SITARO, ZONAUTARA.com – saat melakukan kunjungan kerja ke Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Sia Tagulandang Biaro (Sitaro) pada pekan lalu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indonesia (RI), Letnan Jenderal (Letjen) TNI Suharyanto menegaskan, bahwa semua warga terdampak erupsi Gunungapi Ruang akan diperhatikan pemerintah.
Pernyataan ini disampaikan Suharyanto, saat bersua sejumlah wartawan di Lapangan Mandolokang, Pulau Tagulandang, Sabtu, 4 Mei 2024, sebelum kembali Kota Manado.
Suharyanto waktu itu mengunjungi pengungsi Gunungapi Ruang di Pulau Siau dan Tagulandang. Ia mengakui adanya kendala di lapangan khususnya dalam hal pendataan, meski begitu harus cepat diselesaikan.
“Memang kalau terjadi bencana awalnya tidak tertib, Pemerintah Daerah dibantu Forkopimda harus gerak cepat mendata warga keluar Pulau Tagulandang, bukan hanya di posko pengungsian tapi yang tinggal bersama keluarga juga harus dijamin, jangan sampai mereka menumpang justru merepotkan,” kata Suharyanto.
Suharyanto menyampaikan bahwa saat ini BNPB telah memberikan bantuan dalam dua kali pengiriman. Ia pun menitipkan tim untuk memberikan pendampingan kepada pemerintah daerah serta memantau logistik sehingga tidak kekurangan.
“Ada tim dari BNPB mendampingi, jika stok kurang satu dua hari maka akan kami kirim kembali,” jelas dia.
Erupsi besar Gunungapi Ruang tercatat terjadi pada 17 dan 30 April 2024. Letusan ini telah menghancurkan dua desa di Pulau Ruang yakni Desa Pumpente dan Laingpatehi, serta meluas hingga ke Pulau Tagulandang yang berada tepat di depan Pulau Gunung Ruang.
Dari data yang dihimpun Zonautara.com, kerusakan bangunan yang dihitung pemerintah ada sebanyak 3.488 unit, dimana 3.401 diantaranya merupakan rumah warga.
Sementara terdapat 11 unit gedung milik pemerintah, 33 unit gedung ibadah 25 unit sekolah, 5 unit fasilitas kesehatan serta bangunan lainnya sebanyak 13 unit.
Data dari Posko Terpadu Penanganan Erupsi Gunungapi Ruang per tanggal 6 Mei 2024, sebanyak 5.687 jiwa warga tercatat keluar dari Pulau Ruang dan Tagulandang. Mereka kini tersebar di Kota Manado, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa Utara dan di Pulau Siau.
Sebelumya, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi merekomendasikan warga di radius 6 kilometer dari kawah utama harus dievakuasi pasca letusan 17 April lalu. Namun jarak itu kemudian ditambah setelah letusan kedua pada 30 April dimana jarak lontaran lava pijar mencapai 7 kilometer, sehingga jarak yang aman direkomendasikan di radius lebih dari 7 kilometer dalam status level IV (Awas).
Situasi sempat tak terkendali, karena kekhawatiran warga atas letusan susulan dan beredarnya informasi hoax di media sosial tentang tanggal pasti kejadian tsunami, yang membuat warga berebut naik ke kapal saat proses evakuasi.
Di pelabuhan Tagulandang terjadi saling rebut dan dorong. Warga lanjut usia, yang sakit maupun anak–anak butuh beberapa waktu agar bisa naik ke atas kapal.
Untuk mengevakuasi warga Pemkab Sitaro menggerakkan dua unit kapal Feri KM Lokongbanua dan KM Lohoraung. Disamping itu ada pula aramda yang diperbantukan berupa KRI KAKAP-811 dari TNI Al, KN Bimasena dari Basarnas, kapal milik Bea Cukai dan KKP serta kapal swasta yakni KM Barcelona, KM Marina Bay dan KM Glory Mary.
“Hingga saat ini sesuai informasi dari Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi, status Gunung Ruang masih di level empat Awas, warga masih dilarang beraktifitas di radius lima kilometer,” kata Penjabat Bupati Kepulauan Sitaro, Joi E.B. Oroh, Sabtu, 4 Mei 2024.
Upaya terakhir warga Pulau Ruang
Namun dari pantauan Zonautara.com di radius terlarang masih banyak warga yang beraktifitas, bahkan beberapa warga ditemui saat tiba dari Pulau Ruang pada Sabtu 4 Mei 2024.
Mereka membawa sejumlah barang seperti perabotan rumah, alat masak, pakaian, alat musik, sejumlah ornamen gereja. Kepala Desa Laingpatehi Hardi Manuho yang ikut bersama warga menyampaikan bahwa itu kali pertama dia mengambil barang dari Pulau Ruang semenjak erupsi.
