BOLSEL, ZONAUTARA.com — Persoalan tambang emas ilegal atau Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Kilometer 12, Bukit Mobungayon, Desa Dumagin B, Kecamatan Pinolosian Timur (Pintim), Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), terus menjadi sorotan publik. Selain masalah tambang ilegal, isu terkait ganti rugi lahan di lokasi tersebut turut menarik perhatian.
Kasatreskrim Polres Bolsel, Iptu Dedi Matahari, memberikan penjelasan terkait hal ini saat menghadiri kegiatan Coffee Morning bersama Kapolres Bolsel, AKBP Handoko Sanjaya, di Mapolres Bolsel pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Dedi menegaskan bahwa lahan di lokasi tersebut termasuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), yang menurut hukum adalah tanah negara tanpa hak kepemilikan pribadi.
“Berdasarkan ketentuan tersebut, semua pihak sepakat bahwa itu adalah tanah milik negara,” ujar Dedi di hadapan awak media.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa keberadaan akses jalan di lokasi tersebut merupakan peninggalan dari perusahaan kayu yang dahulu beroperasi di sana. Jalan-jalan tersebut awalnya dibangun oleh perusahaan kayu untuk mempermudah akses operasional.
Adapun PT JRBM yang saat ini beroperasi di lokasi Kilo 12, disebutkan oleh Dedi, baru berada pada tahap eksplorasi untuk pencarian emas, bukan eksploitasi. Eksplorasi ini dilakukan dengan metode pengeboran atau drilling emas. Oleh karena itu, klausul ganti rugi yang terdapat dalam izin penggunaan kawasan hutan (IPPKH) belum dapat dieksekusi karena belum memasuki tahap eksploitasi.
Dedi menjelaskan bahwa apabila nantinya PT JRBM memasuki tahap eksploitasi, maka perusahaan akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membentuk tim verifikasi yang akan menangani ganti rugi lahan. Verifikasi ini akan berfokus pada pihak ketiga yang mengelola lahan tanpa memiliki hak kepemilikan, yang nantinya akan diverifikasi oleh tim sesuai dengan SK Bupati.
“Pihak ketiga harus mendaftarkan diri ke tim verifikasi yang dibentuk melalui SK Bupati. Proses verifikasi akan dilakukan hanya untuk lahan yang akan dieksploitasi,” jelas Dedi.
Ia menambahkan bahwa tidak semua lahan akan mendapat ganti rugi, hanya tiga titik lokasi pengeboran yang akan diproses. Sementara itu, aktivitas perkebunan tetap diperbolehkan di lokasi lainnya.
Namun, Dedi menegaskan bahwa ganti rugi tidak akan dilakukan apabila status wilayah tersebut berubah menjadi area pertambangan ilegal. Faktanya, menurut Dedi, kegiatan tambang ilegal di Kilo 12 sudah ada sejak lama.
“Secara fakta, di lokasi Kilo 12 Bukit Mobungayon sudah ada aktivitas tambang ilegal jauh sebelum saya bertugas di Bolsel,” ujarnya.
Dedi juga menyinggung soal Kunu Makalalag CS bahwa tidak mungkin mereka tidak mengetahui adanya tambang ilegal tersebut.
Menurutnya, proses pengeboran yang saat ini dilakukan PT JRBM hanyalah pada bekas area tambang ilegal.
Dengan penjelasan ini, Polres Bolsel berharap publik memahami status lahan Kilo 12 serta aturan mengenai proses ganti rugi lahan.