bar-merah

Hiu, komoditas laut bernilai ekonomis tinggi yang menghadapi ancaman kelangkaan

hiu batuwingkung
Nelayan di Batuwingkung menyimpan daging hiu di boks berisi es sebelum menjualnya ke pengepul. (Foto: Ronny A. Buol)

ZONAUTARA.com – Wilayah perairan Indonesia memiliki keragaman hayati yang sangat tinggi, termasuk keragaman jenis hiu.

Dalam publikasi Tinjauan Status Perikanan Hiu dan Upaya Konservasinya di Indonesia yang ditulis oleh Fahmi dan Dharmadi, disebutkan perairan Indonesia setidaknya memiliki 116 jenis ikan hiu, yang termasuk ke dalam 25 suku.

Namun keragaman jenis hiu itu diperhadapkan dengan ancaman kelangkaan yang tinggi, karena hampir seluruh seluruh jenis hiu bernilai ekonomis, terutama bagian sirip.

Kondisi ini menjadi perhatian internasional terutama di kalangan penggiat konservasi. International Union for Conservation of Nature (IUCN) atau organisasi internasional yang bergerak di bidang perlindungan dan konservasi biota, telah menyusun beberapa kriteria status konservasi jenis hewan berdasarkan tingkat kerawanannya terhadap kepunahan di dalam suatu daftar merah (red list).

Dari daftar res list IUCN, ada satu jenis hiu di Indonesia yang telah dikategorikan sebagai sangat terancam langka (critically endangered), 5 jenis yang termasuk terancam langka (endangered), 23 jenis yang termasuk kategori rawan punah (vulnerable), serta 35 jenis hiu yang termasuk dalam kategori hampir terancam (near threatened).

Hiu sebagaimana diketahui adalah predator yang menempati posisi puncak di dalam rantai makanan di laut. Posisi puncak tersebut diyakini berperan penting di dalam menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem.

Jika keberadaan hiu terancam di alam dikhawatirkan dapat merubah tatanan alamiah dalam struktur komunitas yang berakibat pada terganggunya keseimbangan suatu ekosistem.

Permintaan sirip hiu

Penangkapam hiu terus terjadi dalam beberapa dekade terakhir disebabkan adanya permintaan akan komoditas sirip yang tinggi di pasaran internasional.

Umumnya hiu tertangkap di perairan Indonesia sebagai hasil tangkapan sampingan dari berbagai jenis alat tangkap seperti pancing rawai, jaring insang, jaring lingkar dan sebagainya. Meski di beberapa daerah, terdapat nelayan yang menjadikan hiu sebagai tangkapan utama.

Pemanfaatan komoditas hiu di Indonesia mulai meningkat sejak tahun 1980an. Data hasil tangkapan hiu sejak tahun 1975 menunjukkan tren kenaikan yang cukup signifikan, meski setelah tahun 2000 ada kecenderungan penurunan walaupun berfluktuasi.

Tren kenaikan pemanfaatan komoditas hiu berdampak pada penurunan populasi hiu. Wilayah yang menjadi daerah tangkapan hiu paling potensial di Indonesia adalah Samudera Hindia.

Umumnya aktivitas penangkapan hiu berlangsung sepanjang tahun, namun terdapat bulan-bulan tertentu yang merupakan musim tangkapan tertinggi dari komoditas tersebut di perairan Indonesia.

Adapun tipe alat tangkap yang digunakan dan daerah penangkapan amat berpengaruh terhadap komposisi jenis dan ukuran hasil tangkapan hiu. Selain itu, perubahan komposisi hasil tangkapan juga dipengaruhi oleh periode penangkapan.

Penggunaan alat tangkap yang tidak selektif membuat ikan-ikan hiu muda ikut tertangkap, dan akan berdampak terhadap populasi ikan dewasanya di masa mendatang serta menghambat proses rekrutmennya di alam.

Pergeseran daerah penangkapan juga terjadi. Dari yang semula terfokus di wilayah selatan Jawa dan Barat Sumatera, bergeser ke wilayah Laut Natuna dan wilayah timur Indonesia, termasuk di wilayah Sulawesi Utara, terutama di daerah Sangihe dan Talaud.

Penangkapan hiu di Batuwingkung

Di wilayah Sangihe, nelayan di beberapa pulau menjadikan hiu sebagai salah satu buruan utama, terutama di pulau Batuwingkung.

Nilai ekonomis yang cukup tinggi, terutama sirip, membuat sebagian besar nelayan di pulau Batuwingkung berburu hiu. Kemudahan menjual sirip juga menjadi alasan bagi nelayan Batuwingkung mencari hiu, karena di Manalu terdapat satu orang pengepul yang siap membeli sirip hiu.

Meski nelayan mudah menjual sirip hiu, namun rantai perdagangan sirip hiu cenderung panjang dan kompleks. Pengepul yang ditemui Zonautara.com di Manalu, cenderung tidak ingin membeberkan secara gamplang kemana sirip hiu dikirim. Kompleksitas rantai perdagangan ini menyulitkan keterlacakan asal-usul sirip hiu ketika sudah berada di perusahaan eksportir.

Untuk menyelamatkan populasi hiu di alam, pemerintah perlu menerapkan upaya-upaya pengelolaan konservasi dan pembatasan tangkapan hiu.

Amatan Zonautara.com di Batuwingkung, nelayan dengan bebasnya pergi melaut dan mendaratkan hasil tangkapan hiu tanpa pengawasan sama sekali, seperti pembatasan jenis dan ukuran yang ditangkap, atau pengaturan dan pembatasan alat tangkap.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com