BOLMONG, ZONAUTARA.com – Kasus video bullying terhadap salah satu siswi SMK Negeri di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) yang viral di media sosial sejak 9 Maret 2020 itu memasuki babak baru.
Pasalnya, pihak kepolisian telah menetapkan lima orang tersangka atas kasus tersebut. Kelima tersangka yang merupakan rekan korban sendiri, sesama pelajar, masing-masing berinisial RSM (17), MP (17), PS (16), NR (17), dan PN (17).
Kasus ini cukup menyita perhatian banyak pihak. Satu di antaranya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Swara Bobay Totabuan (Bobato). LSM ini meminta pihak sekolah untuk bertanggung jawab penuh atas kejadian yang notabene sangat mencoreng dunia pendidikan khususnya di Kabupaten Bolmong.
Ketua LSM Swara Bobato Erni Tungkagi menyebutkan bahwa kasus yang tergolong pelecehan seksual itu terjadi saat jam belajar di sekolah sedang berlangsung. Ketika persoalan terjadi di lingkungan sekolah maka jelas menjadi tanggung jawab pihak sekolah.
“Sistim pembelajaran di sekolah itu harus dievaluasi. Jangan sampai ada kelalaian dari pihak sekolah. Pihak sekolah harus bertanggung jawab,” kata Erni, Rabu (11/03/2020).
Ia keberatan jika akhirnya Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) justru dikeluarkan dari sekolah. Sebab, sekolah itu ibarat tempat untuk memperbaiki yang salah.
“Jadi kalau ada siswa yang bermasalah maka jangan langsung dikeluarkan. Justru sekolah itu yang harus bertanggung jawab, melakukan pembinaan, dan memulihkan keadaan. Sistim di sekolah itu harus diperbaiki.
Apa betul-betul sekolah itu sudah menjalankan proses belajar-mengajar sesuai mekanisme?”ujarnya.
Soal pelarangan penggunaan handphone (hp) android oleh pelajar di saat jam sekolah menurutnya tidak semestinya seperti itu. Bila ada kurikulum pendidikan yang berbasis Information Technology maka saat jam pelajaran itu yang dibolehkan menggunakan hp.
“Itupun harus dalam pengawasan penuh oleh guru. Tapi selain pelajaran itu, seharusnya siswa tidak boleh menggunakan hp di sekolah. Sebaiknya siapkan tempat penitipan hp. Intinya, sistem manajemen pendidikan yang harus dievaluasi,” kecam Erni.
Ketua LSM Swara Bobato ini meminta kepada aparat penegak hukum (APH) untuk tidak memosisikan ABH sebagai orang yang salah. Ia berpendapat, apa yang dilakukan anak itu tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor gen tapi juga tidak lepas dari kontribusi lingkungan.
“Dan sekali lagi, Swara Bobato menekankan untuk tidak mengabaikan hak-hak anak selama proses hukum berjalan. Mereka harus didampingi. Baik ABH maupun korban. Dan mereka harus tetap sekolah karena itu salah satu dari hak anak yang dijamin oleh konstitusi,” ujarnya.