“Saya tidak ada waktu kesana karena mengurus warga di pengungsian sehingga hari ini saya punya waktu untuk mengambil barang yang ada di sana (Pulau Ruang),” kata Hardi Manuho.
“Untuk barang yang dibawa bersama warga yakni kursi dan meja, ada juga alat dapur, tapi ini hanya sisa karena sebagian besar sudah rusak,” ungkap dia.
Untuk menemukan kembali barang yang sudah terkubur di Pulau Ruang, warga harus membayar jasa warga lainnya dari Pulau Tagulandang. Salah satu warga Katrina mengaku membayar Rp. 100.000 per orang. Sedangkan untuk mengangkut ke Pulau Tagulandang, mereka akan patungan membeli bahan bakar minyak untuk mesin perahu.
“Itu tarifnya Rp. 50.000 per orang untuk sekali angkut,” ucap Kartini Tamusala, saat ditemui di Posko Pengungsian Kampung Apengsala, Jumat 9 Mei 2024.
Kerusakan yang terjadi di Pulau Ruang dan bahaya erupsi susulan Gunungapi Ruang membuat Pemerintah menyiapkan lahan relokasi di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan tepatnya di Desa Modisi.
Berbagai respon disampaikan warga Pulau Ruang terkait upaya relokasi ini. Mereka khawatir jika desa yang di tempati tidak semakmur Pulau Ruang.
“Saya harus tanya suami, dia kan kerjanya nelayan dan saya biasanya berkebun, apakah disana nanti kami bekerja seperti itu pak?” tanya Henny warga Laingpatehi.
Sementara Stenly yang bekerja sebagai seorang tukang berharap yang sama. Dia meminta bantuan alat pertukangan karena miliknya sudah tertimbun bersama rumahnya di Pulau Ruang.
“Saya berharap begitu pak, ada bantuan alat tukang jika saya pindah kesana (Desa Modisi),” ungkap dia.
Kepala Desa Laingpatehi Hardi Manuho, mengakui bahwa desa mereka tidak bisa ditinggali lagi karena terdampak sangat parah. Meski begitu, dia bersama warga saat ini belum siap jika direlokasi.
“Memang Pak Gubernur sudah hadir dan bertemu dua kampung menyampaikan kami akan di relokasi ke Bolmong, namun dari masyarakat itu belum siap. Artinya mereka tidak mau direlokasi, kami berharap supaya pemerintah mencari tempat di Pulau Tagulandang saja,” katanya.
Apa yang diinginkan warga Pulau Tagulandang
Dampak erupsi Gunungapi Ruang bukan hanya meluluh lantakan dua desa di Pulau Ruang, tetapi juga berdampak di Pulau Tagulandang. Pasca letusan 17 April 2024, Zonautara.com sempat mewawancarai Said Samihing warga yang tinggal di Kelurahan Balehumara Lingkungan VI. Rumahnya rusak berat terutama di bagian atap. Nyaris semuanya bocor terkena lontaran batu. Menurut Said total ada 103 lembar seng yang dia butuhkan untuk memperbaiki atap.
“Itu butuh dana sekitar delapan hingga sepuluh juta rupiah,” Kata Said.
Menurut Said ada ratusan rumah di lingkungannya dan semuanya rusak akibat hujan batu lontaran lava pijar.
“Ini ada empat ratusan rumah kalu tidak salah, semua rusak,” kata Said.
Said pria paru baya itu menegaskan tidak akan keluar dari Pulau Tagulandang untuk di evakuasi. Ia akan fokus di siang hari membetulkan atap rumahnya. Namun pasca erupsi kedua, Said terlihat menggendong anaknya naik ke KRI Kakap pada 1 Mei 2024.
Said saat itu terlihat bersama ratusan warga lainnya yang tampak panik dan berebut naik ke Kapal KRI KAKAP milik TNI AL. Said menangis sembari memeluk anaknya. Suasana yang mencekam kala itu, membuat Said memutuskan meninggalkan pulau yang dihuninya sejak puluhan tahun.
Selain Said, Sandra memiliki cerita yang berbeda. Ia terpaksa membawa suaminya ke Posko Kesehatan karena sakit. Menurut dia, suaminya Kristian sakit karena tidur di rumah yang atapnya bocor dan seharian berusaha menambal atap rumah.
“Suami saya sakit karena basah memperbaiki atap beberapa hari, karena takutnya hujan akan merusak bagian dalam rumah kami yang terkena hujan batu. Ada sekitar 150 lembar seng yang rusak. Kami berharap adanya bantuan,” kata Sandra, di Posko Kesehatan.
