bar-merah

141 Kepala Desa tersangka korupsi

zonautara.com
Suasana desa di Minahasa Selatan. (Foto: zonautara.com/Ronny Adolof Buol)

MANADO, ZONAUTARA.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada sebanyak 141 kepala desa menjadi tersangka korupsi dana desa. Angka itu sejak tahun 2015 hingga semester pertama 2018.

Dari rilis ICW yang diterima zonautara.com, 141 kepala desa itu adalah bagian dari 184 tersangka yang merugikan negara sebesar Rp 40,6 milliar.

Sejak dana desa digulirkan oleh pemerintah pada tahun 2015, sudah Rp 186 triliun dana mengalir ke 74.954 desa di seluruh Indonesia.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), keberadaan dana desa digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur fisik (seperti jalan), sarana ekonomi (seperti pasar), sarana sosial (seperti klinik), serta untuk meningkatkan kemampuan berusaha masyarakat desa.

Tujuan akhirnya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin, mengurangi kesenjangan antara kota dengan desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Namun dalam perkembangannya dana desa yang berlimpah tersebut ternyata rawan dari praktik korupsi, sebagaimana catatan ICW.

Dari segi pelaku, kepala desa menjadi aktor korupsi terbanyak di desa. Pada tahun 2015, 15 kepala desa menjadi tersangka. Pada tahun 2016 jumlahnya meningkat menjadi 32 kepala desa.

Pada tahun 2017, jumlahnya meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 65 orang yang tersangkut kasus korupsi. Pada semester I tahun 2018 sebanyak 29 orang kepala desa menjadi tersangka.

Selain kepala desa yang menjadi aktor, ICW mengidentifikasi potensi korupsi yang dapat dilakukan oleh beberapa aktor lain selain kepala desa yaitu perangkat desa sebanyak sebanyak 41 orang dan 2 orang yang berstatus istri kepala desa.

Dalam hal dana desa, permainan anggaran dapat terjadi saat proses perencanaan maupun pencairan. Proses yang rawan tersebut misalnya, dapat terjadi di tingkat kecamatan.

Hal ini dikarenakan camat memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDesa), sehingga potensi penyunatan anggaran atau pemerasan dapat terjadi pada tahap tersebut.

Selain itu, pemerasan anggaran dapat juga dilakukan oleh instansi-instansi lain baik oleh Bupati maupun dinas yang berwenang.

Sebab Korupsi

ICW bersama dengan Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel) menggelar Sekolah Antikorupsi (SAKTI) untuk Aparatur Pemerintah Desa di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, pada 6 – 9 November 2018 lalu.

Kegiatan itu berhasil menghimpun pelbagai permasalahan seputar pengelolaan desa dan anggaran desa.

Dalam kesempatan tersebut, 26 peserta yang terdiri dari kepala desa dan sekretaris desa mendapatkan rangkaian materi mengenai isu korupsi, seperti pengertian korupsi, dampak korupsi, dan sejarah korupsi.

Selain itu peserta juga berdiskusi mengenai permasalahan korupsi di desa dan anggaran desa, khususnya dana desa. Apa saja permasalahan mengenai dana desa yang ditemui di desa masing-masing.

Terakhir sebanyak 26 aparatur pemerintah desa menandatangani Pakta Integritas untuk tidak melakukan korupsi dana desa.

SAKTI Aparat Pemerintah Desa berhasil mengidentifikasi hal-hal yang dapat menjadi penyebab potensi korupsi penyelewengan anggaran desa, hambatan dalam pengelolaan anggaran desa beserta rekomendasi perbaikan tata keola dana desa yang perlu dilakukan oleh para pemangku kepentingan.

Penyebab Korupsi Dana Desa

1.   Minimnya kompetensi aparat pemerintah desa

2.   Tidak adanya transparansi

3.   Kurang adanya pengawasan pemerintah, masyarakat, dan desa

4. Maraknya penggelembungan (mark up)harga

5. Adanya intervensi atasan

6. Pelaksanaan kegiatan fisik yang tidak sesuai dengan perencanaan

7. Adanya kultur memberi barang/uang sebagai bentuk penghargaan/terima kasih

8. Perencanaan sudah diatur sedemikian rupa (di-setting) oleh Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

9. Pengelolaan dana desa (DD) dan ADD tidak sesuai Rancangan Anggaran Biaya (RAB)

10. Belanja tidak sesuai RAB

11. Tim Pengelola Kegiatan (TPK) menerima fee dari penyedia material, spesifikasi tidak sesuai

12. Minimnya pengetahuan aparat desa dalam memahami aplikasi SisKeuDes

13. Nomenklatur kegiatan tidak/kurang sesuai dengan Permendesa tentang prioritas penggunaan DD

14. Standarisasi harga barang dan jasa bervariatif antar desa

15. Minimnya kesejahteraan aparat pemerintah desa

16. Belum terpenuhinya kesejahteraan operator atau aparatur desa

Editor: Ronny Adolof Buol



Jika anda merasa konten ini bermanfaat, anda dapat berkontribusi melalui DONASI. Klik banner di bawah ini untuk menyalurkan donasi, agar kami dapat terus memproduksi konten yang bermanfaat



TAGGED:
Share This Article
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com