Serangan digital pada media siber adalah bentuk kekerasan terhadap Pers

David Sumilat
Penulis:
Editor: David Sumilat
Yayasan Tifa, PPMN, dan HRWG meluncurkan skor terbaru Indeks Keselamatan Jurnalis di Indonesia, di Jakarta Selatan, pada Kamis, 20 Februari 2025. (Foto Dok Pribadi)

ZONAUTARA.com – Yayasan Tifa, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), dan Human Rights Working Group (HRWG) baru saja merilis skor terbaru Indeks Keselamatan Jurnalis di Indonesia.

Bertempat di Jakarta Selatan pada Kamis, 20 Februari 2025, laporan ini mengungkap bahwa skor keselamatan jurnalis sepanjang tahun 2024 berada di angka 60,5 poin, yang dikategorikan sebagai “agak terlindungi”.

Peluncuran indeks ini bertepatan dengan Konvensi Media di Dewan Pers dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional.

Meski terdapat kenaikan skor dibanding tahun sebelumnya, hasil riset ini menegaskan bahwa ancaman terhadap jurnalis dan media masih tinggi. Ancaman tersebut mencakup kekerasan fisik, intimidasi, serta serangan digital seperti doxing di media sosial.

Secara khusus, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyoroti lonjakan serangan Distributed Denial of Service (DDoS) yang menargetkan media independen dan kritis. Serangan ini menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers karena menghambat akses publik terhadap informasi.


Serangan DDoS tidak hanya menyebabkan situs berita tak dapat diakses, tetapi juga menambah beban biaya operasional perusahaan media. Untuk menjaga situs tetap berjalan, media harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk memperkuat server mereka.

Hal ini menciptakan tekanan finansial tambahan, terutama bagi media yang mengandalkan pendapatan dari iklan dan donasi publik.

Meningkatnya sensor digital menunjukkan bahwa perlindungan bagi pers harus lebih luas. Tidak hanya keselamatan fisik dan digital jurnalis yang harus dijaga, tetapi juga kelangsungan operasional perusahaan media. Jika ancaman ini tidak ditangani secara serius, kebebasan pers di Indonesia dapat semakin terancam.

Berdasarkan riset kualitatif yang dilakukan AMSI pada Desember 2024, serangan DDoS sering menargetkan media yang mengangkat isu-isu sensitif. Beberapa topik yang paling rentan terhadap serangan ini antara lain korupsi di tubuh kepolisian, praktik judi online, serta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Survei ini melibatkan beberapa media anggota AMSI yang pernah menjadi korban serangan digital, seperti Tempo, KBR, Narasi, Suara.com, Project Multatuli, Pojoksatu.id, dan Harapanrakyat.com.

Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika menegaskan pentingnya definisi kekerasan terhadap pers, diperluas, agar tak lagi hanya menyangkut jurnalis.

“Di era digital ini, perusahaan media justru kerap jadi korban serangan digital yang bertujuan untuk menghalangi akses publik untuk tahu masalah-masalah sensitif yang diangkat oleh jurnalis,” katanya.

“Perlu ada upaya sistematis untuk melindungi perusahaan media dari ancaman kebangkrutan akibat tidak mampu membayar biaya server yang mendadak melonjak akibat serangan digital,” katanya lagi.

Riset AMSI menemukan salah satu serangan digital paling brutal dialami Narasi.tv pada September 2022. Ketika itu, seluruh konten situs Narasi tak bisa diakses lantaran mengalami serangan DDoS.

Bahkan, beberapa gawai dan akun media sosial awak Narasi pun dikuasai orang tak dikenal. Setelah serangan itu, Narasi mendapatkan ancaman dari pelaku dengan tulisan “diam atau mati”. Meski sudah dilaporkan ke polisi sejak September 2022, sampai hari ini, pelaku belum terlacak.

Kepala Pemberitaan Narasi.tv Laban Laisila menyebut serangan DDoS sebagai bagian dari keseharian kerja redaksi di medianya.

“Durasi serangan DDoS tidak bisa diprediksi, ada yang cepat, ada yang lebih lama. Serangan yang terjadi pada 2022 itu berlangsung sekitar dua minggu,” kata Laban.

Setahun kemudian, website KBR.ID sempat juga menjadi sasaran DDoS sehingga tak bisa diakses selama tujuh hari.

“Kami mesti akrobat dan mengalihkan publikasi ke media sosial,” kata Pemimpin Redaksi KBR, Citra Dyah Prastuti.

Pada saat bersamaan, website Project Multatuli juga diserang DDoS ketika mengangkat pemberitaan tentang ojek online.

Setahun sebelumnya, ketika mengangkat kasus pencabulan di Sulawesi, website Project Multatuli juga diserang habis-habisan.

Pada September 2023, Tempo mengalami serangan DDoS yang cukup berat setelah menerbitkan berita tentang judi online dan kepolisian. Suara.com juga mengalami serangan DDoS pada Oktober 2023, ketika mengangkat pemberitaan serupa.

“Serangan masuk ke server dalam jumlah yang sangat besar. Seakan-akan jumlah visitor tinggi. Namun setelah dicek, di traffic biasa saja. Akibatnya kerja server menjadi lambat,” jelas Suwarjono, CEO Suara.com.

Tak hanya media nasional, serangan digital juga menimpa banyak media lokal.

“Pojoksatu.com pernah mengalami serangan DDoS pada 2020-2022. Website kami mendapatkan serbuan IP dari luar negeri, sampai puluhan juta traffic per detik, sementara di Google Analytics tidak ada kenaikan traffic,” jelas Muhammad Ridwan, Chief Product Officer Pojoksatu.com.

Direktur Utama harapanrakyat.com Subagja Hamara berbagi keluhan serupa. “Serangan DDoS dan Malware menghancurkan performa kami. Traffic turun sampai 80 persen, adsense juga turun. Dan sampai hari ini kami masih harus perbaiki dampaknya,” kata dia.

Dampak menjalar ke bisnis dan redaksi

Serangan digital ini memberikan pukulan berat pada perusahaan media karena biaya pengelolaan server meningkat drastis, bisa dua hingga lima kali lipat biaya normal. “Biaya bayar server pernah lebih besar dibandingkan biaya gaji,” kata Ridwan dari Pojoksatu.com.

Dampak tak berhenti di biaya operasional untuk pembayaran infrastruktur server yang lebih besar, namun juga mempengaruhi kebijakan editorial di redaksi. Ketika ada satu konten yang diserang terus menerus, maka ada kekhawatiran serangan akan meluas ke konten yang lain.

“Kalau sudah begitu, kami terpaksa menurunkan konten. Kalau tidak, serangan akan menyebar ke konten yang lain,” kata Ridwan.

Dampak swa sensor inilah yang tampaknya diinginkan oleh pelaku serangan digital ke perusahaan media.

Untuk itu, AMSI meminta Dewan Pers dan Kementerian Komunikasi Digital turun tangan mendorong aparat penegak hukum untuk memproses setiap serangan digital pada perusahaan media.

“Jangan sampai media di Indonesia tidak ada yang berani menerbitkan berita kritis dan independen, karena khawatir dibangkrutkan lewat serangan digital yang tak bertanggungjawab,” kata Wahyu Dhyatmika.

***

Follow:
Pewarta yang menggeluti jurnalisme data, lingkungan, dan lainnya, telah menjelajahi berbagai aspek jurnalistik selama lebih dari 10 tahun.
Leave a Comment

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com