bar-merah

“Perusahaan” milik desa kunci untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan

desa
Lansekap desa di Minahasa yang memiliki topografi unik. (Foto: Ronny Adolof Buol)
Artikel ini sebelumnya sudah terbit di The Conversation yang ditulis oleh: Putu Sukma Kurniawan, Universitas Pendidikan Ganesha

Dulu, desa dianggap sebagai sekadar sasaran pembangunan. Undang-undang mengenai desa mengubah paradigma ini dan menjadikan desa sebagai pemain aktif dalam pembangunan, termasuk dengan melibatkan badan usaha milik desa.

Desa kini menjadi bagian penting yang harus terus didukung dalam pencapaian rencana aksi pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Bahkan, pemerintah mengenalkan SDGs Desa sebagai upaya untuk menerjemahkan indikator SDGs global dan mendukung pembangunan pedesaan.

Tidak tanggung-tanggung, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, A. Halim Iskandar mengatakan bahwa tercapainya SDGs Desa dapat mewujudkan 74% pembangunan berkelanjutan di tingkat nasional.

Adanya 18 indikator SDGs Desa memberikan kesempatan kepada pemerintah desa untuk menyusun rencana pembangunan yang sesuai dengan karakteristik, potensi, dan kebutuhan masyarakat desa.

Badan usaha milik desa, yang memiliki kewenangan untuk memaksimalkan potensi desa dan menghasillkan laba untuk mendukung pembangunan di tempat asalnya, adalah bentuk nyata keterlibatan masyarakat desa dalam menghadapi tantangan pembangunan dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Tantangan pembangunan desa

Proses pembangunan tidak selamanya berjalan mulus.

Permasalahan desa sangat beragam mulai dari persoalan mengenai kualitas dan akses pendidikan, akses kepada layanan kesehatan, kualitas infrastruktur, permasalahan dalam pengelolaan dana atau anggaran, sampai pada permasalahan mengenai pengembangan potensi ekonomi desa.

Setidaknya, ada tiga permasalahan pembangunan desa yang harus kita atasi.

Pertama, Indeks Desa Membangun menunjukkan masih banyaknya desa dengan status desa tertinggal, seperti terlihat dari grafik. Artinya, ada kesenjangan terhadap akses dan kualitas pelayanan masyarakat di desa.

Permasalahan kedua adalah mengenai kualitas dan akses pendidikan di desa.

Urbanisasi menyebabkan desa kehilangan sumber daya manusia potensial yang mampu mengelola kekayaan alam setempat. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan bahwa persentase penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan akan menyentuh angka 66,6% pada 2035, dibandingkan 56,7% pada 2020.

Ketiga, aparatur desa belum memahami mengenai pengelolaan anggaran dan dana desa.

Hal ini dibuktikan dengan lebih banyaknya penggunaan anggaran untuk infrastruktur, tanpa adanya alokasi yang baik untuk peningkatan pendidikan dan layanan kesehatan.

Belum lagi, masih terdapat kasus korupsi dana desa dan lemahnya proses pengawasan dan pendampingan kepada aparatur desa terkait penggunaan dana desa.

Bagaimana badan usaha milik desa menjadi solusi

Berdasarkan peraturan pemerintah, badan usaha milik desa merupakan organisasi bisnis yang bertujuan untuk memaksimalkan dan memberikan manfaat besar untuk peningkatan ekonomi masyarakat desa.

Indikator SDGs Desa.
Tangkapan layar situs Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi

Beberapa peran yang dapat dilakukan badan usaha milik desa dalam proses pemenuhan indikator SDGs Desa, di antaranya:

  1. Mewujudkan desa tanpa kemiskinan. Badan usaha desa harus memastikan pemanfaatan potensi ekonomi desa dapat didistribusikan merata kepada masyarakat tanpa adanya kesenjangan. Laba yang diperoleh oleh badan usaha sebaiknya dapat dipergunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan ini.

    Badan usaha Karya Jaya Abadi di Desa Aman Jaya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, misalnya. Badan usaha ini membeli sawit dari warga sehingga mereka yang mayoritas hidup dari kelapa sawit menjadi lebih sejahtera lantaran tidak lagi ditindas tengkulak yang masih merajalela.

  2. Menciptakan desa sehat dan sejahtera. Kewenangan badan usaha desa untuk mengelola potensi ekonomi desa dapat dimaksimalkan untuk mencapai kesejahteraan warga.

    Badan usaha Tirta Mandiri di Desa Ponggok, Klaten, Jawa Tengah, dapat menjadi contoh. Pernah dinobatkan sebagai badan usaha desa terbaik di Indonesia, usaha yang beroperasi di bidang kepariwisataan ini bisa meraih omset hingga lebih dari Rp 10 miliar per tahun.

