bar-merah

Facebook sebut buzzer akan terus ada

media sosial
llustrasi (Foto: Pixabay)

ZONAUTARA.com – Keberadaan akun pendengung di media sosial atau yang dikenal luas dengan istilah buzzer kini menjadi sorotan. Pasalnya, aktivitas buzzer di tanah air yang mengiring opini publik kerap hadir saat sebuah peristiwa terjadi.

Banyak yang kesal dengan apa yang dilakukan oleh para pendengung ini. Namun layanan sosial terbesar, Facebook menyatakan bahwa keberadaan buzzer tidak pernah akan hilang.

“Motif orang menggunakan Facebook kan beda-beda, ada yang ingin bertemu keluarga atau teman hingga berdagang. Jadi buzzer akan terus ada,” ujar Kepala Kemitraan Konten Hiburan Facebook, Revie Sylvana di Jakarta, Jumat (11/10).

Alasan lainnya adalah, saat ini buzzer sudah dianggap menjadi profesi yang memberi keuntungan. Ditambah lagi, penggunaan media sosial tidak bisa dibatasi.

Facebook sendiri sebenarnya sudah memberi panduan bagi pengguna yang terganggu dengan aktivitas buzzer, melalui Community Guideline.

“Semua perilaku digital pengguna media sosial terekam, jika ada yang melanggar ketentuan dapat dengan mudah dilaporkan,” kata Revie.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sendiri mengakui bahwa buzzer adalah salah satu mata pencaharian untuk mendapatkan uang di era digital saat ini.

Buzzer dianggap sebagai salah satu alat dan sarana pemasaran. Buzzer banyak digunakan oleh korporat dan pelaku usaha untuk memasarkan produknya.

Dirjen Aplikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan justru profesi buzzer mengurangi beban negara dan angka pengangguran di Indonesia.

Buzzer itu, bayar orang-orang (buzzer) untuk kerja. Memang kamu tidak boleh jadi endorser? Memang pemerintah mau memberikan duit ke orang-orang. Tapi tetap tidak boleh melanggar konten,” kata Semuel di Jakarta, Rabu (9/10).

Menurut Samuel yang negatif itu adalah konten buzzer yang memberi dampak negatif atau sengaja diproduksi untuk memperkeruh suasana. Menurutnya, pemerintah saat ini terus melakukan pengawasan terhadap konten media sosial.

Buzzer itu boleh. Tidak melanggar, yang melanggar kontennya. Yang kita awasi kontennya,” kata Semuel.

Sengaja membentuk opini

Penelitian yang dilakukan oleh Oxford Internet Institute dengan judul The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation, buzzer juga sengaja dipakai membentuk pasukan siber dalam membentuk opini publik.

Ada akun-akun media sosial yang sengaja dibuat membentuk opini publik, menyampaikan agenda politik, melakukan propaganda gagasan melalui kerja-kerja digital.

Para buzzer yang bekerja demi kepentingan tertentu ini ada yang dibawah kendali pemerintahan, kementerian tertentu bahkan badan militer. Masih dari penelitian tersebut, setidaknya ada 44 negara yang pemerintahannya terindikasi menggunakan pasukan siber untuk membentuk opini publik.

Namun dalam bekerja, menurut penelitian ini, para pasukan siber itu tidak bekerja sendiri, tetapi bekerjasama dengan pihak swasta, organisasi sipil, kelompok pemuda, influencer, atau orang-orang dengan ideologi yang dapat mendukung misi mereka.

Buzzer yang disewa dengan tujuan tertentu itu mendapat bayaran dengan sejumlah uang.

“Biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 1 juta sampai Rp 50 juta,” demikian dikutip dari laporan yang dirilis September lalu ini.

Editor: Ronny Adolof Buol



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com