Margaretha (63) warga Kelurahan Bahoi, Lingkungan V mengutarakan kekecewaanya atas sikap pemerintah yang dia anggak tidak jelas, terkait informasi bencana. Hal itu diutarakannya saat ditemui tengah mengantar anak dan cucunya berangkat untuk dievakuasi keluar dari Tagulandang. Dia sendiri tidak ingin dievakuasi dan memilih bertahan tinggal di kebun.
“Kami kecewa pemerintah tidak terbuka dengan informasi bencana, kami mendapat banyak kabar mulai dari pulau tenggelam, tsunami dan letusan susulan tapi tidak ada konfirmasi atau perbaikan informasi dari pemerintah yang sampai ke masyarakat. Kami dibuat bingung dan panik, sehingga berebut naik kapal,” kata dia.
Warga berharap pemerintah memperbaiki cara penanganan bencana. Selain bantuan, Margaretha berharap adanya informasi resmi setiap hari yang bisa diterima untuk menenangkan warga.
“Informasi itu kami butuh, supaya kami tidak mati karena panik,” terang dia.
Sementara itu, pendataan warga yang layak mendapat bantuan menjadi masalah yang lain lagi. Kurang responsifnya pemerintah di desa dan kelurahan menjadikan data penerima bantuan tidak jelas.
Bantuan dari pusat
Pemerintah Pusat melalui BNPB juga telah menyalurkan bantuan berupa Dana Siap Pakai (DSP) dengan total Rp 2,25 miliar, yang diberikan melalui dua tahap guna mendukung seluruh rangkaian penanganan darurat bencana erupsi Gunungapi Ruang.
Adapun tahap pertama rinciannya Rp 300 juta diserahkan kepada Pemprov Sulawesi Utara, Rp 250 juta kepada Kodam XIII/MDK, Polda Sulawesi Utara Rp 250 juta, Lantamal VIII Rp 150 juta, Lanud Sam Ratulangi sebesar Rp 150 juta dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro sebesar Rp 350 juta. Kemudian pada tahap kedua meliputi Rp 200 juta diserahkan kepada Korem 131/Santiago, Kodim Sitaro Rp 200 juta, Polres Sitaro Rp 150 juta, Pemkot Manado Rp 150 juta dan Pemkot Bitung sebesar Rp 150 juta.
Di samping itu, BNPB juga memberikan bantuan berupa logistik dan peralatan yang juga didistribusikan dalam dua tahap. Tahap pertama, BNPB telah menyalurkan berupa tenda pengungsi sebanyak 5 unit, tenda keluarga 100 unit, light tower 4 unit, genset 4 unit, sembako 300 paket, makanan siap saji 300 paket, hygiene kit 300 paket, matras 300 lembar, selimut 300 lembar, kasur lipat 150 lembar, masker 300 dus, velbed 50 unit, toilet portabel 10 paket, survival kit pengungsi 300 paket dan terpal sebanyak 320 lembar.
Adapun bantuan logistik dan peralatan tahap kedua meliputi seng 10 ribu lembar, tenda pengungsi 6 unit, light tower 3 unit, sembako 500 paket, hygiene kit 300 paket, masker 52 box, terpal 1.000 lembar, fire pump 23 HP 5 unit, SCBA set 15 unit, Rescue Tool Combi 4 set, alat penjernih air 10 unit, sleeping bag 500 unit, solar panel 20 set, paku seng 1.000 box, susu protein 200 dus, air mineral 500 dus dan toolkit 30 set.
Dari seluruh bantuan yang telah diserahkan tersebut, Kepala BNPB RI Letjen TNI Suharyanto meminta agar segala yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat terdampak dapat segera dipenuhi. Dia juga meminta agar semua upaya penanganan darurat yang berhubungan dengan keselamatan masyarakat menjadi prioritas utama.
Lebih lanjut, dukungan tahap ketiga juga akan dikirimkan dalam waktu dekat. Adapun jenis dukungan itu meliputi terpal 500 lembar, tenda keluarga 100 paket dan mie instan 300 dus.
Suharyanto juga memastikan warga yang tidak wajib direlokasi namun tempat tinggalnya mengalami kerusakan terdampak erupsi, maka BNPB juga akan memberikan dukungan pembangunan kembali rumah yang rusak tersebut.
Adapun besaran bantuan bagi sesuai kerusakan rumah dibagi menjadi tiga kategori. Pertama untuk rumah rusak berat akan menerima bantuan senilai Rp 60 juta, rumah rusak sedang Rp 30 juta, dan rusak ringan sebesar Rp 15 juta.
”Pendataannya dapat segera diselesaikan dan diajukan kepada pemerintah,” jelas Suharyanto.