ZONAUTARA.com – Lebih dari 70 perwakilan dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, organisasi pemuda, lembaga donor, dan mitra pembangunan berkumpul di Bali, Indonesia, untuk Lokakarya Pembelajaran FP2030 Asia-Pasifik. Pertemuan tiga hari yang berlangsung mulai 8 hingga 10 Oktober 2025 ini bertujuan memperkuat kolaborasi dan mempercepat kemajuan menuju perencanaan keluarga yang berbasis hak asasi manusia (HAM) di kawasan tersebut.
Diselenggarakan oleh FP2030 Asia and the Pacific Regional Hub bekerja sama dengan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN), Kementerian Sekretariat Negara, dan UNFPA Indonesia, lokakarya ini menyoroti urgensi penanganan tantangan kesehatan reproduksi.
Kawasan Asia dan Pasifik masih menghadapi masalah besar, dengan 140 juta perempuan di wilayah ini belum mendapatkan layanan keluarga berencana yang mereka butuhkan, serta 21 juta kehamilan di kalangan remaja berusia 15-19 tahun setiap tahun, di mana 43 persen di antaranya merupakan kehamilan yang tidak direncanakan.
Dalam pembukaan acara, Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN), Prof. Budi Setiyono, Ph.D, menyampaikan apresiasi atas terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah.
“Selama lima dekade terakhir, Indonesia telah mencapai kemajuan luar biasa dalam pengelolaan kependudukan,” kata Prof. Budi.
Ia juga menegaskan komitmen kuat Pemerintah Indonesia dalam mengintegrasikan layanan keluarga berencana (KB) ke dalam sistem kesehatan ibu dan anak, sekaligus menunjukkan peran kepemimpinan Indonesia di tingkat regional melalui kerja sama Selatan-Selatan untuk mempercepat pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dan International Conference of Population Development (ICPD) Programme of Action (PoA).
Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia, Hassan Mohtashami, menekankan pentingnya hak asasi manusia dalam perencanaan keluarga.
“Kemampuan untuk merencanakan kehamilan, termasuk memilih metode kontrasepsi, adalah hak asasi manusia yang mendasar. Setiap perempuan berhak menentukan kapan dan berapa banyak anak yang ingin dimilikinya,” ujarnya. Mohtashami menambahkan, “Melalui FP2030, kita memperkuat upaya kolektif untuk menyediakan informasi dan layanan yang dibutuhkan perempuan agar dapat membuat keputusan yang tepat mengenai fertilitas mereka. UNFPA terus mendukung upaya global dalam KB melalui komitmen FP2030.”
Lokakarya FP2030 di Bali ini menghadirkan 13 delegasi negara, termasuk sepuluh pemerintah yang telah membuat komitmen FP2030, yaitu Bangladesh, Fiji, India, Indonesia, Republik Kirgiz, Lao PDR, Nepal, Pakistan, Filipina, dan Vietnam. Selain itu, Thailand, Kamboja, dan Timor-Leste turut hadir sebagai negara yang sedang dalam tahap pengembangan komitmen mereka.
Direktur Regional FP2030 Asia dan Pasifik, Sumita Banerjee, menyatakan bahwa lokakarya ini hadir pada momen krusial.
“Lokakarya ini hadir di momen yang sangat penting. Negara-negara di kawasan kita tengah mengalami perubahan demografi yang cepat, diiringi meningkatnya wacana pronatalis, sementara perempuan dan kaum muda masih menghadapi hambatan dalam menegakkan hak-hak reproduksi mereka. Dengan bekerja bersama, kita dapat membentuk ulang narasi tentang KB yang berpusat pada pilihan, hak, dan kesejahteraan—serta menjadi kunci untuk mencapai tujuan kesehatan dan pembangunan,” jelasnya.

Melalui partisipasi berbagai pemangku kepentingan, pertemuan ini menjadi wadah untuk berbagi pengetahuan dan pembelajaran antarnegara. Sesi diskusi membahas kemitraan dan kerja sama Selatan-Selatan, strategi komunikasi publik dalam menghadapi transisi demografi, mobilisasi sumber daya domestik, penanganan kehamilan remaja, serta penerapan High Impact Practices dalam KB.
Pertemuan ini juga mengintegrasikan kampanye Made Possible by Family Planning, yang menyoroti peran transformatif KB dalam memberdayakan perempuan, memperkuat komunitas, dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Melalui diskusi dan pertukaran pengalaman, lokakarya ini diharapkan dapat menghasilkan rencana aksi nyata untuk mendorong kemajuan terhadap komitmen FP2030, serta memperkuat visi bersama dalam memastikan setiap individu di Asia dan Pasifik dapat memutuskan secara bebas dan tanpa paksaan apakah, kapan, dan berapa banyak anak yang ingin mereka miliki.


