Sejarah kembang api hingga jadi hal wajib dalam perayaan tahun baru

Kembang api berasal dari tradisi masyarakat Liuyang Kuno, Cina.

Indra Umbola
Penulis: Indra Umbola Editor: ronny
Kembang api yang dipasang di atas Jembatan Soekarno Hatta Manado, saat Perayaan Pergantian Tahun 2023 ke Tahun 2024. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)

ZONAUTARA.com — Hampir setiap perayaan selalu identik dengan kembang api. Kebiasaan menyalakan kembang api sudah menjadi semacam tradisi saat ini.

Kembang api telah menjadi bagian integral berbagai seremoni di dunia, salah satunya dalam perayaan tahun baru.

Perayaan pergantian tahun atau malam tahun baru terasa kurang bila tidak ditutup dengan pesta kembang api.

Namun, tahukah kamu bagaimana sejarah kembang api hingga menjadi ‘hal wajib’ dalam setiap perayaan? Berikut ulasan Zonautara.com yang diolah dari berbagai sumber.

Asal muasal kembang api

Sejarah kembang api diyakini berasal dari abad kedua sebelum masehi. Kembang api berasal dari tradisi masyarakat Liuyang Kuno, Cina.

Saat itu masyarakat membuat kembang api dari batang bambu yang dimasukkan ke kobaran api. Kemudian, bambu dalam kobaran api tersebut menimbulkan suara ledakan.

Masyarakat saat itu punya keyakinan ledakan-ledakan yang ditimbulkan bisa mengusir roh jahat. Kemudian hal ini berkembang jadi tradisi perlindungan diri dari hal-hal buruk.

Ratusan tahun kemudian, pembuatan kembang api lebih berkembang. Antara tahun 600-900 masehi, pembuatan kembang api mulai menggunakan campuran nitrat, sulfur, arang dan kalium.

Campuran bahan-bahan yang digunakan menghasilkan bubuk hitam yang kemudian dikenal sebagai bubuk mesiu.

Bubuk mesiu kemudian dimasukkan ke dalam lubang bambu atau tabung yang terbuat dari kertas kaku.

kembang api
Ribuan kembang api dilesatkan masyarakat saat menghadiri Pesta Kembang Api yang digelar oleh Pemkot Manado di kompleks Pasar Bersehati saat Perayaan Pergantian Tahun 2023 ke Tahun 2024. (Foto: Zonautara.com/Ronny A. Buol)

Mulai dikenal di Eropa

Sekitar abad ke-13, kembang api telah merambah Eropa. Orang-orang di sana mulai mengenal cara pembuatan kembang api.

Kembang api yang tadinya hanya bubuk mesiu yang bisa meledak, kemudian dicampur dengan senyawa kimia sehingga selain menghasilkan ledakan juga menghasilkan banyak warna.

Orang Italia adalah yang pertama membuat kembang api yang kemudian digunakan dalam sebuah perayaan.

Pada abad ke-15, kembang api mulai masif digunakan dalam berbagai perayaan, misalnya perayaan kenegaraan, keagamaan, dan sebagainya.

Salah satu perayaan yang menjadi momentum penggunaan kembang api di Eropa adalah acara pernikahan Raja Henry VII pada tahun 1486 di Inggris.

Dalam perayaan yang melibatkan keluarga kerajaan dan berbagai elemen masyarakat tersebut, kembang api membuat suasana jadi meriah.

Momentum penggunaan kembang api juga terjadi ketika Presiden John Adams meminta masyarakat Amerika untuk menyalakan kembang api saat ulang tahun kemerdekaan negara di tahun 1777.

Pro kontra kembang api

Hingga saat ini kembang api telah menyebar ke seluruh dunia dan menjadi simbol perayaan. Tanpa kembang api, sebuah perayaan akan terasa sepi.

Selain itu, penggunaan kembang api membuat perayaan jadi lebih meriah dengan kilatan cahaya warna-warni yang menghiasi langit. Bayangkan saja perayaan tahun baru tanpa adanya kembang api.

Namun begitu, penggunaan kembang api perlu kehati-hatian, terutama untuk anak-anak. Tak sedikit kecelakaan yang disebabkan kembang api.

Selain itu, kembang api yang memuat campuran zat kimia menghasilkan beribu-ribu ton partikel halus yang disebut Particulate Matter (PM) 10.

PM 10 merupakan polutan berbahaya yang dapat mengganggu sistem pernafasan manusia dan hewan.

So, meski kembang api membuat perayaan jadi lebih meriah namun penggunaan yang berlebihan dan tanpa memperhatikan unsur keselamatan justru bisa berdampak tidak baik, baik bagi diri sendiri atau pun orang sekitar.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
Follow:
Mengawali karir junalistik di tahun 2019, mulai dari media cetak hingga beberapa media elektronik sebelum akhirnya bergabung dengan Zonautara.com di tahun 2024.
Leave a Comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.