  3. Mencapai pertumbuhan ekonomi desa merata. Manajemen badan usaha desa harus mampu mengidentifikasi potensi dari setiap bagian desa dan cara untuk mengemas potensi tersebut. Proses ini juga dapat mendukung untuk membangun desa tanpa kesenjangan.

    Badan usaha Multianggaluku Mandiri di Desa Kalukubula, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi, merupakan salah satu contoh badan usaha yang dapat membantu mengatasi kesenjangan. Berbentuk toko, badan usaha ini menjual dan menyalurkan barang-barang bersubsidi seperti beras, gula, dan gas elpiji ke masyarakat.

  4. Menjamin keterlibatan perempuan desa.

    Badan usaha desa dapat melibatkan perempuan desa dalam proses produksi, distribusi dan aktivitas bisnis. Proses ini penting dalam konteks kesetaraan gender dan pengakuan terhadap kapabilitas perempuan desa. Selain itu, aktivitas yang inklusif dapat meningkatkan pengetahuan perempuan desa mengenai proses ekonomi di desa.

    Badan usaha Multianggaluku Mandiri, misalnya, telah mempersiapkan rencana membuat warung kopi dengan akses internet dari omset toko subsidi mereka. Warung kopi ini sekaligus mewadahi ibu-ibu yang memiliki keahlian membuat kue untuk menjajakan dagangannya.

  5. Mengaktualkan konsumsi dan produksi desa sadar lingkungan. Badan usaha desa harus dapat mengelola sumber daya alam desa secara maksimal, sembari berkomitmen pada isu lingkungan dan keberlanjutan. Proses ini dapat dibantu dengan kearifan lokal atau budaya masyarakat desa yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam.
  6. Mewujudkan desa berenergi bersih dan terbarukan serta tanggap perubahan iklim.

    Badan usaha desa dapat berperan untuk mempromosikan penggunaan energi bersih dalam aktivitas ekonomi. Selain itu, manajemen juga dapat menyusun program untuk mendukung perubahan iklim, misalnya reboisasi dan pemilahan sampah. Telah banyak badan usaha desa yang memiliki bisnis pengolahan sampah dan bank sampah.

    Badan usaha desa juga dapat mempertimbangkan peluang untuk masuk ke dalam lini bisnis energi dan menyediakan energi bersih untuk masyarakatnya.

  7. Membentuk kemitraan untuk pembangunan desa. Badan usaha desa dapat menjalin kerjasama atau kemitraan dengan organisasi lain dalam rangka peningkatan bisnis atau untuk membantu tercapainya semua indikator dari SDGs Desa.

    Badan Usaha Amanah di Desa Bukit Gajah, Kabupaten Pelalawan, Riau, merupakan salah satu badan usaha yang sukses berkolaborasi dengan Bank Rakyat Indonesia untuk menyediakan layanan perbankan.

Mendukung berkembangnya badan usaha milik desa

Saat ini, desa dan komponennya masih memiliki hambatan dan tantangan mendukung tercapainya indikator SDGs Desa secara keseluruhan, meskipun telah ada desa yang berhasil mencapai beberapa indikator SDGs Desa.

Mungkin salah satu masalah terbesar di desa adalah terkait dengan sumber daya manusia dan anggaran desa. Badan usaha milik desa, dengan segala kapabilitas dan kewenangannya, dapat membantu pencapaian pembangunan berkelanjutan di tempat asalnya.

Saya mengumpulkan beberapa rekomendasi untuk memaksimalkan potensi ini, yang dapat menjadi pertimbangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, maupun pemangku kepentingan lainnya:

  1. Membantu penyusunan visi dan misi badan usaha milik desa untuk meningkatkan ekonomi desa dan peran badan usaha dalam indikator SDGs. Selama ini, visi dan misi dari badan usaha desa lebih berfokus pada tujuan finansial dan belum memasukkan isu SDGs Desa. Ini dapat diawali dulu dengan penyusunan visi dan misi dari pemerintah desa berbasis SDGs Desa. Ada juga badan usaha desa yang telah menyusun visi dan misi berbasis SDGs Desa, misalnya BUM Desa Wahana Sentosa.
  2. Mendampingi manajemen badan usaha desa dalam rangka mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang mendukung pencapaian indikator SDGs Desa.
  3. Memberikan pendanaan kepada badan usaha milik desa yang memiliki proposal bisnis yang sesuai dengan indikator SDGs Desa ataupun yang lini bisnisnya dapat mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan.
  4. Membantu proses kemitraan atau kerjasama dengan organisasi lain. Tentu saja, kemitraan atau kerjasama ini harus menguntungkan badan usaha milik desa dan mendukung indikator SDGs Desa.

Dengan adanya kontribusi dari badan usaha milik desa, pencapaian SDGs Desa akan berada dalam genggaman tangan.The Conversation

Putu Sukma Kurniawan, Staf Pengajar Program Studi Akuntansi, Universitas Pendidikan Ganesha

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com