ZONAUTARA.com – Berkenaan dengan jadwal vaksin ketiga, banyak tenaga kesehatan yang mengaku kehilangan jadwal vaksin suntikan ketiga mereka.
Hal tersebut berdasarkan pada pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang kini banyak menerima keluhan dari tenaga kesehatan yang menangani Covid-19, yang mengaku kehilangan jadwal vaksin.
Saat ditanya mengenai kebenaran data tersebut, Waketum IDI Slamet Budiarto kepada wartawan menyampaikan bahwa pihaknya sudah menerima banyak keluhan.
“Sudah,” tegas Slaket, Kamis (29/7/2021).
Keluhan ini awalnya ramai di media sosial. Sejumlah akun yang mengaku sebagai nakes menyatakan sempat mendapat jadwal vaksin ketiga, namun hilang. Pengakuan-pengakuan di media sosial bermunculan seiring isu seorang influencer anak pengusaha sudah mendapat jatah vaksin ketiga.
Kembali ke Slamet, dia mengaku tidak mengetahui berapa jumlah keluhan yang sudah diterima IDI. Namun dia menekankan, banyak dokter yang mengeluh belum mendapatkan vaksin ketiga.
“Kalau berapanya kita nggak tahu, tapi mereka mengeluh kenapa belum mendapatkan vaksin,” ujarnya.
Slamet pun menyebut ada diskriminasi dalam pemberian vaksin ketiga. Menurutnya, dokter-dokter yang menjadi garda terdepan justru tidak diprioritaskan.
“Ada diskriminasi, dokter-dokter yang di garda terdepan, misalnya dokter PPDN pendidikan, dokter spesialis saja belum dikasih, dokter-dokter yang di rumah sakit, di klinik, di rumah sakit nggak ada yang dikasih. Yang kita heran, malah 50 guru besar yang tidak menangani langsung yang divaksinasi. Harusnya kan yang di garda terdepan yang menangani pasien. Dan kenapa hanya rumah sakit vertikal, rumah sakit lain belum?” tutur Slamet.
Selain itu, kata Slamet, baru tenaga kesehatan di rumah sakit milik Kementerian Kesehatan yang menerima vaksin ketiga. Menurutnya, saat ini baru sekitar 4 persen dari 1,4 juta dokter yang divaksinasi ketiga.
“Itu baru di rumah-rumah sakit milik Kementerian Kesehatan. Mungkin baru 4 persen ya, nggak ada 5 persen ya, mungkin. Baru 5.000 mungkin. Nggak nyampe 5.000 paling, berarti kan dari 1,4 juta kan. Ya Menkes harus mempercepat, ini menyangkut nyawa,” kata dia.
Slamet juga menyampaikan bahwa ini menyangkut nyawa banyak orang.
Selain itu, menurut Slamet, informasi influencer ini akan menyakitkan bagi tenaga kesehatan.