ZONAUTARA.com – Koalisi Anti Kekerasan Seksual Berbasis Gender (KAKSBG) dan Gerakan Perempuan Sulut (GPS) merespon kasus kekerasan seksual terhadap anak disabilitas yang terjadi di Manado.
Demikian dikatakan Asmara Dewo, salah satu aktivis KAKSBG Manado, lewat keterangan tertulis yang diterima redaksi Zonautara.com tertanggal 24 Maret 2025.
Dalam keterangannya disebutkan, seorang anak perempuan (17 tahun) disabilitas intelektual menjadi korban kekerasan seksual (KS) yang dilakukan oleh terduga pelaku berinisial MB.
“Karena keterbatasan mengingat dan traumatis, korban tidak begitu mengingat kapan dan di mana kekerasan seksual yang dialaminya secara pasti. Berdasarkan keterangan dari keluarga, kemungkinan kejadian pada November 2023 lalu,” sebut Asmara Dewo, dikonfirmasi kembali Zonautara.com pada Rabu (26/03/2025).
Kronologis Kejadian
Kejadian kekerasan seksual mulai terbongkar pada Maret 2024, ibu korban merasa heran terhadap korban karena sudah dua bulan tidak datang bulan. Setelah dicek menggunakan tes pack, ternyata korban positif hamil.
“Lalu ibu korban menanyakan kepada korban apa yang sebenarnya terjadi, dan korban menjelaskan bahwa MB mengajak ke sebuah rumah yang saat itu tidak ada penghuninya. Di rumah tersebut MB melakukan kekerasan seksual terhadap korban,” sebutnya.
Atas kejadian tersebut, keluarga korban mendatangi Polresta Manado mengadukan kejadian yang dialami anaknya dan diduga melanggar Undang Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 sebagaimana Pasal 81.
“Pada April 2024, tak disangka ternyata MB mendatangi rumah korban seperti tidak ada masalah. Ibu korban pun menanyakan ke MB apa yang dilakukannya terhadap korban? Tetapi MB tidak mengakui perbuatannya. MB hanya mengaku pernah mengantarkan korban dari sebuah supermarket ke rumahnya yang berjarak sekitar 250 meter,” urainya lagi.
Kemudian, kakak korban keluar dari rumah mendatangi dan menanyai MB yang saat itu masih di luar pagar, MB lagi-lagi tidak mengaku. Dan kakak korban mencoba memanggil salah satu anggota Polisi di sekitar rumah mereka, tetapi MB kabur sembari mendorong motornya. Keluarga korban semakin yakin bahwa MB memang pelakunya.
Selain kejadian itu, ibu korban juga mengatakan pada awal Januari 2024, MB pernah menawarkan bantuan beras di salah satu kelurahan di Kota Manado dengan mengajak korban. MB mengaku karena keluarganya yang mengurus bantuan beras tersebut.
Selain itu seorang juru parkir pernah melihat korban dibonceng oleh seorang laki-laki mengendarai motor BeAT.
“Setelah itu, Juru Parkir menanyakan ke korban kenapa pergi dengan lelaki tersebut? Bukan dijawab, korban malah takut dan menangis. Ada saksi lain juga yang melihat seorang lelaki sedang mengobrol dengan korban di gang rumahnya. Saksi mengatakan korban memberikan uang ke lelaki tersebut. Keesokan harinya saksi menanyakan siapa lelaki tadi malam, dan korban mengaku lelaki itu memang dikenalnya dan kerap datang ke rumahnya,” sebut Asmara dalam keterangannya.
Lelaki yang dimaksud menurutnya adalah MB, mantan security di salah satu BUMN yang berada di depan rumah korban.
Kondisi Fisik dan Psikologis Korban
Korban sudah divisum et repertum saat pertama kali membuat laporan di Polresta Manado. Korban juga sudah diperiksa oleh Psikolog yang menjelaskan korban layak diduga sebagai korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh MB dan menimbulkan dampak fisik dan psikologis atas perbuatannya tersebut.
Kondisi keterbatasan yang dialami cenderung dimanfaatkan oleh orang yang memiliki kuasa untuk memuaskan hasrat dari ketidakpahaman korban tentang peristiwa kekerasan yang terjadi.
Asmara Dewo mengatakan bahwa saat ini berkas perkara korban sudah dilimpahkan kembali ke Kejaksaan Negeri Manado, yang mana sebelumnya Penuntut Umum mengembalikan berkas karena dianggap belum lengkap.
Kasus kekerasan seksual yang dialami korban juga sudah diadukan ke UPTD Kota Manado, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Disabilitas, KPAI, dan LPSK, lembaga negara ini juga akan mengawal kasus ini sampai selesai.
Sekarang korban memiliki anak berumur 9 bulan atas kekerasan seksual yang dialaminya. Karena kesulitan merawat anaknya, terpaksa anak korban dirawat oleh ibu korban.
“Menurut kami segala bentuk kekerasan seksual mestinya APH (Aparat Penegak Hukum) menerapkan Undang Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Untuk mengaitkan Undang-Undang Perlindungan Anak dengan UU TPKS bisa dilihat Pasal 4 ayat 2 huruf c UU TPKS. Jadi korban kekerasan seksual (persetubuhan) terhadap anak menerapkan Pasal 6 huruf c UU TPKS. “Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 ditambah 1/3 (satu per tiga), jika: g. dilakukan terhadap Anak; dan dilakukan terhadap Penyandang Disabilitas. Selanjutnya terkait pembuktian bersalah yang dijelaskan pada Pasal 25 ayat(1) UU TPKS menjelaskan “Keterangan saksi dan/atau korban cukup untukmembuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan 1 (satu) alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah.” Selanjutnya pada ayat (4) juga ditekankan terkait korban disabilitas “Keterangan saksi dan/atau korban penyandang disabilitas mempunyai hukum yang sama dengan keterangan saksi dan/atau korban yangbukan penyandang disabilitas.”
“Kami KAKSBG (Koalisi Anti Kekerasan Seksual) dan GPS (GerakanPerempuan Sulut) juga mengajak masyarakat untuk berani bersikap atas segala tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di sekitar kita. Karena kita harusmelindungi korban dan berupaya memberikan pendidikan agar tidak ada lagi pelaku kekerasan seksual ke depannya,” tegas Asmara.
***