MINSEL, ZONAUTARA.com – Jefri Liando (39) sedang memperhatikan tumpukan umbi bete (talas) yang ditampung di depan rumahnya, di Desa Makasili, Kecamatan Kumelembuai, Minahasa Selatan.
Jefri baru saja membeli beberapa karung kecil bete yang dibawa oleh tetangganya. Ukuran umbi bete bervariasi, tetapi sebagian besar bete yang dikumpul oleh Jefri berukuran jumbo.
“Bete kami dari Makasili memang terkenal berukuran raksasa, tak seperti bete dari wilayah lain yang kecil-kecil,” jelas Jefri saat ditemui tim matadesa.com, Selasa (22/8/2018).
Desa Makasili yang bersebelahan dengan Desa Lolombulan Makasili memang dikelilingi oleh lahan perkebunan yang sangat subur. Bahkan banyak penduduk Makasili menamam bete cukup di pekaranagan rumah mereka.
Dulu, wilayah Makasili adalah hutan yang padat. sampai pada tahun 1890an sekelompok warga Kumelembuai mulai membuka lahan perkebunan di kawasan ini. Secara perlahan area yang dulunya hanya sebagai ladang, kini telah berubah menjadi pemukiman dua desa.
Makasili dianugerahi wilayah yang subur, dan dibentengi oleh Gunung Lolombulan yang juga adalah kawasan hutan lindung.
Selain bete, Makasili dikenal sebagai penghasil cengkeh, kelapa, pala, jagung dan tanaman holtikultura lainnya.
Jefri bangga, desanya menjadi salah satu penghasil bete yang berkualitas dan bisa dipasarkan hingga ke luar provinsi Sulawesi Utara.
“Ini saya harus mengumpulkan 30 karung besar, kemudian besok akan dibawa ke Bitung untuk selanjutnya dikirim ke Timika,” kata Jefri, sambil membantu ayahnya mengisi bete ke dalam karung.
Di Bitung, Jefri akan menjual sekarung bete seharga Rp 125 ribu dengan berat sekitar 70 hingga 80 kilogram. Di Timika bete itu dijual kembali ke pedagang dengan harga Rp 400 ribuan per karung.
Tak hanya ke Timika, bete dari Makasili juga dikirim ke wilayah Nusa Utara (Talaud, Sangihe dan Sitaro). Makasili juga dikenal mensuplai bete di pasar-pasar tradisional di Manado.
“Ada pedagang yang rutin datang ambil bete di sini dan bawa ke Sanger,” jelas Jefri.
Bete bisa hidup subur di Makasili karena tanah di desa ini cukup subur dan berpasir, cocok bagi tanaman umbi-umbian yang kaya karbohidrat.
Kampung yang berada tepat di kaki gunung Lolombulan dengan luas wilayah 26.680 M2 ini berada di atas ketinggian 600an meter di atas permukaan laut.
Perkebunan dan pertanian memang menjadi penopang pendapatan utama penduduk Makasili.
Editor: Ronny A. Buol