bar-merah

Lahan bekas tambang itu kini telah menjadi hutan

tambang ratatok
Sebagian dari kawasan Kebun Raya Megawati Soekarnoputri di Minahasa Tenggara di potret pada 2015. (Foto: Ronny A. Buol)

Bukit Mesel Ratatotok kini telah hijau. Sejauh mata memandang, ada deretan pohon yang berdiri beraturan. Ada pohon jati, kayu manis, sengon, mahoni, jabon merah, linggua, ketapang air dan jenis tumbuhan lainnya. Pohon-pohon ini tumbuh rapi dengan jarak sekitar 3 – 4 meter. Tinggi menjulang, hingga 20–30 meter ke atas.

Hijau dan menyejukkan. Tak terbayangkan Bukit Mesel seluas 221 hektar ini dulunya merupakan areal tambang emas skala besar. Hutan di Bukit Messel yang berlokasi di Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara itu adalah hasil reklamasi PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR), yang kemudian menjadi Kebun Raya Megawati Soekarnoputri.

Bunyi mesin pabrik, serta roda truk berukuran raksasa tak lagi terdengar di Bukit Mesel. Kepulan asap hitam dari cerobong pabrik pengolahan emas juga tak lagi nampak. Seluruh bangunan pabrik, mes pekerja, dan perkantoran telah dibongkar. Permukaan bukit setinggi 420 meter itu kini telah hijau, dipenuhi pepohonan yang diselingi semak-semak belukar. Di tengah kawasan reklamasi, ada danau berukuran 700 x 500 meter, berkedalaman 135 meter. Danau itu merupakan kawah bekas galian tambang utama.

Menjadi kebun raya, kawasan reklamasi ini telah dibangun infrastruktur penunjang. Ada sebuah gerbang utama menyambut ketika memasuki area kebun raya. Di samping pos penjagaan, ada tulisan raksasa ‘Kebun Raya Megawati Soekarnoputri Ratatotok Mitra’. Suasana gerbang utama kental dengan budaya Minahasa, ditandai dengan patung burung Manguni, burung disakralkan masyarakat suku Minahasa.

Jalan aspal membelah hutan, sebagian lainnya masih berupa jalan berbatu dan tanah yang hanya bisa dilalui dengan mobil jeep maupun motor trail. Gedung-gedung operasional kebun raya telah berdiri.

Reklamasi lahan eks tambang PT NMR ini mendapat kriteria sukses dengan nilai 93 dari Kementerian Kehutanan RI dan menjadi kawasan percontohan rehabilitasi pasca tambang. PT NMR berdiri pada tahun 1984 dan berhenti beroperasi di Ratatotok pada tahun 2004, setelah menggali emas sebanyak 1,9 juta troy ounce. Proses reklamasi berlangsung dari tahun 1996 hingga 2010. Bukit Mesel dikembalikan menjadi hutan tanaman produksi terbatas, kembali seperti perbukitan pada umumnya. Pada Januari 2011, PT NMR resmi menyerahkan kembali areal pinjam pakainya kepada Pemerintah RI.

Proses reklamasi ini melalui proses yang panjang. Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor SK.175/Menhut –II/2014, tertanggal Februari 2014, tentang Penetapan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk Hutan Penelitian, Pengembangan dan Pendidikan Lingkungan dalam Bentuk Kebun Raya pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas di Kabupaten Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara seluas sekitar 221 hektar.

Hak pengelolaan kawasan ini kemudian diserahkan kepada pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara. Dengan surat keputusan itu, area reklamasi hutan lahan bekas tambang PT NMR menjadi KHDTK. Surat keputusan ini juga kemudian mendorong DPRD Kabupaten Mitra menetapkan KHDTK ini menjadi Kebun Raya Megawati Soekarnoputri. Nama tersebut diberikan sebagai wujud apresiasi masyarakat Kabupaten Minahasa Tenggara kepada Megawati Soekarnoputri (Presiden RI kelima) terhadap komitmen beliau dalam mendukung program pembangunan kebun raya di Indonesia.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut pembangunan Kebun Raya Megawati Soekarnoputri merupakan langkah penyelamatan keanekaragaman hayati khususnya di Kabupaten Minahasa Tenggara, dikutip dari Warta Kebun Raya Edisi Khusus November 2020. Selama kurun waktu enam tahun, perjalanan pembangunan kebun raya ini mengalami kemajuan yang cukup baik dalam pembangunan infrastruktur.

Pada tahun 2017, telah dibangun sarana pembibitan sementara di kompleks perkantoran Kecamatan Ratatotok, sumber dana dari LIPI. Tahun 2018 dibangun kantor pengelola, pintu gerbang utama, dan pintu gerbang sekunder, sumber dana Kementerian PUPR, serta pengerasan dan pengaspalan jalan menuju kawasan kebun raya, sumber dana Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara (Pemkab Mitra). Tahun 2019 dibangun gerbang sekunder, bangunan paranet pembibitan, kantor pembibitan, toilet, pengolahan sampah, dan taman, sumber dana Kementerian PUPR. Serta pengerasan jalan utama dalam kawasan kebun raya, sumber dana Pemkat Mitra. Tahun 2020, kembali pengerasan jalan utama kawasan kebun raya, sumber dana Kementerian PUPR. Serta pengaspalan jalan utama dalam kawasan, sumber dana Pemkab Mitra.

Kondisi Kebun Raya Megawati Soekarnoputri pada tahun 2015. (Foto: Ronny A. Buol)

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Minahasa Tenggara, Muchtar Wantasen mengatakan tahun 2021 pembangunan Kebun Raya Megawati masuk ke tahap tiga. Saat ini tengah membangun gedung informasi dan gedung serbaguna. Muchtar menyebut pihaknya belum bisa memastikan kapan kebun raya ini akan selesai.

“Kalau lihat di master plan-nya, masih banyak sekali ini (pembangunan). Taman saja kalau tidak salah ada sembilan,” ujarnya saat diwawancarai Maret 2021.

Hal yang paling penting untuk dilakukan selanjutnya adalah pelaksanaan lima fungsi kebun raya, yaitu konservasi, penelitian, pendidikan, wisata, dan jasa lingkungan. Dengan berjalannya fungsi-fungsi tersebut akan memberikan manfaat tidak hanya bagi kegiatan konservasi tumbuhan tetapi bagi masyarakat luas dengan meningkatknya kegiatan ekonomi di sekitar lokasi Kebun Raya Megawati Soekarnoputri. (Bersambung)

Baca Bagian 2 atau kembali ke Halaman Utama

Editor: Ronny A. Buol



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com