bar-merah

Covid-19 dan Ketahanan Keluarga

Oleh: Stepanus W Bo’do*

Rumah dalam pengertian keluarga tetiba menjadi penting di era Covid-19. Jadi benteng terakhir yang membuat topik ketahanan keluarga patut mendapat prioritas.

Rekor tertular dan kematian oleh Covid-19 menempatkan Amerika di tempat teratas. Semua menjadi heran. Mengapa negara superpower itu seakan tak berdaya melawan Covid-19?

Dugaan saya bukan soal sistem dan fasilitas kesehatan, bukan pula karena gaya kepemimpinan Donald Trump yang banyak dikritik itu. Saya berpendapat, hal ini terutama disebabkan oleh ketahanan keluarga yang rapuh.

Obesitas

Tahun 2017 saya ikut keliling beberapa kota di California naik mobil sewaan pakai Google Maps. Dimulai dari Los Angeles yang ada Hollywood dan Beverly Hills itu. Sungguh kontras gambaran yang di ada film-film itu. Teman berkata, “jika mau melihat wanita Amerika yang cantik, langsing jangan ke sini. Itu hanya ada di film”. Dia benar. Yang saya temukan di mana-mana pada  kebesaran, kegemukan. Lha menu harian fastfood plus minuman soda.

Kegemukan atau obesitas telah menjadi salah satu problem kesehatan terbesar di era modern. Menurut catatan, jumlah warga obesitas di Amerika berada di peringkat pertama dunia. (https://m.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20151113140710-262-91470/amerika-serikat-negara-berpenduduk-tergemuk-sedunia)

Tunawisma

Semingguan kami tinggal di San Fransisco. Ke mana-mana mesti pakai masker karena bau pecing. Bahkan di sudut-sudut gedung pencakar langit, orang-orang menggelar selimut tidur. Makan dan kencing di situ. Mereka warga tunawisma, homeless. Tak sanggup bayar sewa apartemen atau flat yang terus melambung.  Di KFC mau masuk toilet mesti minta kuncinya ke kasir. Jika dibiarkan tanpa dikunci, orang-orang tanpa rumah itu akan jadikan kamar mandi sendiri. Yang pernah ke kota ini, pasti mengalami juga.

Kami sempat mengunjungi kantor Google di Palo Alto yang lebih mirip arena bermain itu. Tak jelas, orang-orang mau kerja apa piknik. Sepeda ada di mana-mana. Dekat situ ada juga kantor Facebook dan Yahoo. Suasananya sama saja. Yang agak kantoran itu Oracle dan Microsoft. Sampai tengah malam, bar dan gerai McDonald’s tetap penuh.

“Kapan waktu orang-orang ini ada di rumahnya.” Saya membatin. Saya baca artikel koran, kurang dari 10 persen warga Silicon Valley yang hebat itu punya rumah sendiri. Lainnya tak sanggup nutup harga dan biaya selangit. Mereka umumnya tinggal kos-kosan dan jika beruntung dapat flat apartemen. Cukup banyak yang sekedar untuk tidur dan mandi doang. Itu cerita koran. Kisah mahasiswa gelandangan di sini sering menghiasi media berita (https://www.bbc.com/indonesia/majalah-51370976)

Manula

Sempat juga ikut Misa di Katedral San Fransisco yang besar itu. Seorang Uskup yang tua memimpin misa yang dihadiri sedikit saja orang. Rata-rata manula. Gereja besar, megah penuh ornamen dan kaca. Di atas bukit, menghadap kota pantai San Fransisco.

Seorang Oma, menghampiri saya usai misa. Namanya Maria, tadi ikut membagi komuni pakai jubah putih. Rambutnya putih pirang. Usianya 68 tahun waktu itu. Tinggal sendirian di apartemen. Menghabiskan waktunya melayani di gereja. Dia bahagia. Dia heran, ada orang muda masuk gereja.
Dia agak kecewa tahu saya pelancong semata. Tetapi waktu berpisah dia bilang, tolong doakan dirinya agar tetap sehat. Sakit adalah impian buruk bagi warga manula yang rata-rata tinggal sendirian di Amerika. Budaya orang tua tinggal dengan anak cucunya sudah lama hilang di sana.

Ketahanan Keluarga

Hari hari ini saya kembali mengingat warga obesitas, homeless, manula yang saya temui. Tak terbayangkan bagaimana mereka bisa survive di tengah pandemi Covid19. Ketika para medis yg terbatas harus memilih siapa yang akan ditolong duluan. Orang-orang yang tidak punya rumah, tunawisma ditengah himbauan tinggallah di rumah saja, untuk melindungi diri dan orang lain.

Pada akhirnya, semua orang pada sadar rumah, keluarga adalah benteng pertahanan terakhir.  Ketahanan keluarga menjadi penting. Ayolah jangan disempitkan bertahan dari goda pelakor saja. Ketahanan keluarga lebih luas dari itu. Pastikan sumber penghasilan, komunikasi, memadukan energi bersama, tetap ada di rumah kita. Covid-19 ini membantu kita kembali ke akar kita, rumah dan keluarga kata. Jadi kuncinya pada ketahanan keluarga.

Stepanus W Bo’do, Pemerhati covid-19. Dosen Komunikasi Fisip Universitas Tadulako Sulawesi Tengah, dan mendalami ilmu sosial.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com