ZONAUTARA.com – Di hamparan sawah basah Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, seoramh petani yang memasuki usia senja mengamati bulir padi yang mulai menguning. Selama puluhan tahun, sawah ini menjadi sumber kehidupan keluarganya, warisan turun-temurun.
Namun, kini bayangan pengalihfungsian lahan kian nyata. Ongkos produksi yang terus melambung, ulai dari harga pupuk, bibit, hingga upah buruh membuat sebagian tetangganya mulai melirik tanaman lahan kering seperti nilam atau kakao yang dianggap lebih menguntungkan.
Pertanyaan yang menghantuinya: akankah sawah-sawah ini bertahan, ataukah hanya akan menjadi cerita masa lalu?
Tantangan yang sedang dihadapi
Kondisi petani di atas adalah cerminan dilema yang dihadapi jutaan petani padi di di seluruh Indonesia. Indonesia yang kaya akan potensi pertanian, khususnya padi, kini dihadapkan pada ancaman serius.
Pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan desakan ekonomi menjadi pemicu utama. Data menunjukkan, alih fungsi lahan pertanian di Indonesia rata-rata mencapai 100 ribu hektar per tahun antara 2015-2019, dengan 46% di antaranya adalah lahan sawah. Fenomena ini bukan hanya menghilangkan mata pencarian, tetapi juga mengancam ketahanan pangan nasional dan warisan budaya agraris.
Biaya produksi padi yang tinggi, terutama untuk pupuk, pestisida, dan irigasi, seringkali memakan 40-50% dari pendapatan kotor petani. Tanpa inovasi yang signifikan, margin keuntungan yang tipis ini membuat petani semakin rentan terhadap fluktuasi harga pasar dan perubahan iklim. Di sinilah kecerdasan buatan (AI) muncul sebagai secercah harapan.
AI sebagai solusi cerdas untuk petani Tradisional
Mungkin terdengar futuristik, namun AI atau Kecerdasan Buatan memiliki potensi besar untuk merevolusi pertanian, bahkan di lahan sawah tradisional. AI dapat membantu petani mengurangi biaya produksi dan meningkatkan hasil panen melalui beberapa cara:
1. Pertanian presisi untuk efisiensi optimal
Dengan sensor Internet of Things (IoT) yang dipasang di sawah, AI dapat mengumpulkan data real-time tentang kelembaban tanah, kadar nutrisi, dan kondisi cuaca mikro. Pembelajaran mesin (Machine Learning/ML), cabang dari AI, kemudian menganalisis data ini untuk memberikan rekomendasi dosis pupuk dan volume air yang tepat sesuai kebutuhan spesifik tanaman di setiap petak sawah. Ini mengurangi pemborosan dan memastikan tanaman mendapatkan nutrisi optimal, memangkas biaya pupuk dan irigasi yang selama ini menjadi beban besar
2. Deteksi dini hama dan penyakit tanaman
Kamera drone atau sensor gambar berbasis AI dapat memindai sawah dan mendeteksi tanda-tanda awal serangan hama atau penyakit. Dengan menggunakan algoritma visi komputer, AI dapat mengidentifikasi jenis hama atau penyakit bahkan sebelum petani menyadarinya. Rekomendasi penanganan pun dapat diberikan secara cepat dan spesifik, mengurangi penggunaan pestisida secara berlebihan dan meminimalkan kerugian panen.
3. Prediksi cuaca dan optimalisasi jadwal tanam
AI dapat menganalisis data meteorologi historis dan real-time untuk memprediksi pola cuaca ekstrem atau musim hujan/kemarau yang tidak biasa. Informasi ini sangat berharga bagi petani dalam menentukan jadwal tanam dan panen yang paling optimal, serta merencanakan strategi mitigasi risiko jika ada potensi banjir atau kekeringan. Contohnya, petani bisa mendapatkan peringatan dini jika ada potensi kemarau panjang, sehingga bisa mengambil langkah-langkah irigasi preventif.
4. Akses pasar yang lebih baik dan rantai pasok efisien
Di luar lahan, AI juga dapat membantu petani terhubung langsung dengan pasar. Platform berbasis AI dapat menganalisis permintaan pasar, memprediksi harga, dan menghubungkan petani dengan pembeli secara lebih efisien. Ini mengurangi ketergantungan pada tengkulak dan memungkinkan petani mendapatkan harga yang lebih adil untuk hasil panen mereka, yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan dan daya tarik untuk tetap bertani padi.
Refleksi: Masa depan sawah dan kedaulatan pangan
Penerapan kecerdasan buatan di sektor pertanian, bukanlah tentang menggantikan kearifan lokal atau menghilangkan peran petani. Sebaliknya, AI adalah alat untuk memperkuat mereka, memberikan data dan wawasan yang sebelumnya tidak terjangkau.
Dengan biaya produksi yang lebih efisien dan hasil panen yang lebih stabil, petani padi mungkin tidak lagi terpaksa beralih fungsi lahan. Ini adalah kesempatan untuk menjaga keberlanjutan sawah basah, melestarikan warisan budaya, sekaligus menjamin kedaulatan pangan kita di masa depan.
Namun, tantangannya tidak kecil. Bagaimana kita memastikan petani di daerah terpencil memiliki akses ke teknologi ini? Bagaimana literasi digital dapat ditingkatkan? Inilah pertanyaan reflektif yang harus kita jawab bersama, demi masa depan pertanian Indonesia yang lebih cerah dan berkelanjutan.
Beberapa sumber
- Badan Pusat Statistik (BPS), “Statistik Pertanian 2020”.
- United Nations Food and Agriculture Organization (FAO), “The Future of Food and Agriculture – Trends and Challenges”.


