KPPU denda Google Rp202,5 M, dianggap lakukan monopoli

Pihak Google menyatakan akan banding.

Ronny Adolof Buol
Editor: redaktur
Kantor Google. (Foto: ist)

ZONAUTARA.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa Google LLC terbukti melakukan praktik monopoli dan menyalahgunakan posisi dominan untuk membatasi pasar serta menghambat pengembangan teknologi. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, Majelis Komisi KPPU menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp202,5 miliar kepada Google dan memerintahkan perusahaan itu untuk menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing dalam layanan toko aplikasi Google Play Store.

Keputusan tersebut dibacakan Ketua Majelis Komisi KPPU, Hilman Pujana, dalam sidang pembacaan putusan Perkara Nomor 03/KPPU-I/2024 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 terkait Penerapan Google Play Billing System. Sidang berlangsung di Gedung KPPU, Jakarta, pada Selasa (21/1/2024) sekitar pukul 22.00 WIB.

”Pembayaran denda di atas wajib dibayarkan selambat-lambatnya 30 hari sejak pembacaan putusan. Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht),” tegas Hilman saat membacakan amar putusan. Dalam aturan yang berlaku, Google LLC sebagai terlapor dapat mengajukan keberatan ke pengadilan niaga paling lambat 14 hari setelah pembacaan putusan KPPU tersebut.

Majelis Komisi KPPU juga memerintahkan Google untuk mengumumkan pemberian kesempatan kepada seluruh pengembang aplikasi agar dapat mengikuti program user choice billing. Perusahaan diwajibkan memberikan insentif berupa pengurangan service fee minimal 5 persen selama kurun 1 tahun.

Sidang pembacaan putusan semula dijadwalkan mulai pukul 13.00 WIB, tetapi baru dimulai pukul 15.00 WIB. Manajemen Google LLC beserta kuasa hukumnya—firma pengacara Assegaf Hamzah & Partners serta Ginting & Reksodiputro yang berafiliasi dengan A&O Shearman—tidak hadir dalam sidang. Selama proses persidangan, sikap tidak kooperatif manajemen Google LLC dalam menyerahkan dokumen alat bukti yang diminta Majelis Komisi KPPU turut menjadi faktor pemberat dalam putusan.

Dalam perkara ini, Majelis Komisi KPPU menggunakan analisis pasar multisisi. Google Play Store dilihat sebagai platform toko digital yang menghubungkan pengembang dengan pengguna aplikasi melalui Google Play Billing System untuk transaksi pembayaran pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchase).

Pasar bersangkutan yang dibahas mencakup jasa distribusi aplikasi dan layanan digital melalui platform digital yang dapat diinstal secara pra-instalasi pada perangkat seluler berbasis Android di wilayah Indonesia, terhitung sejak 1 Juni 2022 hingga 31 Desember 2024. Anggota Majelis Komisi, Eugenia Mardanugraha, menjelaskan bahwa Android bersifat open source sehingga banyak digunakan oleh pengembang aplikasi. Hal ini membuat Google Play Store di ponsel Android menjadi sangat strategis karena memiliki basis pengguna luas dan kemudahan teknis.

Google LLC dalam kebijakan usahanya mewajibkan pengembang aplikasi menggunakan Google Play Billing System sebagai metode pembayaran. Jika pengembang tidak mematuhi, aplikasi mereka akan dihapus dari Google Play Store, sebagaimana terungkap dari dokumen dan keterangan saksi.

”Penerapan kewajiban menggunakan Google Play Billing System tersebut berdampak pada tertutupnya alternatif pemrosesan pembayaran lain yang sebelumnya dapat digunakan para pengembang atau konsumen,” ujar Eugenia.

Ia menambahkan, mayoritas pengembang yang memiliki pengguna terbanyak di Android menghadapi biaya perpindahan tinggi jika harus menggunakan platform toko aplikasi lain. Selain kerugian pelanggan, berpindah platform juga berdampak pada hilangnya reputasi (rating dan ulasan) serta kerumitan teknis memindahkan data pengguna.

Majelis Komisi KPPU menyimpulkan bahwa Google Play Store adalah satu-satunya toko aplikasi yang diinstal di seluruh perangkat seluler Android, dengan penguasaan lebih dari 50 persen pangsa pasar. Posisi monopoli ini membuat Google memiliki keleluasaan menerapkan kewajiban penggunaan Google Play Billing System dan aturan service fee secara progresif.

”Terlapor juga memiliki kebebasan menerapkan service fee secara progresif atas penjualan aplikasi dan konten digital in-app purchase bagi pengembang yang penjualan aplikasinya tinggi. Kebebasan monopoli yang dimiliki tidak hanya terbatas pada kemampuan menentukan tarif servis, tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengurangi atau meniadakan tekanan persaingan kemampuan ini diperoleh karena terlapor memiliki jaringan efek yang kuat di pasar,” tutur Eugenia.

Anggota Majelis Komisi KPPU lainnya, Mohammad Reza, mengemukakan bahwa penerapan Google Play Billing System menghalangi pelaku usaha penyedia jasa pembayaran lain untuk memproses pembayaran di Google Play Store. Google sendiri pernah menyebut adanya alternatif pembayaran melalui program user choice billing, tetapi Majelis Komisi belum menerima bukti lengkap mengenai program tersebut.

”Tak hanya itu, pengembang aplikasi juga menghadapi tantangan dalam menyesuaikan antarmuka pengguna (user interface) dan pengalaman pengguna (user experience) sehingga menambah kompleksitas dalam mempertahankan daya saing aplikasi mereka di pasar,” lanjut Reza.

Lebih jauh, Google LLC dinilai melanggar ketentuan Pasal 25 Ayat 1 Huruf b UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang posisi dominan. Sebab, perusahaan terbukti membatasi pasar dan pengembangan teknologi melalui penguasaan dominan di pasar distribusi aplikasi Android.

Google akan banding

Merespons keputusan tersebut, Google dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas pada Rabu (22/1/2025) menyatakan ketidaksetujuannya dan bersiap menempuh jalur banding.

”Kami tidak sepakat dengan keputusan KPPU dan akan menempuh jalur banding. Kami meyakini praktik yang kami terapkan saat ini berdampak positif pada ekosistem aplikasi di Indonesia,” tulis Google.

Dalam pernyataan yang sama, Google menegaskan bahwa platform Google Play Store telah menyediakan opsi keamanan, akses pasar global, hingga berbagai pilihan sistem penagihan, termasuk program user choice billing. Google juga mengeklaim telah memberikan dukungan aktif bagi pengembang Indonesia melalui inisiatif seperti Indie Games Accelerator, Play Academy, dan Play x Unity.

”Kami berkomitmen untuk selalu patuh kepada hukum Indonesia dan akan terus berkolaborasi secara konstruktif dengan KPPU dan seluruh pihak terkait sepanjang proses banding berjalan,” tulis Google.



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



TAGGED:
Share This Article
Pemulung informasi dan penyuka fotografi
Leave a Comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.