MANADO, ZONAUTARA.com – Gerakan Cinta Damai Sulut (GCDS) kembali akan menggelar Festival Keberagaman. Ini untuk ketiga kalinya festival ini dilaksanakan. Gelaran ini juga dalam rangkaian kegiatan memperingati Hak Asasi Manusia (HAM).
“Mengingat sudah semakin dekatnya puncak peringatan Hari HAM, maka seperti tahun-tahun sebelumnya GCDS selalu ambil bagian dengan menggelar Festival Keragaman,” ujar Penasehat GCDS, Jull Takaliuang saat rapat bersama sejumlah komunitas di Café La’Vao Tikala, Manado, Senin (03/12/2018).
Jull mengatakan, dari sejumlah agenda pada Festival Keragaman itu poin penting yang ingin disampaikan ke masyarakat luas adalah bahwa keragaman merupakan satu anugerah, kekayaan bangsa, yang harus disyukuri.
“Perbedaan ini adalah kekayaan bangsa,” ujar Jull.
Dalam rapat yang dipandu Koordinator GCDS, Yoseph E Ikanubun, Sekretaris GCDS Linda Setiawati, dan Taufiek Bilfaqih itu, dibahas persiapan dua agenda penting.
“Dua agenda tersebut adalah Focus Group Discussion dan Kampanye Keragaman yang sekaligus penandatanganan deklarasi damai,” ujar Bilfaqih.
Untuk pelaksanaan dua kegiatan itu, lanjut Bilfaqih, direncanakan akan dilaksanakan pada pekan kedua Desember.
“Kita masih mantapkan untuk dua agenda ini,” ujar dia.
Rapat konsolidasi GCDS kali ini selain dihadiri oleh organisasi, komunitas dan lembaga pendiri GCDS, juga dihadiri kelompok anak muda yang tergabung dalam Komunitas Bela Indonesia (KBI) Sulut, Duta Damai Sulut, dan Forum Indonesia Muda (FIM).
Turut hadir juga sejumlah pengurus GCDS seperti Dr Denni HR Pinontoan (akademisi UKIT), Mardiansyah Unsman (Plt Ketua Lesbumi NU Sulut), Asri Rasyiid (ABI Sulut), Jeasika Tamboto (Ingage Manado), Susan Mengko (Ingage Manado), dan Taufani (akademisi IAIN Manado).
Sejak tahun 2016 silam, pada puncak peringatan HAM Internasional, GCDS selalu memperingatinya dengan menggelar Festival Keragaman.
Sejumlah elemen yang ikut membangun GCDS antara lain, Gerakan Pemuda Ansor, Mawale Movement, Ingage, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Sanubari Sulawesi Utara.
Kemudian Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia (Peruati), Lembaga Seni Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM), LSM Swara Parangpuan Sulut, ABI Sulut, serta lembaga dan komunitas lainnya.
Editor: Ronny Adolof Buol