Sirip hiu dijemur di bawah terik matahari hingga kering. Harga jual sirip salah satunya ditentukan dari kualitas pengeringan.
PHOTO STORY
Aktivitas nelayan penangkap hiu di Batuwingkung
Foto dan Teks: Ronny Adolof Buol & Marshal Datundugon
Pulau Batuwingkung merupakan satu dari 27 pulau berpenghuni yang ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Total terdapat 137 pulau di seluruh wilayah salah satu kabupaten perbatasan di Provinsi Sulawesi Utara ini.
Dari 134 kepala keluarga yang mendiami Batuwingkung, 98 persen merupakan nelayan, dan setengahnya adalah nelayan penangkap hiu.
Tak heran jika kemudian Batuwingkung dijuluki sebagai pulau penangkap hiu.
Pump boat yang ditenagai mesin katinting melaut sejauh 10 hingga 30 mil dari Batuwingkung. Para nelayan akan pergi ke arah Selatan, mengikuti arus dimana hiu mencari makanannya. Sekali berlayar, mereka harus menyediakan 2 galon BBM setara 50 liter.Â
Hiu ditangkap dengan paranto (rawai permukaan) yang dibuat dari tali nilon nomor 5 dan senar nomor 300, mata kail nomor 1. Sangat sering para nelayan membuat sendiri mata kail mereka agar lebih kuat dan tahan lama.
Kail diikat dengan simpul khas setiap 10 meter pada satu tali berukuran 50 meter (1 buoy). Rata-rata satu perahu pump mengangkut 10 buoy. Ongkos pembuatan alat pancing ini sekitar Rp 10 juta.Â
Cekatan merangkai paranto menjadi salah satu kunci keberhasilan menangkap hiu.
Petrus Lesawengan (62), yang telah melewati perjalanan panjang sejarah penangkapan hiu di Batuwingkung menceritakan bahwa alat pancing paranto ini mereka kenal sejak tahun 1980an.
Waktu itu, mereka menemukan alat pancing nelayan Taiwan yang hanyut. Lantas ditiru, dan hingga kini paranto menjadi andalan menangkap hiu.
Penny Manoppo (54) baru saja menurunkan seekor hiu hasil tangkapannya. Penny sebagaimana nelayan lainnya di Batuwingkung langsung mengolah predator laut itu di pantai.
Harga sirip hiu yang mahal menjadi alasan utama nelayan di Batuwingkung memburu predator laut ini. Satu kilogram sirip hiu kering dengan kualitas terbaik bisa dijual seharga Rp 1,45 juta untuk ukuran 45-50 cm.
Selain sirip hiu, saat ini, daging hiu juga laku dijual di pasar dan dikirim ke Manado serta Bitung.
Aktivitas mengolah hiu hasil buruan dilakukan di pantai tempat tambatan perahu pump boat. Isi perut hiu dibuang kembali di laut untuk makanan ikan, daging hiu disimpan di box berisi es, dan sirip dijemur hingga kering.
Aktivitas pemburu hiu ini sudah dilakoni turun temurun oleh nelayan Batuwingkung. Hasil dari menangkap hiu dapat menopang ekonomi keluarga, bahkan menyekolahkan anak-anak nelayan penangkap hiu.
Namun banyak pula anak-anak nelayan di Batuwingkung setelah menempuh pendidikan hingga sarjana, kembali pulang dan ikut berburu hiu.
Timotius Lesawengen (26 tahun), memperlihatkan ratusan sirip hiu hasil tangkapan dengan ayahnya Petrus Lesewengen (62). Timotius yang menyandang status sarjana ini terpaksa ikut pula memburu hiu karena gagal lolos seleksi CPNS.
Husein Mangadil (53), menunjukkan sirip hiu yang sudah kering dan siap dijual ke pengepul. Harga per kilogram sirip hiu kering tergantung jenis hiu dan grade yang ditetapkan oleh pengepul. Meski nelayan di Batuwingkung sudah paham tentang jenis hiu, namun penentuan harga tetap ada di tangan pengepul.
Katrina Musa membalik potongan daging hiu yang diasap. Metode pengasapan ini dilakukan agar daging hiu bisa bertahan lama saat dijual di pasar. Selain diasap, daging hiu juga dikeringkan dengan cara dijemur di terik matahari.Â
Daging hiu dipotong kecil memanjang, diawetkan dengan cara menjemur di terik matahari. Jika terik merata, daging hiu yang sudah kering dapat bertahan cukup lama.
Steven Sulungunaung, 40 tahun, memotong sirip hiu yang baru diturunkannya dari perahu di Batuwingkung.
Aktivitas memburu hiu di pulau Batuwingkung sudah dilakukan turun temurun. Posisi salah satu pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Sangihe ini memang strategis bagi penangkap hiu.
Para nelayan selain modal sendiri, kerap mendapatkan modal pinjaman dari pengepul. Pinjaman itu digunakan sebagai biaya membeli BBM, biaya makan, memperbaiki alat pancing serta membiaya kebutuhan rumah tangga. Saat sirip hiu siap dijual, pengepul akan memotong harga jual dengan pinjaman dari nelayan.
Nelayan penangkap hiu di Batuwingkung menjual sirip kepada pengepul di Manalu, sekitar 30 menit berperahu. Pengepul inilah yang menentukan harga beli sirip hiu sesuai jenis sirip dan kualitas pengeringan. Selain menjual ke pengepul di Manalu, beberapa nelayan mengaku menjual pula sirip ke Bitung dan Manado.
Sebuah perahu pump boat tertambat di pantai pulau Batuwingkung. Dengan perahu seperti inilah nelayan di pulau itu pergi berburu hiu.
Mata kail buatan tangan nelayan Batuwingkung tertancap di mulut seekor hiu yang baru saja diturunkan dari perahu. Jika sedang musimnya, dalam sekali melaut, penangkap hiu di pulau ini dapat membawa pulang puluhan ekor hiu.
Meski para nelayan di Batuwingkung sudah paham bahwa beberapa jenis hiu dilarang dan dibatasi penangkapannya, namun mereka tidak punya metode agar umpan pada kail tidak disambar hiu yang dilindungi. Para nelayan ini mengaku tetap membawa pulang jika yang tertangkap itu dari jenis yang dilindungi seperti hiu martil.
Selain di Batuwingkung, aktivitas penangkapan hiu juga dilakoni nelayan di pulau lain di Kabupaten Kepulauan Sangihe, seperti di pulau Tinakareng, Lipang, Matutuang dan Para.
Foto Story ini merupakan bagian dari Liputan Khusus tentang penangkapan dan perdagangan hiu di Sangihe. Liputan ini dikerjakan oleh Zonautara.com atas dukungan Environmental Justice Foundation dan Tempo Institute
Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat