bar-merah

Juniza Paputungan pengrajin perempuan Minahasa sulap tempurung menjadi karya yang mendunia

ZONAUTARA.com — Juniza Paputungan, seorang ibu rumah tangga di Desa Maumbi Kecamatan Eris, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut), berhasil buktikan bahwa ibu rumah tangga juga bisa berkarya dan berwirausaha.

Juni, sapaan akrabnya, adalah pemilik usaha Souvenir Uka Craft, yang telah berhasil menembus pasar nasional dan internasional. Usaha yang digelutinya bersama suaminya, sudah berjalan hampir 20 tahun, tepat pada 27 Juli mendatang.

Juni yang ditemui setelah kegiatan Womenpreneur Indonesia Networks, yang diadakan di Rumah Alam Manado, Senin (27/06/2022), membagikan pengalamannya memulai usaha souvenir berbahan dasar tempurung kelapa sejak 20 tahun silam.

Produk Souvenir Uka Craft, mangkuk terbuat dari tempurung (Foto: Novita Wenzen/Zonautara.com).

Dengan modal Rp 500 ribu, Juni dan suami memberanikan diri untuk memulai usahanya dengan proses manual, “Modal awal 500 ribu, satu pisau besar untuk mencukur. Jadi, dulu tidak ada peralatan mesin untuk mencukur, jadi tempurung itu kami rendam satu malam dan diinjak, diproses secara manual,” ucap Juni.

Setelah kerja keras bertahun-tahun, ia berhasil membeli mesin untuk menunjang usahanya, dan peralatan penunjang lain seperti clear kayu, dan mata scroll. Permintaan pesanan datang dari berbagai kalangan, mulai dari dari pemerintah, perbankan, beberapa perusahaan, dan perhotelan, sesuai kebutuhan.

Berawal dari menawarkan produk papan nama keluarga dari pintu ke pintu, kini ia dan suami telah berhasil memasarkan produknya di berbagai provinsi di Indonesia, hingga ke luar negeri, seperti di Jepang, berupa kancing kimono, dan kini sedang mengerjakan pesanan untuk dikirim ke Amerika, yaitu produk anting dan mangkuk berbahan dasar tempurung.

Produk Souvenir Uka Craft, anting dan kancing kimono terbuat dari tempurung (Foto: Novita Wenzen/Zonautara.com).

Juni patut berbangga, selain bisa produktif berkarya dan menghasilkan, ia dan suami juga bisa membantu pemerintah menciptakan lapangan kerja. Awalnya hanya dikerjakan oleh anggota keluarga, kini sudah melibatkan masyarakat sekitar.

Proses yang dihadapi memang tidak mudah, butuh bertahun-tahun untuk mendapat kepercayaan konsumen. Juni pun mengaku beberapa kali melihat peluang. Ketika ada event-event, ia selalu hadir untuk menawarkan produknya.

“Kami lihat event-event apa di Sulawesi Utara kemudian kami tawarkan, akhirnya kami mendapatkan pesanan ribuan,” ucap ibu dari 4 anak ini.

Ia mengaku sangat terbantu dengan media sosial. Media sosial dimanfaatkannya untuk memperkenalkan produknya, tanpa harus bersusah payah untuk naik turun rumah seperti tahun-tahun awal memulai usaha mereka.

Selain media sosial, Juni tak pernah malu menggunakan produknya saat menghadiri kegiatan, seperti kalung, anting dan aksesoris lainnya.

“Promosi bisa dari berbagai cara, selain melalui media sosial, bisa digunakan sendiri sebagai model, tanpa malu menggunakan karya sendiri.”

Ketertarikan Juni untuk menjadi pengrajin, bermula ketika dirinya diberikan hadiah pernikahan oleh suami berbentuk mobil antik yang terbuat dari batok kelapa, sebelum tahun 2000. Ketika itu, ada yang tertarik untuk membeli karya suaminya tersebut. Untuk membiayai sekolah anak, mereka akhirnya menjualnya seharga Rp 300 ribu.

Dari situ, mereka melihat potensi besar bahwa kerajinan bisa menghasilkan. Tahun 2010, Souvenir Uka Craft berhasil diperkenalkan di Jepang lewat pameran di Tokyo, mewakili Sulut. Souvenir Uka Craft dipilih langsung oleh pihak Jepang, melalui kegiatan Dinas Koperasi.

Mengenai inspirasi, Juni menyerahkannya kepada sang suami yang diakuinya sebagai gurunya. Selain kreatif dan teliti, suaminya juga mengajarkan prinsip untuk tidak meniru karya orang lain.

“Kalau kamu meniru produk orang, kamu akan ketinggalan sepuluh langkah. Satu langkah kamu masih sibuk meniru karyanya yang lama, dia sudah sepuluh langkah ke depan. Jadi, buatlah karya yang original,” ucap Juni mengulang perkataan suaminya, Michael Tampi.

Selain kreativitas, keduanya punya dasar pendidikan, yaitu di Sekolah Menengah Industri Kerajinan Tondano, yang sekarang sudah menjadi SMK 3 Tondano.

Dari usaha inilah, keluarga ibu Juni menyekolahkan empat anak laki-laki mereka. Meski anak-anaknya diberi kebebasan memilih minatnya, namun menurutnya, semua anaknya bisa membuat kerajianan. Bahkan anak bungsunya yang masih kelas 4 SD, sudah bisa membuat tugas praktek kesenian di sekolahnya menggunakan peralatan mesin.

Souvenir Uka Craft yang terus berinovasi, baru saja me-launching produk baru yang dinamakan wangun waya, khusus untuk aksesoris dan fashion.

Untuk harga, Juni mematok harga mulai dari gantungan kunci senilai Rp 15.000, dan paling mahal senilai Rp 1 jutaan, berupa miniatur bendi dan rumah adat. Pelanggan bisa juga me-request produk sesuai kebutuhan.

Baik untuk produk paling murah hingga yang paling mahal, kualitasnya sangat dijaga, “Mau murah atau mahal, tetap kami perhatikan kualitasnya,” tuturnya.

Penulis: Novita Wenzen



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com