada masalah,” ujar Richard.

“Soal IUP, untuk lebih lanjutnya silakan konfirmasi ke pihak PTSP Provinsi. Karena kalau persyaratan dokumennya tidak terpenuhi, maka tidak mungkin izinnya bisa keluar. Jadi dari saya intinya bahwa CV Indah Sari sudah ada izin,” katanya.

Sebelumnya, Kepala DPMPTSP Provinsi Sulut Franky Manumpil, saat dikonfirmasi enggan berkomentar lebih. Hanya saja, menurut Franky, IUP milik CV Indah Sari sudah diperpanjang beberapa waktu.

“Izinnya sudah ada. Sudah terbit belum lama ini. Karena tidak mungkin kita menghambat investasi di Sulut. Apalagi semua persyaratan sudah terpenuhi,” kata Franky saat dikoonfirmasi via ponselnya.

Sayangnya, saat diminta untuk dapat menunjukkan bukti fisik izin yang dimaksud, meski hanya mengirim gambar lewat pesan WhatsApp, Franky menolak dengan alasan itu dokumen perusahaan.

“Sebaiknya minta saja langsung ke perusahaan. Saya tidak punya kewenangan untuk itu. Yang pasti, izinnya sudah ada,” jawabnya singkat.

Editor: Rahadih Gedoan



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Follow:
Jurnalis yang berdomisili di Bolaang Mongondow dengan fokus liputan pada aktivitas pemerintahan, sosial dan lingkungan.
Leave a comment
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com